6. Problem

33 7 2
                                    

Berjalan mondar-mandir, salah satu telapak tangannya mengepal dan memukul-mukul pelan pahanya, lalu duduk di kursi panjang dengan ujung sepatu yang diketuk-ketukan ke lantai. Sudah hampir dua puluh menit Dimas melakukan itu. Sebenarnya cowok itu sedang menunggu seseorang. Menunggu seseorang yang sedang berada di dalam ruang BK, berharap tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Hingga akhirnya, seseorang yang sudah membuatnya gelisah itu keluar juga.

"Na, kenapa?"

Semprot Dimas langsung ketika melihat Dena keluar dari ruang BK.

Dena berdiri menghadap Dimas, menatap lelaki jangkung itu sebentar kemudian menundukkan kepala. Sementara Dimas menunggu jawaban dari gadis tersebut dengan tidak sabar.

"Gue... Kena skorsing satu minggu"

Dimas kaget bukan main. Dalam pikirannya bertanya-tanya, apa yang membuat Dena harus menerima hukuman skorsing? Karena sesungguhnya Dimas tidak tahu, apa kesalahan yang Dena lakukan saat di toilet tadi. Yang pasti, Dena sedang bermasalah dengan siswi kelas 12 IPA 3, Stella.

Astaga!! Sepertinya Dimas sudah bisa menebak apa kesalahan Dena. Namun, ia butuh penjelasan lebih, makanya ia memilih untuk bertanya pada Dena, "Kok, bisa?"

***

Nada baru saja keluar dari perpustakaan, untuk meminjam buku Biologi. Nada butuh lebih banyak belajar tentang Biologi, karena sesungguhnya Nada tipikal orang yang malas menghafal. Namun, demi meraih cita-citanya yang ingin menjadi dokter, Nada harus lebih giat mempelajari dan menghafal nama-nama latin dalam Biologi. Karena untuk menjadi Dokter, bukan hanya harus pintar menghitung rumus Matematik, Kimia dan Fisika, kan? Ia juga perlu mendalami ilmu Biologi.

Nada berjalan dengan begitu tenang, tak lupa senyuman manis yang selalu ia tampilkan di wajah cantiknya. Beberapa kali siswa siswi menyapa dan Nada menyahut dengan sangat ramah.

Hingga akhirnya, ketenangan Nada tak berlangsung lama.

Di depan sana, Di tengah-tengah lapangan, seseorang yang sedang menghadap ke arah tiang bendera merah putih berada, dengan tangan kanan membentuk hormat. Fadli, ya, seseorang itu adalah Fadli. Cowok yang ternyata dalang dibalik kejadian di kantin tempo hari, kalau kalian lupa.

Melihat kedatangan Nada, dari kejauhan Fadli sudah mengarahkan tangannya yang menandakan ia menyuruh Nada untuk mendekatinya.

Saat itu juga, Nada menyesal memilih potong jalan lewat lapangan, harusnya tadi dia menyusuri lorong koridor saja, tidak mengapa walau ia harus menempuh jalan yang lebih jauh untuk ke kelas, dari pada jalan yang lebih dekat tapi harus ketemu dedemit itu. Apa Nada balik arah saja, ya?

Namun sepertinya Fadli tahu apa yang dipikirkan Nada. Laki-laki itu langsung memasang wajah memelas, letih, dan segala ekspresi yang menunjukan bahwa ia butuh bantuan.

Sudah hampir 3 tahun Fadli selalu mengganggu ketenangan Nada. Jadi, ya tentunya Fadli sudah sangat hafal kalau Nada itu tipe orang yang gak tegaan. Walaupun gadis itu akan marah-marah, tapi secara gak sadar gadis itu tetap membantu orang yang membuatnya marah. Nada emang sepolos itu.

Dan... see. Nada berjalan mendekati Fadli. walau dengan malas-malasan, walau dengan ekspresi tak yakin pula, tapi tetap saja gadis itu berjalan mendekatinya, karena tidak tega melihat wajah memelas Fadli.

"Kenapa?!" Tanyanya ketus. Ia sudah berdiri menghadap Fadli.

Masih dengan tampang memelasnya, ia berucap "Nad, beliin gue minum dong" tangan kirinya beralih memegang leher "Gue aus banget, dari jam sembilan tadi gue udah disini. Belom sarapan juga dari rumah"

DENADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang