어제의 기억을 씻어 내려 봐도

1.1K 55 4
                                    

Pemuda itu berjalan cepat di antara dinginnya udara pagi. Entah mengapa hari ini ia sangat bersemangat untuk bekerja. Padahal seharusnya jam kerjanya dimulai satu jam lagi. Biarlah, dia sekalian ingin melakukan beberapa hal.

Tempat yang dipenuhi barang-barang yang terbuat dari besi itu masih sunyi. Suara siulan yang dilakukannya menjadi satu-satunya suara di tempat itu. Ketika memindahkan mur-mur dan peralatan reparasi lainnya, ia tidak sengaja melirik pada cermin, atau lebih tepatnya kaca jendela mobil bekas. Refleksi dirinya terlihat jelas dari sana.

Jika mengingat dirinya dulu, pemuda itu tidak akan menyangka. Dirinya yang saat ini sungguh lebih baik dari dirinya yang dulu. Ia sudah bisa mengangkat dagunya tinggi, tidak seperti dulu di mana ia terus saja menunduk dan menyembunyikan wajahnya.

Setelah melihat beberapa saat, ia mengakui bahwa wajahnya tidak begitu buruk. Mereka cukup nyaman untuk dipandang. Lagi, dia tidak mengada-ada. Beberapa orang bahkan mengakui itu. Wajahnya sangat manis dan menggemaskan. Pretty boy? Begitukah cara menyebutnya? Pemuda manis polos yang sangat menarik untuk dicubiti pipinya.

Andai, dia bisa bersyukur lebih banyak. Padahal wajah itu sudah cukup untuk dikatakan sebagai anugerah, tetapi ia menginginkan sesuatu yang lebih.

"Andai saja aku tampan, bukannya menggemaskan."

Bukan hanya itu keluhannya pagi hari ini. Jika ia utarakan, maka ia akan mendapatkan monolog panjang tanpa penyelesaian.

"Oh? Jihoon-a? Kau sudah ada di sini?"

Pemuda itu berbalik ketika namanya dipanggil.

Itu Heeyoung. Dia baru saja sampai di rumah.

"Nuna? Nuna dari mana? Apa nuna baru saja pulang?"

Jihoon bertanya dengan khawatir, tidak menduga akan menemukan Heeyoung yang berjalan pincang untuk sampai ke rumah.

"Sst! Jihoon-a. Kau bisa menjaga rahasia, kan? Jangan sampai ayahku tau."

Jihoon entah mengapa mendadak haus, ia lantas meneguk ludahnya. Entah itu karena embun pagi yang menganggu tenggorokannya, atau matanya yang tidak sengaja salah melihat.

"Nuna baik-baik saja? Kenapa nuna berjalan seperti ini?"

Heeyoung hanya tertawa renyah, "kau bisa bantu aku pergi ke kamar? Rasanya kakiku lelah sekali,"

Jihoon segera berjongkok, "Nuna naiklah ke punggungku. Aku akan gendong sampai ke kamar."

"Kau kuat menggendongku?"

"Aku... Aku akan coba."

"Sepertinya tidak usah, Jihoon-a. Aku tidak mau menyakiti punggungmu."

"Tidak!" pemuda itu tanpa sadar berbicara  terlalu keras, "maksudku... Aku kuat, nuna. Aku bisa melakukannya. Nuna jangan khawatir." lanjutnya lebih pelan.

"Tidak perlu, Jihoon-a."

Pemuda itu kecewa.

"Kalau kau gendong aku seperti itu, akan terasa pedih,"

"Hah?"

Untuk beberapa saat pemuda itu mencoba memahami apa maksud Heeyoung, dan ketika ia paham, ia malah salah tingkah.

"Jangan beritahu ayahku, ya?"

"Nuna--aku akan bantu nuna ke kamar, ya?"

Pada akhirnya Jihoon membantu Heeyoung pergi ke kamar dengan mengiringinya di pundak. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk membantu. Andai dia lebih kuat, dia akan mampu menggendong Heeyoung dengan kedua tangannya. Tetapi kenyataannya tubuhnya masih terlalu kurus untuk melakukan itu. Dia tidak akan sanggup jika harus berjalan menaiki tangga dengan Heeyoung dalam gendongannya.

Bonnie & Clyde | DEAN 18🚫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang