J-17; Perempuan Berambut Dora

2.3K 310 17
                                    

Pagi itu, ketika film kartun We Bare Bears sudah dimulai, pintu rumahku diketuk. Aku yang duduk berbaring malas di sofa sambil menonton tv sengaja mengabaikan suara ketukan itu.

Hanya ada satu kemungkinan yang terjadi, yaitu; pagi-pagi bertamu kalau bukan Jack, siapa lagi?

Aku masih kesal dengan Jack, karena semenjak pulang dari Sumatera perempuan sialan itu kembali berulah. Sudah dua hari ini dia tidak menghubungiku. Beberapa pesan yang aku kirimkan tidak dia balas, beberapa kali aku menelepon juga tidak dia angkat. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan perempuan itu. Matikah?

Setelah jeda iklan, karena suara ketukan yang semakin lama semakin menggangu--dengan terpaksa--aku beranjak dari dudukku dan membukakan pintu untuk si biang kerok.

Ketika pintu terbuka, dan ya, perempuan itu memperlihatkan gigi-giginya yang sekarang tidak lagi berkawat.

"Apa boleh aku masuk?"

Aku menggeleng, setelah itu aku kembali menutup pintu agar tidak melihat wajahnya lagi. Aku hanya tidak mau melihat wanita itu.

"Erika, aku tahu kamu marah. Tolong dengerin penjelasan aku dulu."

Dengan segala kesabaran yang aku punya, akhirnya aku kembali membukakan pintu itu.

"Bicara saja di sini, aku tidak ingin kamu menduduki sofaku."

"Erika, jangan begitu. Aku benar-benar minta maaf karena tidak membalas pesanmu bahkan tidak mengangkat telponmu. Ada situasi yang mengharuskan aku untuk tidak bersentuhan dengan ponselku, jadi aku tidak bisa menghubungimu."

Dahiku berkerut mendengar penjelasan Jack, "Situasi macam apa sampai-sampai kamu tidak bisa bermain dengan ponselmu sendiri?"

Terlihat tangan kanan Jack mengusap-usap tengkuknya, "Em.. Em.. Itu.. Masalah pekerjaan."

"Pekerjaan macam apa?"

Kembali Jack mengusap tengkuknya, aku mulai merasakan ada yang tidak beres dengan Jack. Apa dia sedang mencoba menipuku?

"Bilang saja kalau kamu sudah memiliki perempuan baru. Aku tidak keberatan kok jika harus mengembalikan cincin pemberianmu."

Tanpa berpikir lagi, aku melepas cincin perak yang melingkari jari manisku. Aku sudah muak dengan segala penjelasan Jack. Dia makin tidak masuk akal bagiku.

"Jangan seperti ini, Erika. Aku benar-benar minta maaf, sama sekali aku tidak memiliki kekasih baru. Hanya kamu satu-satunya perempuan yang aku punya."

Aku menghela nafas, "Pembual."

Karena tidak ingin mendengarkan penjelasan Jack lagi, aku menutup pintu dan pergi meninggalkan Jack di luar sana. Menghiraukan ketukan pintu yang terus dan terus saja berbunyi.

Aku muak dengan sikapmu, Jack!

≠≠≠≠

"Rik, ada yang mau gue omongin."

Ketika aku sedang menikmati waktu sendiriku di taman belakang cafe, aku mendengar suara langkah kaki Ruddy yang semakin mendekat. Laki-laki itu berjalan mendekat dan duduk disampingku.

"Mau ngomong apa?"

Laki-laki tambun disampingku ini terlihat seperti sedang menimbang-nimbang, antara ingin mengutarakan niatnya atau tidak.

"Rud, jadi mau ngomong nggak? Kalau nggak, mending kamu kembali bekerja sana. Aku sedang tidak ingin diganggu."

Ruddy memperhatikanku, dia memperlihatkan wajahnya yang tidak suka dengan jawabanku barusan.

"Kenapa sih sepulangnya lo dari honeymoon malah makin sinis? Pasti ada hubunganya dengan Jacqui, ya?"

Aku menghela nafas mendengar nama Jack disebut-sebut. Entah ini sudah yang keberapa ratus kali aku menghela nafas. Pikiran-pikiran negatif tentang Jack terus saja terputar dalam benakku.

"Dua hari kemarin Jack ngilang, terus tadi pagi dia dateng ngasih penjelasan. Tapi aku nggak mau kasih maaf buat dia. Aku ngerasa ada yang sedang disembunyikan."

"Ya ampun, Jacqui itu emang pandai bikin anak orang jadi galau. Dia belajar dari siapa sih?"

Kembali aku menghela nafas, "Jack memang perempuan yang menyebalkan. By the way, kamu tadi mau ngomong apa?"

"Tapi gue nggak tahu ini waktu yang tepat atau nggak."

Dahiku mengernyit mendengar perkataan Ruddy. Apa yang ingin dia sampaikan padaku? Apa dia ingin mengundurkan diri?

"Aku nggak akan acc kalau kamu pengen mengundurkan diri."

Mendengar hal itu, Ruddy tertawa terbahak. Aku sudah pernah bilang belum kalau aku tidak suka suara ketawa Ruddy? Suara ketawanya itu seperti kambing, jelek sekali.

"Bukan itu, Rik! Nggak mungkinlah gue resign, pekerjaan gue aja enak banget di sini."

"Ya terus kamu mau ngomong apa?"

"Em, jadi gini, kemarin pas gue lagi nganterin Rara pulang ke rumahnya, gue lihat Jacqui turun dari mobil bareng sama perempuan. Gue penasaran itu saudaranya apa bukan, jadi gue pengen tanya ke elu."

Mendengar hal itu spontan mataku terpejam. Telingaku terasa panas, sedangkan hatiku terasa terbakar. Jadi itu alasan mengapa Jack tidak menghubungiku? Karena ada perempuan lain?

Jadi pikiran negatif-ku selama ini benar? Jack kembali menduakan aku, kini dengan perempuan, bukan lagi dengan barang haram.

"Rik?"

Mendengar ada suara lain di tempat aku duduk, aku tersadar akan lamunanku. Masih ada Ruddy yang duduk disampingku.

"Seperti apa penampilan perempuan itu? Apa dia kelihatan nyentrik dengan potongan rambut seperti Dora?"

"Loh lo tahu?"

"Waku itu apa Jack keluar dari Avanza berwarna putih tulang?"

"Loh, jadi lo udah tahu? Itu saudaranya?"

Aku hanya bisa tersenyum pahit, dan menggeleng pelan.

"Dia bukan saudaranya, yang aku tahu perempuan itu temannya. Kemarin perempuan itu yang menjemput aku dan Jack di pelabuhan."

Ruddy mengangguk-anggukan kepala seperti paham dengan apa yang aku bicarakan. Laki-laki itu terlihat seperti menimbang-nimbang kembali. Apa yang sekarang sedang dia pikirkan?

"Jadi apa mungkin itu pacarnya?"

"Jangan buat kesimpulan dulu, Rik. Lo perlu mencari tahu lebih dalam lagi. Besok kalau gue ke rumah Rara, dan ngelihat ada Jack lagi, gue bakal ngasih tahu lo."

Aku mengangguk. Ruddy mendekatiku, dan menarikku ke dalam pelukannya.

"Jangan bersedih, jangan berpikiran negatif. Semua itu kan masih dugaan, masih bisa berubah statusnya. Bisa saja itu saudaranya."

Aku membalas pelukan Ruddy, saat ini memang pelukanlah yang aku butuhkan. Karena lagi-lagi aku harus merasakan kesedihan karena satu orang. Memang terdengar berlebihan, tapi aku hanya tidak mau diduakan lagi. Sudah cukup sekali aku diduakan, aku tidak ingin merasakannya lagi.

"Sebagai sahabat lo yang baik, gue nggak akan membiarkan elo disakiti lagi karena satu orang. Gue akan selalu ada buat lo, Rik."

"Thanks, Rud."

-0000-

Jacqueline.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang