7. Cerita palsu?

17 13 8
                                    

Lili berjalan ke arah kelas nya berada. Pagi tadi kakaknya sudah kembali menginap di kampus nya. Kejadian perkelahian antara ia dan Rere semalam membuatnya menghela napas panjang. Ia merasa bersalah dan merasa tidak bersalah. Rasa bersalah itu muncul ketika bayangan Rere yang selalu membelikan nya makanan sepulang kampus. Kakak nya itu baik. Lalu, merasa tidak masalah itu ketika mengingat alasan Bapak menghutang yang membuat mereka pindah rumah. Bapak menghutang untuk membayar uang kuliah Rere..

Saat Lili memikirkan banyak hal, tiba-tiba ada dua orang murid perempuan menghampiri nya. "Lili, kamu di suruh ke ruang guru."

Otak Lili bekerja dengan cepat. Apa...film nya kembali berputar?

Lili pun berbalik arah, ia melangkahkan kakinya menuju ruang guru. Ia menggeleng, tak mau kejadian buruk menimpanya. Ia tak mau punya masalah lagi. Ia berharap yang memanggilnya di ruang guru bukanlah Bu Ris.

Saat ia hampir sampai di ruang guru, tangan kanannya di tarik paksa hingga dirinya terus mengikuti murid yang menariknya. "Kamu siapa!?" Tanya Lili. "Kok aku di tarik?!" Lili melihat punggung murid perempuan itu. Murid tersebut tidak menggunakan kerudung. Rambutnya berwarna cokelat.

Lili ikut berhenti ketika murid tersebut menghentikan langkahnya. Mereka berada di toilet.

"Syifa..."

Syifa mengangguk. "Iya, aku Syifa." Jeda beberapa detik. "Karena kamu, aku jadi berangkat pagi."

Lili mengkerutkan keningnya, ia bingung. Kenapa Syifa menarik lengannya dan membawanya ke toilet. Syifa adalah murid kelas 12. Walaupun Lili tidak sekelas dengan Syifa. Namun, Lili sudah mengenal Syifa. Hanya kenal, tak dekat.

"Kamu tuh harus nya minta maaf sama Bu Ris!"

Lili baru ingat, Bu Ris adalah walikelas nya Syifa. Apa...Bu Ris menceritakan semuanya pada anak didiknya? Menceritakan cerita yang sesungguhnya atau...cerita yang di buat-buat?

Refleks, Lili langsung melangkah mundur ketika seember air mengguyur tubuhnya. Seluruh tubuhnya basah kuyup. Ia mengadahkan kepalanya.

"Anna."

Anna menaruh ember yang sudah kosong di lantai. Ia menatap Lili. "Salah Bu Ris apa, hah?! Sampe kamu fitnah dia? Dia pernah jahat sama kamu? Dia pernah pukulin kamu? Kamu itu ya diam-diam kaya gini. Suka fitnah orang."

Lili menggeleng. Ia, entah mengapa...merasa takut. Kini satu kelas di sekolah nya sudah mengetahui masalahnya. Bagaimana...bagaimana jika satu sekolah mengetahui nya? Dan...bagaimana jika yang mereka dengar adalah cerita palsu.

"Aku gak fitnah siapa-siapa."

Ia langsung menutup matanya ketika sebotol teh manis mengenai wajahnya. Lili mengusap wajahnya menggunakan telapak tangannya. Ia...harus sabar. Tidak boleh emosi. Namun, air matanya keluar, melihat seragam sekolahnya basah kuyup dengan aroma teh manis yang melekat di tubuhnya. Setelah ini ia harus bagaimana? Ia tak bawa seragam ganti.

Terlihat Syifa menarik paksa wajah Lili agar menatapnya. "Selama ini kamu tidak pernah pake make up kan? Bagaimana kalau sekarang kamu mencobanya. Pasti banyak yang suka sama kamu nantinya." Syifa menaikan sudut bibir kanannya.

Lipstick berwarna merah menyentuh bibir Lili. Lili menggeleng keras, berusaha agar bibir nya tak di oleskan lipstick.

"Ahrgh." Kepala Lili tertarik kebelakang. Anna menarik rambutnya di balik kerudung yang ia gunakan. "Diam! Kalau gak mau sakit!"

Lili melihat Syifa tersenyum. "Ahahaha. Jadi orang tuh jangan diem aja!! Lawan coba! Lawan!"

"Kasihan banget sih kamu. Pendiam, tak punya teman lagi. Kamu itu bodoh makanya pada gak mau temenan sama kamu." Itu suara Anna.

If I CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang