Dewa yang sudah bersiap-siap untuk pulang karena merindukan Vania di apartemennya. Saat ia tengah membereskan beberapa berkas-berkas pasien yang ia tangani.
Dewa dikejutkan akan tindakan Desi yang memeluknya dari belakang saat ia tengah membereskan berkas-berkas pasiennya yang akan disimpan ke lemari kabinet.
"Dewa... aku kangen."
Dewa menyentak lengan Desi yang memeluknya. Sehingga pelukan yang dilakukan Desi itu terlepas.
"Apaan kamu, Desi!" bentak Dewa kesal karena tindakan Desi barusan.
Desi diam seraya menatap wajah Dewa lekat. Ingin mencari tau apakah Dewa sudah tidak mencintainya lagi. Namun, kemurkaan Dewa membuat hati Desi sakit.
Melihat Dewa yang seperti itu membuat pikirannya tak berdaya. Dimata Desi, Dewa sudah tak mencintainya lagi. Karena ia tak melihat sorot mata Dewa yang dulu memujanya penuh cinta dan kini hanya ada kemarahan.
"Apakah benar kamu tidak mencintaiku lagi?" tanya Desi sedih. "Apakah kamu sudah melupakanku?"
Dewa mendengkus kesal tak menjawab. Melainkan ia membalik badan ingin mengambil tasnya. Lalu Dewa ingin segera pulang karena ingin menemui pujaan hatinya yang tengah menunggu dirinya.
"Dewa!"
"Diamlah, Desi. Aku tidak mencintaimu lagi. Jadi, jangan mengharapkan aku lagi. Aku mencintai orang lain." setelah mengatakannya Dewa kembali ingin segera pergi. Namun, ucapan Desi selanjutnya membuat langkah kakinya berhenti.
"Vania!" senyum sinis tersungging dibibir Desi saat Dewa diam ditempatnya. "Apakah wanita itu yang saat ini kamu tipu dengan berpura-pura menjadi suaminya?"
"Diam Desi!"
"Apa!" Desi tak gentar akan perkataan Dewa dan justru malah menantang Dewa. "Dokter macam apa kamu, yang dengan tega membuat pasien depresi hampir gila itu ditipu olehmu, Dewa. Kamu itu laki-laki berengsek."
Desi mengatakan semua itu dengan terisak menahan luapan emosinya yang tak terbendung.
"Terus apa masalahmu?"
"Kembaliakn Vania ke rumah sakit ini. Dia butuh penanganan. Kamu tau itu!"
Dewa terkekeh saat Desi mengatakannya membuat Desi mengerutkan keningnya. "Kamu salah, Desi. Vania itu sudah sembuh! Kamu tau apa, hah? Aku ini dokter. Jadi, mana yang gila dan mana yang tidak. Termasuk kamu yang saat ini hanpir gila. Kamu yang butuh penanganan, Desi!"
Sakit. Tentu saja sakit mendengar ucapan laki-laki yang masih ia cintai mengatakan hal yang menyakiti hatinya.
"Kalo tidak gila lalu apa, hah? Yang mengaku kalo kamu adalah suaminya?" tantang Desi marah. "Yudha? Bukankah dia sudah mempunyai suami yang meninggal itu? Lalu, kenapa kamu dianggapnya suaminya kalo gak gila, Dewa! Kamu itu kurang waras!"
Dewa geram. Ia mengepalkan kedua tangannya. "Terserah apa katamu! Yang jelas dia tidak gila karena aku akan menikahinya. Kamu mengerti! Dan jangan urusi lagi urusanku."
Setelah mengatakan itu, Dewa pergi meninggalkan Desi yang menggigit bibir bawahnya. Desi menatap kepergian Dewa. Ia merasa harapan untuk kembali bersama Dewa, pupus sudah.
Hanya kehampaan di lubuk hatinya. Desi menangis. Pikirannya kacau, rasanya tak sanggup kalau bertemu dengan Dewa setiap harinya. Justru akan menambah kadar kecintaannya semakin tinggi. Walaupun Dewa menyakitinya.
--oOo--
--oOo--
Eng ing eng...
Yudha-Vania-Dewa
Update!!
Jangan lupa beri vote ya...
hargai tulisan acak adul ini...
Memberi vote membuatku semangat karena dapat apresiasi dari kalian yang sudah membaca ceritaku ini...
Makasih!!Salam Hangat
(Wanda Niel)
IG : wanda_niel25
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Bayangan ✅
قصص عامةWARNING!! 🚫 21+ ⛔Sebagian Part Dihapus!!!⛔ Tersedia di Google Play & Play Books!! Vania adalah seorang istri yang sangat mencintai suaminya. Bahkan Vania akan rela melakukan apapun demi suami yang sangat ia cintai. Namun, saat kabar angin yang berh...