Votemment
...
***
"Aku sangat merindukanmu. Setiap hembusan nafas yang kau ciptakan, dan setiap kata yang kau sampaikan, aku sangat merindukan itu."
***
*hospital, yeora pov
Ku langkahkan kakiku ke ruangan yang dapat mengistirahatkan tubuhku ini. Badan ku terasa sangat remuk dan tak berdaya setelah kejadian tadi. Masih tidak dapat dipercaya.
Dengan lesu, ku buka kunci di pintu ruanganku.
"Ya! Kenapa selalu wajahmu yang kulihat?!"
Badanku yang tadinya lemas seketika membara. Siapa lagi kalau bukan si dokter gila Jeon Jungkook biang masalahnya. Wajah itu selalu membuatku seperti wanita pms.
Dokter gila itu bangkit dari kursi kantor ku. Lihatlah dirinya, mengapa dia disini?
"Ya! Seharusnya aku yang memarahi mu. Mengapa kau mengunci ku diruangan ini?! Sudah berapa jam aku disini. Tanpa makanan, tanpa ponsel. Kau yang sudah gila."
Mwo? Aku menguncinya. Omo... aku baru ingat, heol... mengapa aku bisa lupa. Ini sudah jam 7 malam.
Aku melihatnya dengan sedikit senyuman canggung. Ya, aku bersalah disini. "Jungkook, mianhe. Ayo kita beli makanan. Aku traktir."
Raut wajah si dokter gila itu berubah 1000 derajat menjadi sesosok paling bahagia. Aku sudah mengenal si dokter gila itu dari lama. Kalau soal gratisan, dia nomor satu.
Ia mengangguk kecil, dan langsung menggandeng tanganku dengan senyuman kelinci yang menggemaskan itu. "Kajja, aku sangat lapar"
Aku melepaskan gandengannya. Senyuman kelinci itu tiba tiba memudar. "Kenapa dilepas?"
Aku memberi ia sedikit senyuman paksa. Ya walaupun ini fake smile, setidaknya itu adalah bagian dari senyuman. "Tak usah digandeng. Nanti aku dikira ibumu. Kajja" (ayo)
Karna jungkook adalah spesies kelinci penurut, jadi dia hanya mengangguk pasrah. Sangat memuaskan hatiku.
...
*hospital's cafetaria
Aku lekas menarik tangan Jungkook ke sebuah meja kosong. Dia hanya pasrah di tarik begitu saja. Dasar bodoh :v
Akhirnya kami berdua duduk di meja tersebut. Kursi yang tersedia untuk dua orang ini, membuat aku dan dokter gila itu duduk berhadapan.
"Ya! Mengapa disini?"
Terlihat dokter gila itu menatapku sinis dan heran. Aku sengaja merencanakan ini. Karna, dokter disini tentu saja bisa makan gratis disini. Jadi aku tak perlu mengeluarkan sepeser duit untuk mentraktir dia.
Aku menertawainya dengan volume kecil. Dia sangat lucu bila kesal. Namun sangat bodoh. "Yang penting, kau bisa makan gratis. Sudah jangan banyak omong."
Betapa bodohnya dokter ini. Bagaimana bisa ia mempercayai aku. Ini bukan sekali atau dua kali aku menipunya. Namun sudah berkali kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singularity;hide on mask
Fiksi Penggemar*** Seorang Korban yang keracunan makanan itu langsung dibawa kerumah sakit terdekat. Dan siapa sangka, dokter yang menangani dia adalah kekasihnya sendiri. Dengan dibantu oleh karib kerjanya, dokter tersebut berusaha keras untuk menyembuhkan pasien...