Chapter 06

47 5 0
                                    

Paginya aku terbangun dengan kondisi yang mengerikan. Rambutku kusut dan berantakan. Riasan wajah yang kugunakan sudah luntur ke sekitaran wajah. Kakiku sakit bukan main dan tubuhku kedinginan akibat semalaman berdiam diri di jalanan untuk mencegat taksi.

Sementara Webby masih tertidur pulas di ranjangnya, aku pun berusaha sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara sedikit pun.

Dengan segera aku berjinjit dan meraih sebuah kaus polos dan celana panjang dari dalam lemari menuju kamar mandi. Aku juga menaruh ponselku di atas meja untuk mengisi ulang baterainya.

Sekitar 20 menit aku membersihkan tubuh di bawah siraman air hangat, aku bergegas mengenakan pakaian yang kubawa tadi dan mengeringkan rambutku di kamar dengan hair dryer. Lalu tiba-tiba ponselku bergetar dan menyala, pertanda ada pesan masuk. Seketika itu pula aku mendapat kabar dari dad bahwa dia akan datang ke New York 2 minggu lagi setelah proyek perusahaannya selesai.

Tak lama, aku kembali mendapatkan pesan. Namun kali ini nama Luke yang tertera di layar. Kontan senyuman di wajahku mengembang lebar. Seperti biasa, ia selalu menyapa dan menanyakan kabarku dan Webby. Luke adalah salah satu kakak kelas sewaktu di Senior High School dan kami masih berteman dekat, sangat dekat. Aku masih ingat kalau Kak Luke yang sudah menolongku saat aku pingsan pada masa orientasi siswa, saat itu juga dia menjadi ketua OSIS. Dengan tingkah konyolnya ia sudah membuatku tertawa dan melupakan kejadian yang suram. Bahkan Webby pun sudah mengenal Kak Luke, aku juga sering memanggilnya Luke walaupun aku tidak nyaman dengan panggilan itu.

Dengan lincah jari-jariku membalas pesannya setelah mematikan pengering rambut yang kugunakan. Aku bertanya padanya kapan ia akan berkunjung ke New York, tapi ia masih belum tahu karena masih sibuk bekerja di sebuah perusahaan Amsterdam. Oleh sebab itu bibirku langsung melengkung ke bawah setelah mendapatkan pesannya. Padahal aku sudah sangat merindukan Luke.

Bayangkan saja, sudah lebih dari 1 tahun kami tidak bertemu.

...

Awalnya aku sudah bernafas lega karena ketika aku menginjakkan kakiku di kelas Emilio tidak kutemukan di kursi manapun. Sampai mata kuliah berlangsung selama satu jam aku masih bisa menghirup udara bebas, toh kupikir dia tidak akan masuk. Namun, nyatanya aku salah. Dia tetap datang meski terlambat.

Sialnya dosen yang mengajar kali ini sangat baik. Maksudku terlalu baik. Ia selalu memperbolehkan siswa yang terlambat untuk masuk dan mengikuti pelajaran.

Dan lagi-lagi Emilio mengambil tempat duduk di belakangku. Aku berusaha keras untuk tidak menoleh ke arahnya. Aku mencoba bersikap masa bodoh meski aku sendiri tahu bahwa aku masih sedikit mencintainya.

"Baiklah!" Ujar Tn. Ratzel mengagetkan.
Suaranya yang sangat lantang memang sering membuatku nyaris seperti terkena penyakit jantung.

"Kita akhiri kali ini. Jangan lupa dengan tugas yang saya berikan, dikumpulkan dua minggu lagi. Selamat siang." Tuturnya

Aku pun berangsur dari kursiku untuk keluar kelas setelah memasukkan buku catatanku ke dalam tas. Beberapa orang memang terlihat meninggalkan kelas bersama teman-teman mereka, tapi aku bukan tipe gadis yang memiliki banyak teman. Well, tentu aku punya teman tapi hanya beberapa dari mereka hanya berinteraksi jika sedang butuh saja. Yah seperti meminjam buku catatan atau bahkan mencontek ulangan. Umm, apakah mereka termasuk teman?

Masa bodoh.

Sejak pindah ke New York pergaulan yang kutemui jelas berbeda. London dan New York sangatlah berbanding jauh. Tentu perbedaan pergaulan yang ada begitu ketara. Maka dari itu aku menghindarinya.

Namun terkadang aku merasa iri pada Teressa dan juga Webby. Menurutku mereka memiliki hidup yang bebas dan menyenangkan. Tidak ada beban. Dia bisa melakukan apapun yang ia mau tanpa perlu menyembunyikan sesuatu sepertiku. Maksudku, aku merasa begitu palsu.

"Kensy.."

Langkahku terhenti ketika mendengar seseorang memanggil namaku. Mengetahui siapa pemilik suara serak jelas membuatku sedikit ragu untuk berbalik.

"Kensy." Suaranya terdengar mendekat.
Otomatis aku berbalik ke arahnya.

"Ada apa?" Ujarku getir, menghindari kontak mata dengannya.

"Kita harus bicara." Jawabnya

Haruskah kukatakan padanya bahwa aku benci dengan gelagatnya yang menyombongkan diri dan tidak pernah santai saat berbicara?

"Ya."

Seketika itu juga dia berjalan menuju suatu tempat sementara aku mengekorinya. Emilio membawaku ke gedung belakang sastra yang sudah jelas sepi dan hanya dikelilingi oleh bangunan tua.

"Kau pergi kemana setelah pulang dari kuliah?"

"Itu bukan urusanmu."

"Mengapa kau selalu cuek terhadapku ken, apa kau masih benci padaku. Kumohon sudah berapa kali aku mengatakan ini, aku minta maaf."

Aku tergelak dengan omongannya. Bahkan dia dengan semudah itu menyuruhku untuk memaafkannya.

"Ada alasan tersendiri bagiku tidak mau menerima permintaan maafmu. Pertama, karena aku sudah melihat sendiri sikapmu yang sebenarnya. Kedua, karena kau bertingkah seperti seorang brengsek. Ketiga, kau membuat Kylie benci kepadaku bahkan kami bertengkar hebat. Dan terakhir, aku muak berurusan denganmu."

"Bisakah mulai hari ini dan seterusnya kau tidak menggangguku?"

Ia sempat membuang muka dariku selama beberapa detik kemudian kembali memandangiku lagi.

"Dengar, aku tidak sengaja dengan Kylie. Kaulah yang bertingkah seenaknya, wajar jika selama ini kau membuatku marah."

"Tidak sengaja kau bilang?" Aku tergelak lagi
"Jika kau memang ingin meminta maaf padaku, mengapa kau katakan bahwa aku sepenuhnya bersalah atas kelakuanmu."

"Bukan aku yang bersalah. Salahkan adikmu."

Oh.

"Baik. Kalau begitu jangan berharap aku memaafkanmu." Ujarku seraya berbalik hendak meninggalkannya.

"Tunggu!" Emilio mencengkram lenganku dengan kuat.

"Kau mau pergi kemana lagi?"

Sontak aku menepis tangannya kuat-kuat hingga terlepas. Tapi dia berhasil menarik pergelangan tanganku kembali hingga aku berada tepat di depannya.

"Apa maumu?" Aku berdehem satu kali, namun justru Emilio tersenyum menyeringai dan berdecak pinggang.

"Kau ingin aku menjauh darimu?" Ucapnya

Ya. Sangat teramat ingin!

"Begini, jika dalam dua minggu ini kau berhasil mendapatkan kekasih maka aku akan menjauh dan tidak bertemu denganmu lagi, juga kau harus memperkenalkannya padaku. Tapi, jika dalam dua minggu ini kau tidak mempunyai kekasih aku akan menjadi kekasihmu dan kau tidak boleh menolaknya."

Tunggu. Apa ia sedang menantangku? Oh, yang benar saja! Ayolah! Dia pikir mencari kekasih itu sesuatu yang sulit?

"Tentu. Aku sepakat." Ujarku

Dalam sekejap seringaian di wajahnya menipis dan menghilang. Kurasa ia tidak mengira bahwa aku akan menerima tantangannya.

"Bagus. Semoga beruntung sayang." Tuturnya

Dengan tergesa-gesa aku berbalik meninggalkannya di tempat. Untuk yang kedua kalinya aku ingin berkata bahwa Emilio adalah pria brengsek! Lihat saja nanti. Akan kubuktikan padanya bahwa aku tidak sepayah yang ia kira.

Identitas Peranan
Kensy Nicole Jenner (Kendall Jenner)
Kylie Nicole Jenner (Kylie Jenner)
Webby Anastya Johnson (Gigi Hadid)
Harry Styles (Himself)
Nataly Jenner (Rosamund Pike)
Joe Nicole Jenner (Robbert Pattinson)
Emilio Martinez (Himself)
Luke Hemmings (Himself)
Gerald Edward (Greyson Chance)
Teressa Flynn (Taylor Swift)
Syeni James (Selena Gomez)
Nathan O'Donnell (Sean O'Donnell)
Liam Payne (Himself)
Niall Horan (Himself)
Zayn Malik (Himself)
Louis Tomlinson (Himself)

To be continued!
++200 VOTES til the next chap and COMMENT:P

GOTTA BE YOU//🥀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang