Langit kembali cerah. Para manusia siap memulai aktivitasnya.
Terlihat Lili sudah sampai di sekolah. Sepasang mata nya bengkak dan merah akibat terlau banyak menangis. Hatinya cemas. Pikirannya gelisah. Ia menghentikan langkahnya di depan halaman kelasnya. Ia berharap bahwa hari ini dan seterusnya akan baik - baik saja, semoga.
Semua pasang mata teman sekelas Lili langsung melirik ia yang baru datang ke kelas. Mereka melihat dengan mulut yang siap berbicara.
"Untung aku gak sekelompok sama dia. Kalau sekelompok, pasti dia gak akan kerja. Cuman numpang nama doang."
"Pantesan gak punya temen. Dia nya bodoh."
"Udah pendiem, bodoh lagi."
"Kasian banget dia. Gak ada yang mau nemenin."
Lili mendengarnya. Sepasang matanya membaca novel. Namun, indra pendengar nya jelas mendengarnya. Entah mengapa ia menjadi cengeng! Kenapa? Kenapa mereka semua berkata seperti itu?!
Ia berdiri, berniat ingin keluar kelas. Namun, langkahnya berhenti saat Eli, Liy dan Putra berada di hadapannya.
Jemari Lili meremas kuat rok panjang nya. Sepasang mata nya menahan air mata agar tak jatuh.
"Li, kita udah tau semuanya," ucap Eli.
Lili yakin bahwa satu kelas sudah mengetahuinya.
-#-
Pelajaran bahasa Inggris sedang berlangsung di kelas Lili. Murid-murid dengan sibuk mencatat yang ada di papan tulis. Eli dan Liy saling melirik ; melihat Lili yang tak fokus mencatat. Beberapa kali mata mereka melihat Lili menahan tangisnya.Terlihat seorang siswi masuk ke dalam kelas Lili dan berbicara dengan guru bahasa Inggris.
"Lili, silahkan keluar kelas terlebih dahulu," ucap guru bahasa Inggris.
Eli, Liy dan Putra kompak melirik satu sama lain. Otak mereka sama - sama menanyakan kemana Lili dan ada apa Lili di suruh keluar kelas.
-#-
Ruang kepala sekolah. Bapak di sebelah kiri Lili. Walikelas Lili di hadapan Lili. Bu Ris di hadapan Bapak. Dan kepala sekolah yang berada di antara mereka."Bu Ris, kenapa Ibu berkata seperti itu pada Lili?" Tanya kepala sekolah.
"Saya tidak berkata seperti itu pada Lili, Pak," jawab Bu Ris.
Apakah kebohongan sudah dimulai?
"Tidak berkata seperti itu?" Tanya lagi kepala sekolah.
Bu Ris mengangguk mantap. "Iya, Pak. Saya hanya bilang bahwa Lili harus belajar lagi mengenai pembagian. Saya gak bilang dia bodoh atau ngerendahin Bapak nya. Saya hanya tanya pekerjaan orangtua nya apa. Sudah seperti itu doang."
"Ibu jangan bohong. Anak saya sampai tidak mau makan karena kepikiran perkataan Ibu. Ibu harus jujur dong, Bu. Saya bisa laporkan Ibu loh!" Bapak mulai emosi.
"Mungkin gini kali Pak, Bu Ris menyuruh Lili maju agar Lili berani,.percaya diri. Mungkin Lili nya saja yang ketakutan dan akhirnya seperti ini." Walikelas ikut mengatakan isi hatinya.
Bapak menggeleng. "Kalau Bu Ris menyuruh Lili maju agar lebih percaya diri, itu saja setuju. Tetapi Ibu Ris malah bilang anak saya bodoh. Gak pantes naik kelas. Saya gak setuju, Bu. Saya marah sebagai orang tua!"
"Terus juga Ibu menghina fisik Lili!"
"Menghina gimana, Pak?" Tanya walikelas.
"Ibu Ris bilang kalau Lili melototi nya. Padahal Lili sama sekali tidak melotot, mata ia belo sehingga seperti melotot," jawab Bapak.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Can
Teen FictionIni bukan cerita percintaan antar remaja yang sangat mendominan. Tetapi, cerita ini tentang seorang gadis yang bernama Lili dengan Bapak kandungnya, Abdul. Cerita ini tentang ia dan Bapak Abdul yang di rendahkan dan di fitnah oleh gurunya sendiri di...