4. Kisah Kepahlawanan

322 48 5
                                    

Update setiap Kamis


Liveo ingin membunuh.

Atau sekurang-kurangnya ia ingin mematahkan tiang tempat tidur sehingga berceceran permata mirah di atap kanopinya. Pecahkan guci-guci di pojokan kamar, karena warnanya membuat Liveo sakit mata. Terbangkan daun pintu. Bakar seluruh kamar dan istana ini!

Segala tindak anarkisnya cuma berenang dalam kepala. Kesal, Liveo kembali menempatkan bokongnya di sofa. Saraf kelojotan. Kukunya membenam ke dalam kulit sofa.

Persetan dengan Mali.

Dia akan cari cara untuk bisa keluar dari daratan silau ini.

Liveo membuka pintu kamar dan bertemu dengan tiga pelayan muda yang langsung melompat ketakutan. Mereka semua berpakaian warna jeruk nipis. Liveo mulai membenci buah itu sejak datang kemari.

Ketiga pelayan saling pandang. Liveo tak butuh pendengaran yang tajam, untuk bisa menguping mereka berbisik, "Ah, adik Tuan Mali! Si pembawa takdir buruk keluar. Psst. Mukanya kelihatan jahat sekali. Psst. Lihat auranya begitu hitam!" Kemudian mereka berbalik kepada Liveo dan berkata lembut yang dibuat, "Selamat siang, Tuan."

Mereka jelas tidak tahu siapa nama Liveo. Raja serta seluruh orang-orang di kerajaan ini hanya mau mengenal nama Mali saja. Liveo disebut "Si jahat", "Tuan saja", atau "Adiknya Tuan Mali".

Liveo mendekat seperti menerkam. "Apa kalian melihat kakakku?"

Ketiga pelayan bergeleng serentak, seolah sudah diperintahkan demikian.

"Jangan jadi boneka. Aku tahu kalian melihat ke mana perginya kakakku. Katakan sajalah."

"Ke mana pun perginya Tuan Mali, Beliau sedang sibuk meniti kisah kepahlawanannya. Baiknya Tuan tidak mengganggunya," salah satu pelayan berkata.

Liveo menahan tinjunya supaya tidak melayang. "Aku adik sedarah dengannya. Aku berhak tahu ke mana dia pergi ketimbang mendengarkan jalang-jalang berisik seperti kalian."

"Meski sedarah, bukan berarti takdir kalian berada di jalan yang sama," ucap pelayan takut-takut.

Suara Liveo garang menggelegar. "Dan apa kalian pikir kakakku protagonis?!"

Eksekusi duluan, pikir belakangan—sifat buruk Liveo yang tak boleh dipakai di negeri ini.

Setelah suara itu menggaung cukup panjang sampai ke ujung koridor, Liveo berkata lagi, "Aku cari dia sendiri."

Langkah kaki Liveo meniti koridor emas dengan bunyi gedebuk, membuat para pelayan mengernyit. Liveo masih bisa mendengar mereka berbisik; "Tuan Mali dan adiknya sungguh langit dan bumi mereka itu! Api dan air! Harusnya dipisahkan!"

Persetan!

Liveo melompat dari jendela tingkat dua dan mendarat di taman istana. Matahari gila. Perih sekali saat mendongak ke arah langit. Liveo harus menutup matanya selama semenit, sampai dia dapat melihat penampakan taman bunga lili.

Terbiasa mencium harum kakaknya, Liveo bisa menebak Mali baru saja melewati pokok-pokok norak warna kuning ungu ini.

Sialnya, harum tersebut menghilang disapu air mancur kecil di tengah halaman. Tak ada apa pun di halaman istana, kecuali para pelayan cameo yang menyingkir dengan muka tertunduk, takut terpercik nasib buruk. Bila Liveo mendatangi mereka untuk bertanya, mereka akan menjawab tak tahu. Jawaban-jawaban itu membuat Liveo susah mengendalikan tangan. Jahanam! Jari-jari tangan ini bergemeletuk, gatal ingin menampari wajah-wajah sok mulia di sekitarnya sampai patah gigi.

Mencari Mali, lagi dan lagi. Dari satu misi ke misi lain, selalu Liveo mendapatkan kesialan nasib antagonisnya yang satu ini.

Bahwa Mali selalu menghilang, pergi meninggalkannya.

SEGREGATE (Mali & Liveo Story) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang