Terima kasih untuk tidak menemuiku lagi. Mungkin, jika nanti kita bertemu, biarkan aku memberikan senyuman hambar sembari mengikhlaskanmu.
Aku belajar banyak dari terakhir kita bertemu. Kau menggenggam tanganku dengan senyuman kalut. Tanpa bertatap mata, kau pergi dengan rasa takut.
Entah apa yang membuatmu begitu. Mungkin kau takut untuk mengingat masa lalu. Atau mungkin, kau tak tega untuk melihatku sebagai korban dari kejahatanmu.
Aku ingat bagaimana di tempat ini aku membagi bahu kepadamu. Dengan lugu aku membelai harapan yang bersandar saat kau beri kepadaku.
Terimakasih untuk tidak menemuiku lagi.
Aku berada ditengah-tengah kehampaan saat kau mengucapkan kata perpisahan.
Serasa waktu ikut terdiam dengan keheningan yang aku ciptakan. Aku tertawa pilu setelah mendengar keputusanmu. Seakan tak percaya ketika kau berkata bahwa kita tak dapat lagi bersama.
Tanpa alasan yang kau utarakan, aku harus menerima keputusanmu secara sepihak.
Aku tersenyum sesak saat melihatmu dari kejauhan, tawa bahagiamu bersamanya terlalu menyakitkan. Sementara aku, hanya bisa duduk termenung bersama kopi dan lampu yang semakin meredup.
Diantara remang cahaya aku menyembunyikan pilu. Ditengah keramaian aku menyembunyikan malu. Menyembunyikan kata yang pernah aku ucapkan kepada mereka bahwa kaulah yang terbaik yang aku punya.
Ternyata, kata-kata kebanggaanku adalah isapan jempol semata.
Mereka tertawa tak tega melihatku. Ditinggalkan begitu saja olehmu, diantara pujian yang kuucapkan kepada mereka, ditengah omong kosong yang aku punya.
Aku memegang selembar foto kita malam ini. Tak sanggup ku robek, karena ada senyummu disitu.
Tak ada tangis yang ku lepaskan. Yang ada hanya rona kekecewaan. Seakan masih tak percaya bahwa kau telah meninggalkanku dengan begitu lamanya.
Semoga orang yang kau gandeng tangannya demi meninggalkanku adalah orang yang terbaik. Yang bisa menjagamu, yang bisa menemani lelapnya malammu.
Semoga orang yang kini menjadi tawamu, adalah orang yang tepat untuk menemanimu di masa depan. Menjadi teman ketika kelam mu, menjadi peluk yang menghangatkan ketika kegagalanmu.
Semoga kau baik-baik saja, tanpa mengingat kesalahanmu.
Aku tak menyudutkanmu, aku merindukanmu.
Aku baik-baik saja disini, menanti cinta yang baru sembari mengisi tawa dihari-hariku yang tentu saja sudah tanpamu.
Aku berkomedi, demi diriku yang tak lagi kuat untuk mencoba romantis dikala gerimis. Membuat diriku tertawa menjadi bagian halusinasi yang harus aku jalani.
Karena tawaku, telah pergi.
Harapanku telah hilang.
Dan kamu harus aku lupakan.
Berbahagialah,
Anggap saja aku adalah persinggahan dimasa-masa indahmu.
Maaf untuk tak jadi penghujung ceritamu.
Dan terimakasih, karena pernah menjadi bagian canda tawaku.
Mungkin, suatu nanti kita akan bertemu.
Tapi maaf, aku akan tersenyum hambar seraya mengikhlaskanmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Perempuan yang Namanya Sengaja Ku Lupakan
PoetryTulisan yang disusun dari bulir-bulir peluh yang jatuh setelah mencoba lari untuk melupakanmu.