Bagi pembaca lama, silakan baca dari awal yaa, karena ada beberapa perubahan hehe Jangan sungkan meninggalkan komentar ya!^^
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sofyan. Seorang mahasiswa semester atas, tepatnya semester enam, dari jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris. Pemilik definisi laki-laki baik yang sesungguhnya. Tak pernah macam-macam, tak pernah marah atau sekadar bersuara keras, tak ada hentinya tersenyum, dan amat menyayangi keluarganya.
Tentu saja, banyak perempuan yang secara terang-terangan menyatakan perasaannya, bahkan ada yang memintanya untuk menunggu dirinya lulus. Sayangnya, belum ada yang membuatnya tertarik, sehingga dia harus berulang kali melakukan penolakan halus. Namun, tiba hari itu.
Hari di mana untuk kali pertama dirinya bertemu dengan gadis tersebut. Gadis yang berhasil membuatnya memandanginya, bukan sekadar melirik. Hari itu bukanlah hari spesial, hanya hari di mana dirinya, sebagai SC kepanitiaan dari jurusannya, melakukan rapat silang dengan panitia lain dari jurusan tetangganya, Sastra Inggris. Dari sanalah, dia pertama kali melihat gadis tersebut.
Gadis sederhana, namun begitu anggun. Wajahnya tidak beriaskan make up berlebihan, seperti mahasiswi lainnya. Sekilas melihat, dia langsung tahu gadis tersebut hanya mengenakan bedak dan pewarna bibir dengan amat tipis. Pakaiannya pun sangat kasual, namun terlihat gagah dengan bahunya yang lebar. Rambutnya diikat kuda, membuat wajah bulat berkacamatanya terlihat semakin manis.
"Ayu tah, Yan?" Sofyan tersentak dengan rangkulan tiba-tiba tersebut. Dirinya menoleh cepat saat sadar apa yang sedang dibicarakan sobat karibnya tersebut.
"Hehehe, iyo. Tapi, sudah ada yang punya sepertinya, mana mungkin belum ada yang terpikat."
"Kita sedang bahas siapa, sih?"
"Gita. Benar, kan?"
"Gita siapa?"
Sofyan membelakakan matanya tak percaya. Dia baru saja dibodohi rupanya. Yang membodohi justru tertawa puas berhasil menjahili sobat karibnya yang terkenal tertutup perihal asmaranya.
Laki-laki itu berjalan gontai keluar dari gedung berlantai tujuh paling ikonik di kampusnya menuju gedung fakultas yang berada di samping gedung tersebut. Seharian berada di kampus membuatnya rindu dengan kasur di kamar kontrakannya. Sayang sekali, seakan belum cukup membuatnya terperangkap di luar seharian, hujan turun tanpa permisi mengguyurnya yang baru akan menyalakan mesin motor. Dengan cekatan, ia mengambil helmetnya dan menepi ke depan pintu masuk gedung fakultasnya, bergabung dengan beberapa mahasiswa yang juga baru akan berjalan pulang.
Ia mengeluarkan payung biru tua miliknya dari dalam tas, berniat kembali ke motornya untuk mengambil jas hujan di dalam bagasi. Baru akan melangkah, diurungkannya niat tersebut. Gadis yang akhir-akhir ini berhasil mencuri beberapa menitnya dalam sehari karena memikirkannya, baru saja keluar dengan tergopoh-gopoh dan berubah lemas saat melihat hujan yang turun begitu deras. Tangan kanannya yang menggenggam beberapa dokumen terjatuh ke sisi badannya, bisa ia tebak, pasti gadis itu baru saja menyelesaikan proposal pendanaan di akademik yang terkenal meribetkan itu seharian ini.
Entah sadar atau sudah tidak peduli, tapi tak mungkin tidak peduli, karena berdiri sisi kanan badannya terkena tempiasan hujan. Dengan sedikit ragu-ragu, Sofyan mengulurkan payungnya sedikit lebih maju agar mampu melindungi tubuh gadis itu dari air hujan yang nakal. Baru saja rasa gugupnya hilang, beberapa mahasiswa yang berdiri tak jauh darinya, bahkan yang baru keluar, menatapnya dengan raut wajah beragam.
Apa ini terlalu kentara? Sofyan bertanya-tanya dalam hati. Dia pun maju selangkah lebih dekat dengan tubuh gadis tadi. Apakah ini terlalu dekat? Tanyanya lagi, saat ia sadar, dirinya bahkan bisa mencium aroma harum dari rambut gadis tersebut. Tinggi mereka tak begitu jauh, mungkin hanya sekitar sepuluh sentimeter, dan hal itu membuatnya mampu memandangi gadis itu—ralat, rambutnya—dari atas.
Dering singkat ponsel seseorang kembali menyadarkan Sofyan dari lamunannya, terlebih dering tersebut berasal dari ponsel gadis di depannya. Tak berniat mengintip, namun pesan pendek nan singkat yang tertera di sana menarik perhatiannya, pesan dari mamah gadis tersebut.
'Dek, besok kamu pulang ya, papahmu tiba-tiba sakit.'
Anak lainnya mungkin akan dengan mudahnya membalas 'iya' atau lebih dari itu, namun Gita, ya, gadis itu, memandang lama pesan tersebut, seakan-akan menimang-nimang dengan segala pertimbangan di kepalanya. Seakan tak mau mengambil keputusan salah.
Ibu jarinya sudah mengetuk beberapa huruf, namun segera dihapusnya.
'Besok aku ada rapat di kampus, Mah'
Setelah itu, gadis tersebut langsung berlari menerobos hujan di depannya.
Sofyan bahkan tak sempat memikirkan alasan yang tepat untuk mengejarnya. Dia butuh sendiri, pikirnya.
Rasa lelahnya berubah kalut. Seakan luntur oleh air hujan yang menampiaskan sebagian sisi tubuhnya sedaritadi. Alih-alih ingin mengajak berkenalan, ia justru ingin berbincang. Alih-alih bercerita tentang dirinya, ia justru ingin mendengar cerita tentang Gita. Alih-alih mengisi hatinya, ia justru ingin melunakan hati gadis tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Titik
Ficção AdolescenteIni mungkin cerita tentang kita; kita yang sering merasa bimbang untuk melangkah, meski hanya selangkah, kita yang berusaha memahami perasaan orang lain, tapi tidak dengan perasaan sendiri, kita yang sering menunda untuk jujur, hingga akhirnya berte...