UPDATE SETIAP KAMIS
Segregasi—konsep yang muncul dari mimpi buruk Mali yang terkini.
Beberapa hari sebelumnya, Mali jadi ingin menguji sesuatu. Dia mengajak Liveo bermain pikiran—atau lebih tepatnya Mali sedang gatal ingin memerkosa pikiran seseorang. Sial seperti biasa, Liveo lah yang menjadi targetnya.
"Liv, mari kita bayangkan sebuah situasi. Kau dan aku, terjebak di sebuah pulau. Pulau kecil di tengah lautan gelap yang melihat airnya saja sudah membuatmu ketar-ketir, sesak napas, dan kau tak ingin lagi menyentuhkan kulitmu ke air—"
"Bisa dipersingkat saja skenario tolol ini?"
"Sabar, Sayangku! Jadi begini, di pulau itu, kita hanya berdua. Kau tidak membawa tunggangan cantikmu yang berkepala tiga, atau monster-monster jinakmu lainnya. Kau bahkan kehilangan sabitmu. Biar lebih dramatis, aku ingin kau tidak berpakaian."
Liveo menatap ketus.
Mali tersenyum. "Ada aku di sisimu, yang juga tidak mengenakan apa pun. Pedangku tidak ada. Zirahku tidak ada. Rasanya seperti bayi merah dilemparkan begitu saja ke kubangan berlumpur, belajar bernapas sambil menelan air kotor. Saat kaubuka mata, hanya ketidakberdayaan yang menyambutmu."
"Intinya apa?"
"Aku hampir sampai ke intinya, Liv. Di pulau itu tidak ada sumber daya, makanan, tanaman, hewan apa pun yang dapat mengisi perutmu. Sementara lautan di sekitarmu hanya ada monster laut, yang dengan senang hati melahapmu jika menginjakkan kaki ke dalam air. Kita tidak bisa menggunakan sihir. Tak ada sumber makanan, tak ada apa pun, selain sebuah belati ini."
Mata gelap Liveo bergulir turun, mengamati belati itu dari pangkal hingga pucuk. Tak ada yang istimewa dari belati milik Mali, selain terbuat dari tempaan tulang belakang Catoblepas tertua di muka Sisi Buruk. Ujungnya cukup tajam untuk mencungkil dagingmu tanpa terasa selama beberapa detik, sebelum sakitnya merajammu sampai ke sumsum.
"Belati ini diletakkan di antara kita berdua, Liv. Apa yang akan kaulakukan dengan belati itu?"
"Kugunakan belati itu untuk membunuh apa pun yang mengganggu di pulau busuk itu."
Mali terkekeh. Liveo jelas tak menyukai tawanya yang bersifat olokan itu. Membunuh apa pun di sekitarnya? Bila di sebuah daratan, Mali tak akan meragukan keberanian Liveo untuk menaklukkan makhluk terganas, tetapi apakah dia punya nyali yang sama jika berhadapan dengan makhluk air?
"Apa pun pasti kulakukan untuk bertahan hidup," desis Liveo.
"Sayangnya, tidak ada skenario untuk bertahan hidup dengan cara membunuh makhluk air di sekitarmu. Itu cara tercepat untuk bunuh diri!"
Liveo berdecih. "Lalu apa yang harus dilakukan? Menunggu sampai bantuan datang? Itu cara terlama untuk mati."
"Nah, bayangkan opsi lain bahwa bantuan akan datang untuk dua pangeran terlantar seperti kita. Meski rasanya mustahil—kita meninggalkan istana itu, aku yakin sudah ada raja dan ratu baru yang berkudeta. Yah, ini perumpamaan saja, bila ada bantuan datang, dan bantuan itu baru datang kira-kira tiga belas hari kemudian—"
"Tidak," tukas Liveo cepat. "Aku tak mau lakukan itu."
Mali mengerjap. "Aku belum selesai. Apa kau bisa membaca pikiranku?"
"Omong kosong, Mali. Menunggu empat belas hari tanpa makan dan minum di tengah sarang makhluk air adalah sesuatu yang tak mungkin. Skenariomu tolol sejak awal!"
"Kubilang hanya perumpamaan. Memangnya apa yang bisa kaulakukan jika keadaan memaksa?"
"Satu-satunya caranya adalah makan," ujar Liveo cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEGREGATE (Mali & Liveo Story) ✔
Fantasy[Wattys 2021 Shortlisted] Dark fantasy. Kisah dua pangeran antagonis dari negeri bernama Sisi Buruk. Negeri tempat para penjahat dari seluruh dunia dongeng dibuang. Cerita spinoff kali ini berkisah tentang Mali, seorang pangeran "antagonis" dari Dun...