Kring...kring...
Bel kebebasan bagi para siswa SMA Bumi Pertiwi, berbunyi dengan lantang.
Wulan yang masih terbaring di UKS, segera bangkit. Berjalan keluar dengan sedikit pincang. Sedangkan, Safa si ratu lambe, telah meninggalkannya sekitar 30 menit yang lalu.
Para siswa menyambut bel tersebut dengan berhamburan ke lapangan, menuju gerbang sekolah seperti kambing yang sedang lari saat kandangnya dibuka. Sesak, itu pemandangan yang Wulan dapati saat berjalan ke lapangan.
Rambutnya yang masih aur-auran nampak jelas dari kejauhan. Saat berjalan menuju gerbang, semua mata tertuju padanya, menatap tanpa berkedip sedikit pun. Mungkin, karena mereka belum terbiasa melihat gadis yang awalnya, identik dengan rambut terkepang dua dan kaca mata bulat yang selalu menggantung di hidungnya, yang sekarang berubah, menjadi gadis dengan rambut yang terurai dan kaca mata bulatnya yang tak lagi terpakai, karena retak tadi.
"Wih... Sapa tuh? Cantik bener!" begitulah kira-kira kata para siswa laki-laki yang bias dibilang playboy, yang sekali liat, langsung sikat.
Wulan menunggu di taman dekat gerbang sekolah. Taman itu sangat indah, secara sekolah itu telah menyandang predikat sekolah adiwiyata, sudah seharusnya kesan pertama saat masuk ke gerbang sekolah langsung disuguhkan pemandangan yang indah.
Perlahan tapi pasti, satu persatu siswa telah pulang. Wulan hanya duduk termenung sambil menatap bunga-bunga di sana dan menyaksikan kendaraan yang lalu lalang di seberang jalan.
Langit mulai gelap menghitam, diiringi gemuruh seperti orang lapar namun, lebih keras dan mengangkasa suaranya di langit sana. Wulan, masih tetap duduk menunggu kedatangan Bintang sesuai perkataannya tadi di UKS.
Rintik-rintik hujan mulai turun, membasahi setiap jengkal wilayah sekolah. Wulan masih tetap menunggu, hanya berpindah tempat saja. Tepat di depan pos satpam, Wulan tetap bernegosiasi dengan kakinya agar tetap bertahan menunggu Bintang.
Wahai kakiku, kumohon bertahan hingga Bintang datang ya..., Batin Wulan.
Hujan deras mengguyur wilayah itu. Suasana sepi di sekolah, semakin terasa saat pak satpam pulang. Tampias air sudah membasahi rok abu-abu yang Wulan kenakan, ditambah lagi angin sepoi-sepoi yang menyapu setiap inci tubuh Wulan dari ujung rambut hingga ke kaki, yang membuatnya agak mengigil.
Wulan, melirik jam yang ada pergelangan tangan kirinya, pukul 5 sore.
"Udah jam segini, tapi kok Bintang ngak muncul-muncul ya? Mana sekolah udah sepi, hujan lagi, gimana gue mau pulang coba?!" Gumam Wulan sambal meratapi nasibnya.
Samar-samar tubuh semampai dengan jas hitam muncul membelah hujan. Tulisan 'OSIS' terlihat jelas di jasnya.
"Loh, bukannya itu Angga, KETOS?" Kata Wulan dengan sedikit gemetar karena dingin.
Sosok yang membawa payung itu pun disambut hangat oleh Wulan. Angga Putra Wardana adalah Ketua OSIS di SMA Bumi Pertiwi ini, sosok yang diidam-idamkan para cewek-cewek yang terbilang centil.
"Lo, Wulan ya?"
"I-Iya, kok tau?" Jawab Wulan sedikit gemetar.
"Oh itu, tadi banya yang nge-bicarain elo, yang katanya cewek cupu yang berubah drastis karena menabrak cowok ter-famous di sekolah."
"Ah, masa?" kata Wulan terkejut.
"Iya, lo kayaknya kedinginan? Nih!" kata Angga, sambal membuka jasnya lalu disodorkan kepada Wulan agar ia tak kedingin lagi.
"I-iya makasih!" kata Wulan berbunga-bunga.
"Rumah lo dimana? Mending gue anterin, kebetulan gue lagi bawa mobil."
"E-eh ngak usah! Gue pulang sendiri aja." Kata Wulan menolak.
"Udah ngak papa, lagian ngak baik kalo cewek pulang malem sendiri lagi." kata ketos dengan senyum tipis.
kali ini Wulan tak bias menolak, karena apa yang dikatankan oleh Angga memang benar adanya. Mereka pun beranjak pergi ke mobil Honda Jazz berwarna merah di tempat parkir. Di bawah payung berdua dan diantar pulang ketos, sepertinya itu hal yang mustahil dan langka bagi para penggemar garis keras ketos.
Wulan pun memberitahukan alamat rumahnya saat masuk ke dalam mobil. Bersenda gurau di dalam mobil adalah bagian yang paling Wulan sukai, saat itu.
Saat di pertigaan jalan, Angga malah belok ke kanan, padahal arah rumah Wulan seharusnya ke kiri.
loh, kok ke kanan, kan rumah gue ke kiri, Batin Wulan.
Belum sempat ia bertanya, mobil Honda Jazz itu berhenti tepat di Bakso Rahayu, makanan yang cukup terkenal se-antero Kota Kendari.
"Kita makan dulu ya..."
Wulan hanya mengangguk sebagai tanda bahwa ia setuju. Makan bakso di saat hujan seperti obat mujarab untuk menghapus kesedihannya karena batal bertemu dengan Bintang selepas sekolah tadi.
~o~o~ Pantengin terus kisahnya Bintang!
~*~*~ Jadwal update ganti jadi KAMIS & SABTU!
KAMU SEDANG MEMBACA
BINAR MATA
RomanceBulan dan Bintang dapat bersinar menghiasi gelapnya langit malam, indah. Mereka juga dapat bersinar meski, salah satunya hilang entah kemana dan kembali tanpa pasti. Tetapi, apakah masih sama indahnya? Kisah diantara mereka hanya dapat diresapi dal...