"Ternyata hanya mimpi," itulah kata yang terucap saat pertama kali Layka membuka mata. Layka menatap sekelilingnya, hanya didapati teman-teman dekatnya yang beada di sampingnya, Ekantika dan Bayu, tak ada sang pujaan hati, Aditya yang ia harapkan sedang tertidur lelap di samping tempat tidurnya dengan tangan yang tergenggam tertaut pada tangan Layka. Layka mengerang, mencoba mengeluarkan suara, membuat kedua temannya teralih fokusnya menuju dia. Keduanya kaget bercampur bahagia, kemudian langsung memanggil dokter yang merawat Layka. Kebahagiaan terpancar dari binar mata kedua teman Layka, pasalnya sudah dua hari Layka tak sadarkan diri. Alasan dari dokter, katanya adalah sebelumnya Layka kurang makan dan kurang tidur ketika ular berbisa itu menggigit kaki kirinya, dan pernapasannya sempat tak stabil waktu itu karena adegan panas yang dilakukan partnernya itu.
Layka ingin segera duduk setelah lama terbaring. Dengan cekatan, Tika mengarur tempat tidur Layka agar Layka nyaman saat duduk. Sambil memegang kepalanya yang masih pening, Layka bergumam, "Gua digigit ular di hutan kan, ya? Waktu itu gua sama Adit. Jadi, Adit yang bawa gua ke sini?"
Kata Bayu menjelaskan, "Dia bopong lu dari hutan. Terus panik nyariin para medis. Ditanganin medis sebentar, abis itu ambulans bawa lu ke rumah sakit. Detailnya gua ngga tahu, karena yang ikut ke rumah sakit cuma angkatan atas, angkatan kita kan masih pada di hutan. Jadi, pada ngga tahu kalo ada kejadian ini."
"Oh! Kata Kak Raka, kaki lu udah ditutup gitu lukanya pake kain. Untungnya Adit udah melakukan pertolongan pertama ke lu. Lu ngga inget apa yang dilakukan Adit sebelum lu pingsan?" Ekantika menambahkan.
Layka tak mau menjawab. Mereka berdua tahu Layka menyukai Aditya. Layka belum dapat memastikan apakah adegan itu mimpi ataukah nyata. Dia butuh validasi dari seorang Aditya Lazuardi. Wajahnya memerah menampilkan rona malu-malu dengan sunggingan senyum yang dengan keras ia sembunyikan membuat kedua temannya panik, mereka mengira itu efek dari sakitnya Layka. Mereka mengira Layka demam dan kesakitan. Keduanya panik.
"I'm ok. I'm Ok! Gua ngga demam. Pegang deh. Suhu gua sama kek suhu lu."
"Atau lu alergi bisa ular?"
"Astaga, Tik. Masa iya alerginya baru muncul setelah dua hari. Gua rada kepanasan aja ini mah. "
Setelah melakukan bed rest selama kurang lebih 3 hari, Layka berangkat lagi ke kampus. Langit begitu cerah di bulan Desember. Rasanya hujan enggan untuk sambang ke Bandung di pertengahan Desember ini. Menuju liburan semester, kuliah sudah tidak ada, Layka berangkat ke kampus hanya karena ada ujian dan setelahnya ada acara himpunan, yaitu Lab Biru Champion, jika disamakan dengan acara sekolah, ini sejenias acara class meeting untuk menentukan jagoan di daerah jurusan Layka, yaitu teknik kimia, berbarengan dengan jurusan-jurusan tetangganya, yaitu teknik material, teknik mesin, teknik penerbangan, dan teknik industri. Dari kelima jurusan teknik tersebut, pada umumnya, teknik kimia adalah jurusan yang paling abai dengan hal-hal seperti itu. Cap ambis dan orientasi akademik sudah tersematkan pada jurusan tersebut, tetapi tidak di sini, jurusan teknik kimia di daerah lab biru ini tak seperti umumnya, himpunan teknik kimia yang Layka dan teman-temannya miliki adalah himpunan yang tak hanya berfokus pada akademik atau profesionalisme saja, himpunan menjadi wadah pendekatan antara individu satu dan yang lainnya, salah satunya dengan aktif pada acara-acara seperti kejuaraaan tersebut dengan membawa supporter yang begitu melimpah. Bolwh dikatakan, himpunan ini juga menjadi tempat melepas penat dan senang-senang. Ditempatkan dengan jurusan-jurusan yang terkenal dengan solidaritasnya yang tinggi, menuntut teknik kimia merancang suatu metode yang dapat meningkatkan solidaritas mereka pula.
Tentu saja, jagoan Layka Azalea mewakili himpunannya bersama dengan tim basketnya siap untuk bertempur. Dengan raut muka berbunga-bungan dan penuh semangat yang membara, Layka berlari menuju sasana olahraga kampusnya untuk menemui pujaan hatinya tersebut. Sesampainya di lapangan, Layka langsung berjalan menuju sang pujaan hati, Aditya Lazuardi. Dengan mimik wajah yang ia buat seceria dan semanis mungkin, dia melambaikan tangannya saat bertatapan dengan Adit, dan menyapanya dengan senyum manis yang menawan dan mengatakan "Hai" tanpa bersuara. Namun, yang disapa malah memalingkan mukanya dan mengalihkan perhatian kepada yang lain. Yang menyapa, cahaya bahagia yang terpancar dari wajahnya meredup, mendung seakan melingkupi tubuhnya, ia berjalan dengan lemas menuju kursi penonton.
