Jika ada yang tanya tentang Bandung dan segala keindahannya, aku tempat jawabnya. Sila tanyakan padaku tentang apa-apa di Bandung yang buat jatuh cinta. Bandung dan orang-orangnya yang ramah, B9andung dan tempat makannya yang merakyat, di depan kampus, sambil menikmati wajah-wajah panik mahasiswa yang lalu lalang dikejar target pengumpulan tugas atau mahasiswa yang dikejar waktu ujian, Bandung dan langitnya yang selalu memberi warna hidup di Bandung, entah itu warna pelangi, biru bersih, putih, atau abu kelam.
Apa kabar langitku? Sedang memberi warna apa dia padaku?
***
Saat keluar kelas pemrograman, Adit merangkul Bayu mengajaknya jalan ke depan dengan gesture menuntun Bayu ke suatu tempat. Layka ditinggal di belakang."Eh, gue bareng Layka, Dit. Ajak lah."
Rupanya Adit mengajak Bayu untuk makan, "Lay, makan tamfest, yuk."
"Lah jauh banget tamfest. Yang ada di kampus aja."
"Di tamfest ada es buah, Lay. Lu sepertinya suka," Bayu menimpali.
"Ayolah."
Mereka bertiga berjalan keluar kampus, menuju arah tamfest. Layka masih mengamati gerak-gerik langitnya. Cara jalannya, cara dia berbicara dengan tatapannya, dan cara ia menempatkan seorang perempuan di barisan jalan, sangat Layka suka. Adit selalu berjalan di belakang Layka, atau berjalan di sisi kiri Layka yang notabene dekat dengan jalan raya.
Sembari menunggu makanan, mereka berbincang. Bayu dan Adit boleh dibilang adalah pentolan kampus, seangkatan kampus Layka sepertinya banyak yang mengenal mereka. Di penjuru tiap jurusan, sepertinya mengenal Aditya Lazuardi atau Bayu Abimanyu. Jika ditanya di jurusan, sudah pasti jawabnya semua orang kenal mereka. Saat duduk di tamfest pun, banyak orang lalu lalang menyapa mereka. Akhirnya, segerombolan teman-teman mereka bergabung di acara makan Layka.
Laki-laki dan perempuan memang berbeda, ya. Bukan hanya fisik, sifat pun sangat beda. Jika perempuan sudah menggerombol, setumpuk gossip atau skandal kampus pasti keluar semua. Lain halnya dengan laki-laki, pikiran mereka sangat luas, gossip yang mereka bicarakan berbeda jauh dengan topik yang perempuan bawakan. Mereka bukan laki-laki pada umumnya, ini sedang berbicara soal langitnya Layka dan gerombolannya. Bukan melulu soal perempuan yang mereka bicarakan, jauh dari itu, berat sekali percakapan antara Aditya Lazuardi dan gerombolannya.
"Anjir lah, PLN udah monopoli pasar Indonesia masih aja rugi," Adit berceletuk, lengkap dengan kata kasarnya yang tak pernah meleset dari bibirnya.
"Eh iya anjir, kotor banget dah PLN."
"Lu tau Bapaknya Haris, anak TI? Beliau nggak mau masuk tuh BUMN karena emang main kotor banget."
"Nah, kan. Liat aja coba, listrik cuma mereka yang pegang kendali di Indonesia. Nggak ada alternatif lain selain PLN. Omong kosong lah BUMN kan memenuhi hajat hidup orang banyak, nggak ambil untung. Lah ya kali negara gue baik banget ya, sampe mau rugi puluhan eh ratusan triliun demi rakyat. Tapi ya bego banget mau merugi, ya setidaknya balik modal deh," Adit dan penjelasannya yang menggebu.
"Anjir lah kasihan banget pegawai di PLN. Haruskah mereka digaji kecil karena PLN tidak mengambil keuntungan," Bayu berkata sambil membentuk tanda kutip dengan kedua tangannga.
"Ya kita tunggu saja PLN berbenah, juga BUMN lain. Ya kali aja, memang mereka nggak ambil untung dari penjualannya. Positive thinking, ae guys," kata Satria yang sedang di situ juga.
"Bacot, Bangsat!" hampir serentak berseru.
Layka hanya bisa diam memperhatikan mereka. Layka mendadak menjadi perempuan pendiam. Layka bukan perempuan yang bisa membaur dengan orang baru dengan cepat, memberikan impresi yang baik pada teman-teman Adit. Layka cenderung menjadi perempuan pemalu, pendiam, dan tidak punya kharisma seperti perempuan di sekumpulan Adit, yang ceria dan kadang juga berpikiran berat. Layka mau menyampaikan pendapatnya tentang hal-hal berat itu jika Layka sudah kenal betul dengan lawan bicaranya, cenderung cerewet malah. Layka kritis di mata teman-temannya, tapi apatis di mata orang-orang baru. Saat itu, mulai timbul ketidakpercayaan Layka pada dirinya untuk tetap mengagumi dan memuja langitnya, langitnya dan sekelilingnya sangat sulit untuk Layka selami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Ku
Fiksi UmumTentang Layka Azalea yang selalu mengagumi langit dan Bandung menjadi saksinya. Tentang kekaguman Layka Azalea pada seorang Aditya Lazuardi. Aditya Lazuardi, seorang pentolan himpunan di salah satu institut ternama di Bandung, teman satu himpunan L...