Bagi pembaca lama, silakan baca dari awal yaa, karena ada beberapa perubahan outline hehe Jangan sungkan meninggalkan komentar ya!^^
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Tapi aku tidak mau pulang!" Abi kecil kembari merengek.
"Sedaritadi kamu menangis karena kehilangan ayahmu, sekarang mau kubantu carikan, kamu malah tidak mau pulang. Maumu apa, sih?" Anak perempuan di hadapannya semakin lama ikut kesal, membuat Abi kembali menciut.
"Aku... tidak ingin bertemu Ibu di rumah." Ucap Abi dengan lirih sembari menundukkan kepalanya semakin dalam.
"Ayah memang orang yang paling menyenangkan di rumah, selalu punya cara untuk memanjakan, tidak seperti Ibu yang berisik setiap hari. Tapi, kalau dipikir-pikir, rumah tidak terasa seperti rumah kalau sedang tidak ada Ibu. Bukannya begitu?"
Abi kecil tidak begitu paham yang dibicarakan anak perempuan yang ia tidak tahu namanya tersebut, yang baru saja datang menghampirinya dengan minuman tidak enak yang ia suka katanya, agak menyebalkan karena berlagak layaknya orang dewasa, padahal mereka terlihat seumuran, walaupun gadis tersebut agak sedikit lebih tinggi darinya.
"Ayolah, Papah juga pasti sedang mencari-cari aku."
Abi kecil masih terdiam dengan posisinya sedaritadi.
"Kamu punya kakak?"
Abi kecil menggeleng pelan.
"Kalau begitu kamu punya aku."
Abi kecil mengangkat kepalanya, kembali memandang anak perempuan tersebut dengan tatapan tidak mengerti.
"Kamu pasti lebih muda dariku, kamu benar-benar kelihatan sangat bodoh. Dengar ya, kalau kamu mau pulang sekarang, aku akan menjadi kakakmu. Kalau kamu mau pulang sekarang dan suatu saat kita bertemu lagi, aku akan mengajakmu ke pantai paling indah di sini. Mau?"
Entah seakan enggan kembali dikatakan bodoh, Abi kecil mengangguk cepat. Tiba-tiba saja tangan kirinya sudah digenggam, dan ditarik pelan. Seperti robot, ia hanya ikut berjalan mengikuti anak perempuan tersebut membawanya. Untuk pertama kalinya, ia merasa aman selain bersama ayahnya.
"Woy!!"
"Hah...."
"Hah?? Lo mimpi buruk atau sakit? Gue pikir lo udah mati tadi, kata penjaga kos lo, lo seharian ga keliatan keluar kamar."
Abi mengambil jam weker yang berada di meja di samping tempat tidurnya. Ia sudah tidur seharian rupanya. Ia mengelap peluhnya yang bercucuran dengan kaus yang entah sejak kapan sudah ia lepas.
"Mulut lo emang butuh saringan kayanya, ya?"
"Hahahaha, ada juga kepala lo yang butuh saringan. Mimpi apa, sih? Serem banget kayanya."
"Nanya mulu lo kayak wartawan." Abi bangkit dari kasurnya, mengambil salah satu kaus dari dalam lemari pakaiannya dan mengenakannya.
"I'm asking cause I'm caring, bro. Nggak pernah dapet perhatian begini, nih." Gaza yang baru sadar dengan ucapannya barusan seketika menatap sobat karibnya tersebut dengan hati-hati. "I'm sorry, I'm not meant to...."
Abi menyerahkan segelas air mineral untuk Gaza, dan ikut duduk di sampingnya. "Chill, dude. Anyway, tadi bukan mimpi buruk, mimpi indah, kok. Gue malah nggak mau bangun tadinya."
"Good, then. Untung tadi gue udah ijinin lo."
"Ini lo udah balik?"
"Rapatnya cuma bentar, sayang banget lu nggak ikut."
"Tadi lo ijinin gua apa?"
"Gua bilang sakit."
"Cemen banget alasannya."
"Ya habis, lu nggak nitip pesan apa-apa, daripada kena SP."
Abimanyu tidak terlalu peduli juga sebenarnya, karena yang sebenarnya dia butuhkan hanyalah beberapa sertifikat yang menandakan bahwa dirinya 'cukup' aktif selama perkuliahan.
"Lo bener-benar nggak mau coba sedikit lebih aktif?"
"Bukannya ini sudah gue lakukan?"
"Nope! Belum sama sekali. Yang sudah lo lakukan hanyalah membohongi diri lo sendiri."
Dia sontak menoleh ke arah sobatnya tersebut dengan tatapan seakan-akan ingin memakannya hidup-hidup.
"Bukannya lo ingin terlihat baik di depan dia saat sudah bertemu nanti? Menunjukkan bahwa dia adalah alasan lo melakukan ini semua?"
Abi kesal, mengetahui laki-laki di sebelahnya tersebut tahu betul titik sensitifnya.
"Lo memang sengaja menyenggol titik lemah gue, ya?"
Gaza tertawa puas dan kembali menyeruput minumannya . Sedangkan Abi terdiam. Dia seharusnya sudah siap dengan segala konsekuensi dari setiap sikapnya selama ini. Tapi hanya dengan mengingat anak perempuan di masa kecilnya tersebut langsung membuat dirinya malu jika membayangkan tidak ada yang bisa dia banggakan saat bersua nantinya. Berhadapan dengan banyak orang memang bukanlah dirinya.
"Besok ada rapat besar terakhir, jangan skip."
"Oke."
"Inget, jangan skip. Lo MC, tapi jarang banget ikut jadwal briefing-nya. Ngamuk tuh PJ-nya."
"Iya-iyaaa."

KAMU SEDANG MEMBACA
Titik
Teen FictionIni mungkin cerita tentang kita; kita yang sering merasa bimbang untuk melangkah, meski hanya selangkah, kita yang berusaha memahami perasaan orang lain, tapi tidak dengan perasaan sendiri, kita yang sering menunda untuk jujur, hingga akhirnya berte...