Ekantika dan Ryuka menyambut Layka dengan senyuman sumringah siap untuk mendukung himpunannya. Ryuka menggoda Layka, "Tuh Mas Hoodie Ganteng mu main. Cie." Mas Hoodie Ganteng adalah panggilan Layka yang biasa ia sematkan untuk Adit taktala ia bererita tentangnya karena menurutnya Adit dan hoodie adalah paduan ketampanan yang tak terkira.
Layka tak membalasnya, hanya duduk lemas mengistirahatkan tubuhnya yang ikut lelah akibat hatinya yang lelah pula menaruh harap yang begitu tinggi pada seorang Aditya Lazuardi. Layka menonton pertandingan dengan tidak antusias, biarpun Adit mencetak shoot dengan nilai tinggi, Layka hanya menatap kosong ke depan dan dengan ekspresi yang datar. Tiap kali istirahat di pinggir lapangan, Gendhis, perempuan yang sempat membuatnya mundur untuk tetap memperjuangkan Adit, dengan cekatan memberikan handuk pada Adit untuk mengelap keringatnya dan memberikan minum padanya dan Adit selalu dengan senyuman yang hangat dna manis siap menerimanya. Sesekali ia mengusap kepala Gendhis dan mengucapkan terima kasih. Layka hanya menunduk sedih menatap botol minum yang didekapnya. Air mata tak bisa ia bendung lagi. Air matanya membasahi botol minumnya, mengalir dari tutup botol menuju bawah. Airnya semakin deras, Layka tak dapat menahannya lagi, isak tangis yang ia tahan mulaii terdengar. Tak tahan lagi, Layka pergi meninggalkan lapangan. Setelah berjalan agak jauh dari lapangan, ia sudah tak tahan lagi, tubuhnya lemas, ia membungkuk, lalu jongkok dan menangis tersedu dengan sangat pilu. Saat ini, rasanya ia ingin pergi dengan cepat dari kampus ini dan menghilangkan rasa yang sangat memilukan itu.
Sesampainya di kos, Layka merebahkan dirinya, tatapannya kosong ke langit-langit, isak masih terdengar dari mulutnya. Kemudian ia bangkit, menekuk lututnya, membenamkan wajahnya dan terisak kembali. Ia semakin yakin, adegan ciuman itu hanyalah mimpi indah yang ia alami ketika tak sadarkan diri selama dua hari. Tak kuasa menahan sesak sendiri, ia menelepon kawan SMA nya, Bayu.
Bayu, yang juga ikut tanding basket tadi masih terengah tatkala menerima telepon dari Layka. "Hhh La! Iya nih kita menang telak. HAHAhA iya gua tau gua keren." Itulah kata yang pertama kali keluar dari mulut Bayu, masih bersemangat akibat kemenangannya. Yang menelepon malah terisak, yang ditelepon kebingungan, "La, lu nangis?"
Yang ditanya malah semakin terisak dan suara tangisnya pecah lebih keras, ia tak bisa berkata apa-apa selain menangis. "La, lu di mana sekarang?"
Layka tak menjawab, Bayu mendengar dengan seksama dan menerka-nerka di mana Layka sekarang. Terdengar kicau burung di sana. Bayu tahu, pemilik kosan Layka punya burung peliharaan. Kemudian, Bayu langsung bergegas menuju kosan Layka yang berada di daerah Tubagus Ismail. Masih lengkap dengan atribut basketnya, ia menyalakan motornya dan secepat mungkin menghampiri Layka. Penjaga gerbang Layka membukakan pintu, ia sudah hafal dengan Bayu yang sering menyambangi Layka. Ia langsung bergegas menuju kamar Layka setelah menyapa Pak Penjaga. Bayu membuka pintu kamar Layka dengan tergesa, dan mendekap Layka yang malah semakin terisak. Bayu sekuat tenaga menenangkannya, menepuk-nepuk punggung Layka dan mengatakan, "It's okay," berulang kali.
Masih sedikit menangis, Layka menceritakan semua kejadian yang ia ingat di malam MT itu, yang ia kira adalah mimpi. Ia menceritakan betapa menyedihkannya ia karena berharap mimpi itu adalah nyata. Ia juga menceritakan bagaimana Adit mengabaikannya dan malah bersikap sangat manis kepada Gendhis, mantan gebetannya. Ia menceritakan betapa hancurnya ia saat ini. Betapa ia tak mau lagi untuk menemuinya. Betapa ia ingin melupakan dan menghilangkan segala rasa yang ia beri untuknya. Bayu masih tetap mendengarkan sambil sesekali menepuk-nepuk punggung Layka sehingga ia tak makin terisak. Setelah lama menangis, mata Layka menjadi berat kemudian ia terlelap di pundak Bayu. Setelah dirasa sudah nyenyak, ia merebahkan Layka ke kasurnya. Bayu segera bergegas kembali ke tim basketnya guna menemui Adit. Bayu menyeret Adit untuk keluar dari situ dan membawanya menuju tempat yang cukup sepi kemudian tinjuan yang sangat kuat mendarat di pipi kanan Aditya LAzuardi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Ku
General FictionTentang Layka Azalea yang selalu mengagumi langit dan Bandung menjadi saksinya. Tentang kekaguman Layka Azalea pada seorang Aditya Lazuardi. Aditya Lazuardi, seorang pentolan himpunan di salah satu institut ternama di Bandung, teman satu himpunan L...