Prolog

9 1 0
                                    

Tepat jam sembilan malam saat perayaan kelulusan sekolah, nama Dena Permata Cahyani disebut oleh kepala sekolah sebagai siswi lulusan terbaik SMA Pancakarsa. Dena yang didukung  senyuman manis khas Nada dengan bangga melangkah maju untuk menerima penghargaan. Nada memberikan tepuk tangan paling heboh ketika Dena menerima sebuah piala penghargaan juga kalung bunga dari kepala sekolah.

Sebagai salah satu siswi berprestasi, Dena diberi kesempatan berdiri di tengah-tengah panggung untuk sekadar mengucapkan kata-kata terimakasih atau memberikan kalimat motivasi kepada teman-temannya.

Dena dengan balutan gaun putih selutut tanpa lengan dengan sedikit hiasan mutiara, sederhana namun elegan, tampak sangat anggun ketika melangkah sedikit ke tengah-tengah panggung dimana microphone berada. Hal pertama yang Dena lakukan adalah menatap sang kembaran, Nada. Matanya mendadak berair saat melihat senyuman Nada yang seolah memberikan semangat tambahan pada Dena, terlihat sangat tulus, sangat meyakinkan. Jika ada orang yang ingin Dena ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya, orang itu adalah Nada.

Setelah berhasil mengontrol emosinya untuk tidak menangis haru serta bahagia dalam keadaan dirinya yang sedang menjadi sorotan seluruh penghuni SMA Pancakarsa, gadis dengan riasan wajah sederhana itu akhirnya membuka suara. Ucapan salam menjadi pembuka pidato Dena yang dijawab dengan sukacita oleh semua makhluk bernyawa yang ada di sana.

Tidak ada yang tahu, bahwa dari seluruh senyuman yang tercetak jelas di wajah setiap orang di tempat itu, ada  satu yang tidak biasa, seseorang sedang tersenyum mengejek.

Tidak ada yang tahu bahwa ada Seseorang di atas sana sudah bersiap untuk memotong tali penyanggah agar kayu besar yang memang sudah disiapkannya jatuh kebawah tepat menimpa target.

Tidak ada yang tahu bahwa setiap senyuman di ruangan tersebut akan berganti menjadi kecemasan, bahkan ketakutan.

'Seseorang' itu menghitung dalam hati.

satu...

dua...

tiga...

Sret!!

Tali penyanggah di potong.

Saat itu pula tangan Nada ditarik seseorang, sementara suara seperti benda berat jatuh dari atas tepat ke tengah-tengah panggung begitu nyaring hingga mendebarkan jantung, diikuti suara teriakan heboh dari semua manusia yang berkumpul di sana. Nada memberontak, berusaha melepaskan cekalan di pergelangan tangannya. Namun cekalan itu terlalu kuat, seseorang itu terus membawanya menjauh dari kerumunan. Wajah Nada pucat, Nada ingin memastikan apa yang terjadi disana, siapa yang terluka, mengingat seseorang yang terakhir ia lihat berdiri di tengah-tengah panggung adalah... Dena.

******
Setelah berabad-abad gue hiatus akhirnya muncul dengan prolog baru niiww.

Sumpah ide alur untuk cerita ini tuh bnyak banget smpe gue bingung mau pake yg mana. Gue emang labil mampus sih.

Semoga suka dengan versi prolog yg baru inii, yg mana jalan ceritanya juga bakalan ada yg berubah wkwkwk.

See u. Gue mau hiatus lagi. Bye.

DENADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang