Tak ada yang dapat mendeskripsikan tentang bagaimana perasaanku saat ini. Tentang Aditya Lazuardi yang sangat jago membuatku menjadi berperasa. Semenjak menginjak bangku SMA, aku tak pernah memperhatikan tentang jaim (jaga image). Perilakuku bahkan sangat jauh dari kata anggun, gambaran seorang wanita yang dianggap wanita. Kalo boleh dikata, mungkin kebanyakan teman lelakiku tidak menganggapku sebagai seorang wanita. Namun, karena langitku, aku sekarang mulai mencoba menjaga diriku, memoles gincu di pagi hari, menabur bedak, menyemprot wewangian, dan berpenampilan rapi serta kuperhatikan pakaian apa yang harus kupakai hari ini. Namun, sayang aku belum bisa seanggun dan sewanita dia, seseorang yang masih bersarang di sisi lain di hati Aditya Lazuardi.
Saat-saat itu adalah saat di mana aku mulai merasa jenuh untuk selalu mengagumi seorang Lazuardi. Namun, semakin aku berusaha untuk mencari celah ketidaksukaanku akan dirinya, semakin aku menemukan sisi baru akan dirinya. Namun, ada saja hal yang membuatku selalu berpikir untuk berhenti. Saat itu, saat yang sangat membimbangkan.
***
Ryuka Anjani, salah seorang teman yang cukup dekat dengan Layka mengajak Layka untuk menonton dia bermain basket sore itu.
"Lay, pokoknya nanti harus nonton aku tanding."
"Yah, gue ada praktikum, Ri."
"Loh, kan maneh kelar praktikum jam 5. Tandingnya baru mulai jam 5 kok. Nonton, ya, please. Abis itu nanti nonton Adit."
"Hah?"
"Et muka maneh merah weh. Kenapa? Et! Hayoo."
"Iya, iya nanti gue nonton."
"Haha. Makasih, Bebi."
Layka sudah tidak kuat dengan godaan Ryuka, maka dengan berat hati ia mengiyakan untuk mendukung Ryuka main basket nanti sore, sekalian menonton Aditya setelahnya. Ryuka adalah teman dekat Layka sejak Ryuka tahu seberapa enaknya Layka jika diajak curhat.
Pernah, Ryuka bilang, "Menurut aing, maneh tuh orang yang rasional kalo diajak ngobrol. Ngga memandang dan memihak siapapun. Ngga bias, jadi menurut aing, maneh tepat kalo aing jadiin tempat curhat."
Layka memang bukan tipe orang yang akan semerta-merta membenarkan apa perkataan temannya, sedekat apapun itu kalau memang temannya bersalah pasti akan tetap disalahkan dengan alasan yang serasional mungkin ia berikan. Namun, satu kurangnya, Layka tidak dapat berpikir rasional tentang perasaannya.
Berkenalan lagi dengan Ryuka Anjani. Dia asli Bandung, anaknya sangat riweuh dan sangat aktif. Logat Sundanya sangat kental. Ia sangat tidak konsisten dengan kata rujukan yang ia gunakan, kadang memakai kata aing, aku, urang, maneh, lu atau apapun itu, kata dia, "Da aing mah menyesuaikan kondisi, ya kali aing sama orang baru langsung aing maneh, jaga image aing mah. Kalo sama maneh mah, sabodo teuing."
"Lah berarti lu kagak deket sama gue, ya? Tadi pake nya 'aku'?"
"Haha soalnya tadi ada maunya."
Ryuka seorang yang sangat amat supel. Semua orang di jurusan atau sefakultasnya pasti mengenal Ryuka Anjani. Juga, Ryuka mempunyai gaya tersendiri dalam berpenampilan, kata dia make up dan penampilannya yang sangat American style dipermanis dengan ala-ala Bohemian membuat kepercayaan dirinya bertambah. Mahasiswa Teknik Kimia yang sangat terlihat berseni seperti anak-anak arsi atau jurusan di timur jauh (di kampus Layka). Namun, siapa sangka dia adalah sosok yang sangat lemah. Dia sangat terlihat percaya diri di luar tetapi sangat lemah di dalamnya. Dia tidak berani untuk maju ke pertandingan jika seseorang yang ia inginkan untuk datang tidak datang. Hal sesepele itu akan memberikan kekhawatiran yang mendalam baginya. Dia sangat membutuhkan support system yang memadai untuk menghadapi semua kejadian dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Ku
General FictionTentang Layka Azalea yang selalu mengagumi langit dan Bandung menjadi saksinya. Tentang kekaguman Layka Azalea pada seorang Aditya Lazuardi. Aditya Lazuardi, seorang pentolan himpunan di salah satu institut ternama di Bandung, teman satu himpunan L...