Minggu pagi~
"Alya alyaaa..." teriak ka Fitria sambil setengah berlari menghampiriku.
"Iya, kenapa kak?" sahutku sambil berdiri dari dudukku."Tumben kamu datang tepat waktu, biasanya juga terlambat" godanya sambil mencolek lengan kananku.
"Yaa, memangnya tidak boleh Kak?" sahutku sambil mengusahakan agar terlihat santai."Pasti gara-garaaa.. Nah, gara-gara Si itu tuuuhhh..." sambil menunjuk kearah seseorang di depan pagar yang baru datang.
Uh, Nazar? Jadi dia benar-benar bersedia ikut latihan paskibra untuk lomba nanti? Astaga. Oh Tuhan, tolong kondisikan jantungku.
Pacar orang, Alyaaa... Pacar orang. Sadar wooyyy !!!
Oke, hasil dari telunjuk ka Fitria berhasil membuat aku ingin berpuisi sekaligus bernyanyi. Lagu D'Masiv yang judulnya "Di antara Kalian" sama puisi yang judulnya "Kehancuran dan Cinta". Tapi sepertinya tidak perlu, kasian pendengar.
"Nah kaann, melamun. Sudah cukup memandangnya, nanti makin cinta. Hahahaha" ledek ka Fitria.
"Apa sih kak, aku kan mandangin abang tukang es krim tuuhh diluar pagar" sahutku mengalihkan pembicaraan."Mana tukang es krim? Abaaaang es kriiimmm, beliiii" teriak ka Fitria sambil berlari keluar pagar sekolah. Padahal, aku hanya mengarang. Aku tidak salah, kan?
Pukul 08.30 tepat~
"Selamat bergabung kepada kalian yang baru ikut latihan. sekarang kita pemanasan dulu seperti biasanya, Iyan dan Fitria silahkan ambil posisi di depan barisan" ujar pelatih. Si ketua OSIS, siapa lagi.
"Untuk gerakan pertama, dimulai dari kepala dulu. Tundukkan kebawah tanpa memejam, hitungan 1x8, hitung sama-sama yang keras. Gerakan di mulai" ujar kak Fitria lantang. Sangat kontras dengan wajahnya yang polos.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan..."
Proses pemanasan berlanjut sampai matahari juga mulai meninggi, dan menambah panas pemanasan kami. Paham kan?
"Alya, kesini sebentar" panggil kak Arul, si pelatih.
"Iya, kak" sahutku lalu berlari ke arahnya.
"Kenapa kak?"
"Saya ada sedikit masalah, kaki saya sedikit sakit karena bermain bola kemarin. Jadi saya minta tolong, nanti selesai latihan, kamu mengajari gerakan variasi hormat sambil langkah tegap yang minggu lalu kepada Nazar."What? Kenapa aku, kenapa?
Tapi aku pantang menolak tugas. Oke, aku terima."Alya, gimana?" tanya kak Arul memastikan.
"Siap, kak. Saya bersedia".Sesi latihan selesai~
Seluruh anggota terlihat membubarkan diri, kecuali aku.
"Nazar, sini sebentar" panggil kak Arul yang saat ini berdiri berdampingan denganku.
"Kenapa kak?" tanya Nazar yang sudah berada di depan kami. Dahinya basah, ada beberapa bulir keringat disana.Dia menyeka keringat dengan tangan kirinya, sehingga bulir-bulir itu tersingkir dari dahinya. Kemudian membenarkan posisi rambutnya yang agak acak akibat latihan tadi. Dia keren.
"Kamu belum diajarkan gerakan variasi kan, nanti Alya yang akan mengajari kamu" ujar ka Arul sambil menepuk pundak kiri ku.
"Oh, siap kak" sahut Nazar dengan santai.Oh, tunggu.. A...apa? Dia menyeringai? Apa aku tidak salah lihat? Apa si Nazar ini Psycho?
Mungkin hanya perasaanku saja. Oke Alya, think positive !
"Saya tinggal dulu ya, selamat berlatih" ujar kak Arul sambil tersenyum lalu setengah berlari ke motor hitamnya. Kakinya terlihat normal. Eh, kak Fitria? Dia ada di motor kak Arul? Hemm aku paham sekarang.
"Latihan disini atau di halaman belakang" seruku kepada Nazar dengan wajah datar dan sedikit canggung.
"Halaman belakang? Boleh juga. Kan sepi ya" sahut Nazar disertai senyum sekilas yang agak mirip dengan seringai."Heh, maksudku menawarkan latihan di halaman belakang itu supaya tidak panas seperti di sini. Jangan liar dong pikirannya!" ujarku.
"Liar? Kamu bisa baca pikiranku ya? Tapi sayangnya tidak tepat. Maksud aku sepi, agar bisa lebih konsentrasi menghapal gerakan variasinya." sahut Nazar disertai tatapan tajam kearahku sambil tersenyum puas.
"Yasudah, sekarang ke halaman belakang" ujarku lalu berjalan ke halaman belakang. Si Nazar hanya mengekor di belakangku. Untung saja dia tidak melihat wajahku yang memerah karena malu.
Aku mengajarkan gerakan variasi sesuai dengan yang diajarkan kak Arul kepadaku. Aku bertekad tidak akan pulang sebelum Nazar melakukannya dengan sempurna. Untungnya, Nazar orang yang mudah di ajari, jadi dalam 5 kali percobaan dia sudah hafal. Jadi aku memutuskan menyudahi latihan.
Aku berjalan ke arah motorku di parkiran depan. Aku mengambil sebotol air lalu meneguknya sambil duduk di atas motor biru ku. Di seberang, si Nazar juga melakukan hal yang sama. Duduk di motornya yang berdampingan dengan motor Iyan, tetapi tidak minum seperti yang aku lakukan. Dia merokok, mereka berdua merokok. Oh, aku benci perokok.
Pukul 11.15 tepat, aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Tubuhku sudah banjir keringat sejak pagi, ditambah hari yang makin siang makin panas. Di otakku terus berputar mengenai hal yang ku lihat tadi.
Nazar, dia perokok?
author;
haiii readers, apa kabar?
maaf yaaa aku jarang up, soalnya lagi bergelut sama tugas yang makin numpuk. hope you enjoy Guys, see u in next chapter, byeeee...
![](https://img.wattpad.com/cover/177639996-288-k437998.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Trauma
عاطفيةYang dulu saya anggap indah kemudian menjadi hal terbodoh. Iya, bodoh! Itu yang selalu terlintas dibenak saya setiap teringat kenangan itu. Wanita polos yang berjuang melupakan, belajar tegar dan terus berjalan walau sendiri dalam traumanya. enjoy...