6. Kok?

248 66 16
                                    

Hari-hari sibuk kebut tugas dateng, setelah sebelumnya full free, bebas dari pelajaran karena ngurus MPLS.

Berbagai macem pelajaran produktif dengan nama yang baru yang malah bikin Sabrina mumet.


"Sat, kok tugas lo pindah ke MM?"

"Plis deh Bet, itu cuma mirip doang."

Sabrina total murung dengan segala mapel produktif barunya. Bisa gak sih, mapel produktif dikurangi aja, atau gak dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan peri kesiswaan.

Nyita waktu tidur, sampai nyisa cuma 3 jam, itupun jatah paling lama. Teruntuk tugasnya atau TA. Progress tiap pertemuan, terapi telinga dengan segala sindiran dari guru produktif.

Aya setrong kok.

"Ma, Aya berangkat!" jerit Sabrina dari luar rumah. Rampung mengikat tali sepatunya, berganti hendak memasang earphone.

"Nggak nunggu Ubay? Dia masih di kamar mandi tuh" si Mama keluar dengan apron bunga-bunga dan tangan memegang sendok sayur.

Sabrina menggeleng kecil, "Nggak deh ma, ntar kalo bareng Ubay ngebut soalnya dia pasti berangkatnya mepet jam masuk. Hari ini jam pertama Aya mau presentasi pelajaran produktif, soalnya"

Sabrina meraih tangan si mama, mencium dan mendapat usapan sayang di kepalanya. "Bekalnya?"

"Chek!" Sabrina tersenyum manis.

"Udah ya ma, keburu macet. Grab-bikenya udah hampir dateng, assalamualaikum!"

Sabrina berlari kecil. Dari pintu depan ke arah pagar, keluar dari pagar dan berlari keluar. Dirinya memesan Grab-bike di toko sepatu ujung kompleks. Yah supaya gampang si mamang Grabnya nyari.

Hendak menyebrang, Sabrina menatap eksitensi Genta dengan motor W175 yang khas. Dengan helm retro dan buff hitam yang juga khas Genta sekali.

Melewatinya begitu saja.

.
.
.
.

Sabrina merenung, memikirkan kejadian tadi pagi. Dimana tadi Genta melewatinya begitu saja. Oke, positif thinking. Doktrin otak awalnya.

Tapi logika saja, posisi Sabrina sendiri waktu itu jelas kelihatan banget kalau dari arah Genta. Buru-buru? Baru juga jam 6 lebih 5.

Sabrina juga bukan gak sadar, dua minggu ini keduanya jarang ketemu. Dia juga lebih sering naik Grab atau bareng Satria daripada Genta selaku ojek pribadinya belakangan ini.

Sejak dari rumah Genta waktu itu.

"Woi, ngelamun wae" Karin menjentikkan jarinya di depan wajah Sabrina. Mengalihkan sesaat atensinya sebelum balik menidurkan kepalanya di atas meja.

"Ada masalah?"

"Nggak ada"

Karin hanya mengangguk. Sebelum Thalia ikut datang dan duduk di kursi depannya, menghadap kearah meja Karin dan Sabrina.

Natap Karin, mengangkat alisnya dan  menggedikkan dagunya kearah Sabrina. Sedang Karin cuma ngangkat bahunya; nggak tahu kenapa.

"Kenapa Bri?" kali ini Thalia yang bertanya. Dengan menyodorkan Ultra Caramel di atas pipi tembam Sabrina; titipan tadi soalnya Sabrina mager ke kantin.

Sabrina bangun, menusuk Ultra miliknya dan menyedotnya. Menatap bergantian Karin dan Thalia yang berada disamping dan depannya.

Sedang yang ditatap, menunggu.

Bahkan sampai Sabrina menghabiskan susunya.

"Ini ngapain liatin gue mulu?—aduh!"

Serempak Thalia dan Karin memukul dan mencubit Sabrina.

TirefriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang