Awalan yang Berakhir

240 36 50
                                    

 "Selamat malam, Kawula Muda! Kembali lagi dengan penyiar kesayangan kalian! Hahaha. Anyway, seperti biasa, ya, kalian bebas request lagu favorit kalian atau yang ingin titip pesan untuk orang tersayang..."

Suara itu.

"Maaf, Pak, volumenya..." Seakan tahu maksud penumpangnya, supir taksi tersebut dengan segera menambah volume speaker radio mobilnya. "Terima kasih banyak, Pak." Ia kembali bersandar, menenangkan degup jantungnya yang tiba-tiba berdegup amat kencang.

Sudah dua tahun ini, ia terus tersenyum lebar semudah ini; hanya karena suara dari radio. Suara yang setiap harinya memenuhi indra pendengarannya. Suara yang setia menemani malam-malam panjang melelahkannya.

Tiba-tiba sebuah ide terbersit begitu saja. Dengan lincah ia mengetikkan sesuatu di mesin pencarian otomatis.

"Pak, saya ubah alamat tujuannya, ya...."

Gadis bermata bulat itu melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan waktu larut, sambil sesekali menguap. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket, sembari terus menoleh ke kanan dan kiri berulang kali, menunggu seseorang yang tidak kunjung datang. Karena kelelahan, ia pun duduk mengampar di depan bangunan kecil tempatnya setiap hari melakukan siaran. Pintunya sudah dikunci. Bahkan hanya lampu depannya saja yang masih menyala.

"Maaf membuatmu lama menunggu...."

Gadis tersebut baru saja ingin bernafas lega saat melihat sepasang kaki menghampirinya, sayang, bukan pemilik suara itu yang ia tunggu sedari tadi. Melainkan suara yang ia tunggu-tunggu selama beberapa tahun terakhir.

Dengan ragu-ragu, ia mengangkat kepalanya. Kini ia mampu melihat wajah pemilik suara yang dulu pernah sangat berisik, mengganggu hari-harinya, namun menghilang bersama jejak langkahnya yang bermil-mil jauhnya.

"Sudah selama ini, tidak bisakah kamu tunjukkan ekspresi yang lebih menyenangkan untukku?"

"Sudah selama ini, kamu menghilang tanpa kabar dan sekarang kembali datang setenang itu?

Laki-laki itu tersenyum hangat. Di luar dugannya, namun ia sudah mewanti-wanti dirinya sendiri untuk menerima setiap konsekuensi yang harus dihadapinya.

"Sudah malam, ayo, pulang."

"Pulangku tidak lagi sama seperti dulu."

"Aku hanya ingin mengantarmu pulang ke rumahmu."

Gadis yang diajak bicara tidak segera menjawab ataupun bergerak. Melainkan terus memandang laki-laki di hadapannya dengan tatapan yang seakan-akan ingin memakannya hidup-hidup. Alhasil laki-laki bertubuh tinggi nan tegap tersebut menjulurkan tangan kanannya, berniat membantu gadis tersebut untuk bangun.

Setelah dipandanginya tangan tersebut lumayan lama, gadis tersebut pun tak bisa menahan keinginannya selama bertahun-tahun ini untuk kembali menggenggam tangan tersebut. Baru saja ingin mengulurkan tangannya, sebuah suara yang ia tunggu sedari tadi menginterupsi mereka.

"Dia pulang bersamaku."

Sontak, mereka berdua menoleh ke arah suara.

Ia tidak hanya menginterupsi dua orang yang tampak tengah bersitegang tersebut, namun juga merusak momen yang telah ditunggu kedua orang tersebut dengan berjalan menghampiri mereka.

"Terima kasih sudah menemaninya. Permisi, kami pulang dulu."

"Tunggu dulu!" Baru hendak berbalik, laki-laki yang lebih dulu sampai tadi dengan cepat meraih tangan si perempuan, hingga kulitnya menyentuh benda yang melingkari jari manis perempuan tersebut.

Kata-kata yang sedari tadi, ralat, kata-kata yang bahkan selama ini ingin ia katakan pada gadis tersebut seketika tertelan begitu saja, entah lari ke organ miliknya yang mana. Otaknya seakan beku seiring dengan dinginnya malam. Lidahnya pun kelu untuk sekadar merangkai kata-kata.

Selama itukah aku pergi, sampai kamu tak bisa menunggu?

TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang