8. Alone

8 7 6
                                    

Pngen ketawa dah, abis nya udh lama bnget gk buka wp. Dan aku sempet gk pd sama cerita ini, maka ny aku ragu mau update ny kpan. Tpi stelah di pikir², aku harus update supaya pembaca suka. Karna menunggu iti gak enak. Apalagi yg gk pasti.-#-

Bintang menemani malam hari ini. Bapak turun dari motornya dan segera masuk ke dalam rumah. Capek sekali tubuh ini seharian melawan teriknya matahari. Tangan ini terus menyetir, membawa motor.

Bapak melihat Lili sedang tertidur di atas sofa. Ia tersenyum menatap anaknya. Tanpa di sadari oleh Lili, hampir setiap hari Bapak masuk ke dalam kamar Lili dan terus memperhatikannya yang sedang tertidur pulas.

Seorang Bapak yang tak tahu jika anaknya di sekolah tadi terkunci di toilet. Seorang Bapak yang tak tahu jika anaknya di siram teh manis di sekolah.

Iya, Bapak tak tahu. Entah sampai kapan ia tak mengetahui nya.

-#-
Matahari kembali menghiasi langit di pagi hari. Matahari menemani Bapak yang sedang mengantarkan Lili ke sekolah.

Banyak sekali pedagang-pedagang kaki lima yang mulai mendekorasi dagangan nya.

Motor Bapak tepat berhenti di depan gerbang. "Nanti Bapak jemput gak?" Tanya Lili.

Bapak mengangguk. "Iya, Bapak jemput. Jam pulang nya kaya biasa kan?"

"Kaya nya deh. Soalnya hari ini ada pensi. Tapi Bapak jemput kaya biasa aja."

Setelah melihat motor Bapak meninggalkan area sekolah, Lili masuk ke dalam sekolah. Hati nya berdebar, ia takut kejadian kemarin terulang lagi.

Terlihat hampir sebagian murid yang melewati dirinya menggunakan pakaian bebas. Ada yang memakai gamis. Lalu, Ada yang memakai baju ala Malin Kundang, mungkin mereka akan menampilkan pentas drama. Ada juga yang memakai jeans dan kemeja yang di keluarin.

Lili mengkerutkan keningnya, pintu kelas nya di tutup. Apa masih di kunci?

Ia membuka pintunya. Oh tidak di kunci.

Ayah dengarkanlah
Aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam
Mimpi...

Lihatlah, hari berganti
Namun tiada seindah dulu
Datanglah, aku ingin bertemu
Untukmu, aku bernyanyi


Lagu Ayah langsung terdengar di sepasang telinga Lili.

Di dalam kelas hampir sebagian murid sedang latihan dan ada sebagian nya lagi sedang memakai baju. Tenang, di dalam kelas tak ada murid lelaki.

Lili menghampiri tempat duduknya.

"Untung Lili gak kepilih. Kalau dia kepilih mah bisa berantakan."

"Anaknya diam aja soalnya."

Selamat! Lili mendengarnya. Manusia kurang kerjaan yang sibuk membicarakan orang lain.

Lili hanya diam, tidak perlu membalas perkataan mereka. Sepasang mata nya hanya terus melihat teman-teman sekelasnya yang ikut berpatisipasi dalam pensi nanti.

Terlihat Sindy dkk memakai jeans putih dan atasan biru. Lalu, pasmina berwarna biru. Untuk Riko dkk yang baru masuk ke dalam kelas, mereka memakai jeans hitam dan kemeja putih. Mereka sangat cantik dan tampan.

Pintu kelas terbuka, Putra dan Nazla masuk bersama. "Urutan tampil nya ngacak. Gak tau dapet urutan tampil ke berapa," ucap Nazla sambil membuka tali sepatu sekolahnya.

Melihat Putra, Lili merasa bersalah dan tak enak padanya. Ia berniat ingin meminta maaf padanya. Namun, kondisi kelas yang ramai membuatnya ia mengurungkan niatnya. Nanti, iya nanti Lili akan meminta maaf padanya.

If I CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang