"Alya, cepat ke ruang lab. Kamu sudah ditunggu kakak-kakak OSIS tuh!" ujar Winda, sahabat baikku.
"Iya, bentar lagi aku ke bawah. Kamu duluan saja, Win." sahutku. Aku menyelesaikan gambarku kemudian berjalan setengah berlari menuju ruang laboratorium yang saat itu sedang ada sesi wawancara calon anggota OSIS baru.
Aku duduk berhadapan dengan ketua OSIS yang saat itu memakai seragam sekolah lengkap dan rambut yang disisir rapih. "Pencitraan", batinku. Ketika perkenalan OSIS waktu orientasi, kalau tidak salah namanya Arul. Wajahnya agak mengintimidasi, walaupun tidak dapat ku pungkiri, dia tampan. Tapi aku tidak perduli.
Setelah para pengurus OSIS selesai dengan tugas mereka mewawancara kami, seluruh peserta yang tadi diwawancara disuruh berkumpul lagi di ruang lab karena ada beberapa pengumuman. Terakhir, sesi foto bersama. Lagi-lagi aku membatin, "Merepotkan saja".
Aku berada di barisan paling belakang, karena tidak terlalu terobsesi dengan lensa kamera. Berbeda dengan beberapa siswi lain yang terlihat dengan cepat merapihkan diri di depan kaca sebelum masuk ke barisan. Menonjolkan diri, salah satu hal yang tidak biasa aku lakukan. Beberapa kali jebretan, kami perlahan membubarkan diri. Karena guru di kelasku sedang tidak ada, aku duduk santai di sebuah kursi di pojok ruangan lab.
"Woy, gimana tadi?" Winda datang dengan pertanyaan yang sangat jelas menunjukkan keingintahuannya yang besar. "Biasa aja" sahutku singkat.
"Wahh kamu ya Alya, diberi kesempatan oleh Tuhan untuk berhadapan langsung dengan ketua OSIS tampan malah tidak bersyukur. Aku saja iri tau!"Aku diam sejenak, mencerna maksud dari sahabatku yang tidak bisa diam ini. "Iri? Memangnya apa yang spesial?" sahutku.
"Asal kamu tahu, Nita dan Fatma, dua siswi paling cantik di kelas kita saja tidak dilirik sama sekali oleh kak Arul. Tapi tadi pas kamu yang wawancara, bisa-bisanya kak Arul natap kamu lama. Kamu beruntung sekali, Al." ucap Winda sambil memanyunkan bibirnya.
"Oh, gitu" sahutku, kemudian memasukkan permen karet ke dalam mulutku dan mengunyahnya perlahan.
"Alyaaaaaa.....!" teriak Winda tepat di telinga kiri ku yang membuat seisi ruangan menatap kearah kami.Aku berjalan keluar dari ruangan lab menuju kelasku di lantai 2. Tepat di anak tangga ketiga, seorang siswa laki-laki mengalihkan perhatianku. Laki-laki yang memiliki wajah dan bentuk tubuh ideal menurutku. Aku terus berjalan perlahan sambil membalas tatapan tajam laki-laki itu dengan santai. Aku berlalu, menaiki tangga dan masuk kedalam kelasku. Tidak perduli dia masih menatapku atau tidak.
Aku meniup lalu meletupkan permen karet rasa mint di mulutku lalu mengguman pelan, "Seperti pemain bola favoritku, terutama rambutnya". Aku tersenyum sekilas, lalu meletupkan permen dimulutku lagi, berulang-ulang.
"Namanya Nazar, anak kelas 1A." Winda menyambar, entah dari mana dia datang setelah meninggalkanku di ruang lab tadi karena kesal.
"Oh, iya" sahutku. Lagi-lagi Winda berhasil membuat telingaku berdengung. Kali ini telinga kiri.
"Alyaaaaaaaaaaaaa!!!!!!"author;
hallo readers, FF pertama. Maklumin yaa wks.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trauma
RomanceYang dulu saya anggap indah kemudian menjadi hal terbodoh. Iya, bodoh! Itu yang selalu terlintas dibenak saya setiap teringat kenangan itu. Wanita polos yang berjuang melupakan, belajar tegar dan terus berjalan walau sendiri dalam traumanya. enjoy...