내가 나쁜 건지

870 47 8
                                    

Sekali lagi, pagi ini, pemuda itu datang tergesa-gesa sambil memeluk dirinya sendiri. Walaupun sudah mengenakan hoodie tebal oversize untuk menghangatkan diri, itu masih kurang. Sambil menghembuskan napasnya pelan-pelan di telapak tangan, pemuda itu mempercepat langkahnya pergi ke tempat bekerja. Matahari masih malas bersinar, tetapi senyuman dan semangat di wajahnya sudah lebih dulu menghiasi pagi.

Sambil menggeret sepatu kets kesayangannya itu, ia berbelok arah, menjajaki rute biasa yang ia tempuh untuk sampai ke tempatnya bekerja. Meski ia sudah punya lisensi, ia lebih suka pergi bekerja dengan jalan kaki. Yah, dia memang belum punya kendaraan pribadi. Tetapi walau begitu ia tidak mempermasalahkannya. Lelaki itu harus tangguh, menempuh jarak berapapun, ia harus sanggup.

Haha, pemikiran polos itu menjadi semangatnya untuk mengejar impian.

Seperti biasa pula, ia sampai pertama kali di tempat kerjanya. Dengan giat ia membuka semua pintu dan jendela, menyapu lantai, menyiapkan peralatan-peralatan juga sedikit mencuri waktu untuk membaca buku manual tata cara mengutak-atik mesin. Ketika rentetan kegiatan itu baru selesai separuh, ia dikejutkan oleh sebuah mobil mewah berwarna hitam yang menepi di pelataran yang sedang dibersihkannya. Ia lantas mengantisipasi si pemilik, karena jasa yang mereka tawarkan di tempat itu belum semuanya bisa terpenuhi jika pelanggan datang sepagi ini. Tetapi bukan sesuai dengan bayangannya, ia kembali dikejutkan.

Heeyoung, gadis itu keluar dari dalam mobil dengan senyumannya yang selalu saja menawan. Ekspresi wajahnya ketika melihat pemuda itu begitu mempesona, terutama ketika ia kemudian menghadiahi sebuah pelukan untuknya.

"Jihoon-a,"

Jihoon, pemuda itu teralihkan oleh penampilan Heeyoung. Dia berpakaian sama persis dengan kemarin saat ia pamit pergi ke kampus. Barang bawaannya pun masih sama, kecuali saat ini dia menenteng sepatu hak tinggi yang patah sebelah.

"Nu--nuna, mengapa baru-- apa nuna tidak pulang kemarin?"

Pertanyaan Jihoon hanya mendapat respon berupa kekehan kecil diikuti gerak tubuh yang biasanya diartikan sebagai 'meminta untuk merahasiakan sesuatu'.

Jihoon menjadi pemuda polos yang tidak banyak berkomentar. Ia hanya memikirkan kemungkinan-kemungkinan di dalam pikirannya sampai kaca mobil yang mengantar kakak kesayangannya itu diturunkan oleh si pengemudi.

"Nuna!" gerak refleks berupa tepukan pada orang di samping disertai ekspresi sedikit tidak terkendali langsung menjadi santapan si pengendara mobil. Jihoon mengenali dengan sangat siapa orang yang duduk di belakang kemudi itu. Dan menurut pengalamannya, ia perlu waspada.

"Ah, tidak apa-apa." Heeyoung menjawab dengan nada santai disertai sebuah kedipan manja.

Si pengemudi sepertinya juga terkejut, namun pembawaannya yang selalu saja tenang di hadapan orang lain berhasil menutupi keterkejutan itu, "ah, adikmu, ya?"

Heeyoung mengangguk cepat untuk pertanyaan itu.

"Kalau begitu aku pergi sekarang," lanjutnya, "jangan lupa untuk segera merevisi skripsimu, ya? Aku tunggu minggu depan. Harus ada perubahan yang signifikan. Kalau tidak... kau mengerti sendiri resikonya."

Jihoon mau tak mau mendengar percakapan yang sebenarnya tidak suka ia ikut campuri. Lagi, dia dipaksa mengerti karena usianya yang tidak lagi kekanakan dan pengalamannya sendiri tentang bagaimana gadis yang merangkulnya itu bertindak pada para lelaki.

"I know. Thanks for the ride,"

Jihoon seperti menjadi sukarelawan pada percakapan orang-orang dewasa ini. Dalam hati, ia tidak suka dengan cara Heeyoung begitu akrab dengan pria itu. Belum lagi jika dia mengingatnya sebagai dosen jahat yang diceritakan Heeyoung. Walau sosok itu tidak tampak di wajahnya saat ini, pemuda itu menduga sesuatu yang sangat ia tidak suka. Heeyoung mungkin telah melakukan itu dengannya.

Bonnie & Clyde | DEAN 18🚫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang