05. Start

13 8 3
                                    




...

*yeora pov

Kenyataan ini sangat menusukku. Tidak dapat dipercaya, ini melebihi mimpi buruk.

Lihatlah bibir itu. Yang dulunya terukir senyuman indah bila melihat sesosokku. Lihatlah jiwa itu. Yang dulunya melontarkan ribuan canda bila setetes air keluar dari mata ini.

Namun, sekarang yang terlihat adalah bibir pucat tanpa warna dan senyuman disana. Tubuh yang terkulai lemah berbaring di atas ranjang dengan suara monitor yang menyengit ruangan hampa ini.

Aku disini, duduk disamping ranjang yang ditempati oleh kekasih tercintaku, Park Jimin. Dengan tangan yang kugenggam, dan yang satunya mengelus lembut rambut pirang miliknya itu.

Sesekali kuletakkan tangannya yang ku genggam ke pipiku, lalu ku kecup dengan bibirku.

Tuhan masih baik padaku. Buktinya, Jimin tak dipanggilnya, hanya, koma diruangan ini tanpa tahu kepastian kapan ia akan sadar. Namun, aku tetap sangat bersyukur, karna masih ada kemungkinan aku dapat melihat senyuman nya dan suara manis miliknya.

Sesekali, aku masuk kedalam memori lamaku bersamanya.

...

"Chagiya, mengapa wajahmu seperti sedang memikirkan sesuatu?"
(Sayang)

"Anniya. geunyang, apakah kau masih mau disampingku dan bersamaku bila kau tahu bagaimana menyedihkannya hidupku?"
(tidak, hanya saja)

"Jelas saja aku akan berada disampingmu, dan dengan bersama kita akan menghapus kisah menyedihkan itu didalam hidupmu, gampang bukan?"

"Oppa..."

"Hm?"

"Saranghaeyo oppa, neomu sarang"
(Aku mencintaimu, sangat cinta)

"Jika ada kata yang melebihi makna dari cinta atau sayang, akan kukatakan itu padamu, yeora."

...

Dan lagi lagi, sudah air mata yang kesekian kalinya tumpah akibat mengingat masalalu itu.

Sifatnya yang sangat ramah padaku, tak pernah membentakku, namun orang pertama yang akan marah bila hatiku tersakiti oleh orang lain.

Park Jimin, aku sangat merindukan sedetik kebersamaan kita kemarin. Dan sedetik itu sangatlah berharga dibanding semenit dari nafasku.

"Kau sangat menyebalkan Park Jimin"

Aku menghela nafasku dengan berat.

"Kau mengatakan kalau kau berjanji tak akan membuatku menangis karnamu. Namun sekarang? Kau melanggar perjanjianmu."

Untuk apa aku berkata seperti ini padanya? Toh dengan berkata seperti ini tak akan merubah nasib malangnya.

Aku tak kuasa melihat dia terkulai lah seperti ini. Mana Park Jimin yang dulu? Yang sangat kuat, yang mempunyai abs betebar di perutnya? Yang selalu mengeluarkan senyuman sampai matanya tertutupi oleh senyuman itu? Dimana kau berada?

Kualihkan tanganku yang tadi beraktivitas di rambutnya dan sekarang mengelus elus pipi mulus itu.

"Aku yakin, kau bisa melewati masa ini. Kau adalah jiminku yang sangat kuat. Aku yakin oppa"

Senyuman mendarat di bibirku. Kukecup keningnya dengan lembut. Aroma rambut ini, takkan terlupakan.

Mungkin aku akan membiarkannya istirahat. Sudah sekitar 1 jam aku berbicara tak jelas dan menangis tanpa arti disini.

Singularity;hide on maskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang