Bagi pembaca lama, silakan baca dari awal yaa, karena ada beberapa perubahan hehe Jangan sungkan meninggalkan komentar ya!^^
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Evaluasi. Checked.
Gita akhirnya bisa bernafas lega. Program kerjanya kali ini sebenarnya tak begitu menyulitkan, hanya saja berbarengan dengan program kerja lainnya yang membuatnya harus sedikit ekstra dalam membagi fokusnya.
Beberapa dari panitia yang menghadiri eval, sudah melarikan diri dengan gesitnya, seakan ingin membebaskan diri.
"Belum pulang, Git?" Tanya Kenny, koordinator divisi acara, bisa dibilang atasannya selama program kerja ini.
"Sek, mau bernafas dulu, belum dijemput juga. Kamu?"
"Ini mau order ojek. Nunggu di luar, yuk? Gerah di sini."
Gita mengangguk mengiyakan.
"Proposal sudah naik, Git?" Tanya Kenny tiba-tiba, membuat Gita kembali mual, sekaligus jengkel mengingat sempat dikerjai saat mengurus proposal yang dimaksud.
"Sudah, kok. Kemarin proposalnya sudah aku ambil. Tapi belum bisa cair, karena mereka masih nunggu laporan pertanggung jawaban proker kita yang ini."
"Waduh, nanti coba difollow-up terus ya sekretarisnya."
"Sip, tadi memang sudah siap, kok, katanya. InsyaAllah senin besok ini sudah naik."
"Terbaik, deh, Gita," Kenny memeluk Gita erat, melepas seluruh kegundahannya. "Ojekku udah dateng, aku duluan ya!"
"Hati-hati, Ken!" Gita membalas dengan lambaian dengan sumringahnya. Kemudian mengambil posisi dan duduk seorang diri di Boulevard fakultasnya. Hari kuliah biasanya, tempat tersebut tidak akan sesepi itu, akan selalu ada satu-dua anak yang merokok, nongkrong dengan gerombolan masing-masing, atau sekadar menunggu jemputan atau menunggu teman yang ditunggu.
Gita membuka ponselnya dan mengecek aplikasi Whatsapp-nya, namun belum ada balasan lagi, mungkin om-nya masih di jalan.
Kemarin, hari Jumat tepatnya, ia mendapat pesan singkat dari mamahnya yang memintanya untuk pulang ke rumah, karena papahnya yang mendadak jatuh sakit. Dirinya semalaman dilanda kegalauan hingga tidak bisa tidur. Padahal sorenya, ia sudah menolak untuk pulang dengan memberi alasan rapat agar tidak terlalu terdengar jahat. Namun, balasan dari mamahnya cukup menyentak, membuatnya mau tidak mau akhirnya mengiyakan.
"Hati-hati kesambet." Ucap seseorang, membuyarkan Gita dengan lamunannya. Gita bukan orang yang pelupa, ia memang tidak kenal dekat dengan si empunya suara, namun sekali berurusan dengannya membuatnya cukup tahu bahwa laki-laki ini adalah orang yang cukup menyebalkan.
"Makasih sudah disadarkan." Balas Gita sekenanya, namun masih berusaha agar tidak terdengar terlalu menyebalkan.
"Masih kenal gue, kan?"
Gita spontan menaikkan kedua alisnya, kemudian sedikit menimang, apakah dia harus merespon gurauan laki-laki itu atau tidak.
"Siapa ya?"
"Hahahaha, masih rupanya." Ucap laki-laki tersebut, membuat Gita mendelik. "Maaf ya, lo pasti masih kesel banget sama gue. Gue nggak merasa perlu menjelaskan apa-apa, sih, karena pun lo tahu alasannya, yang ada cuma bikin naik darah, hehe." Siapa juga yang ingin tahu? Batin Gita, namun dia hanya mengangguk pelan sebagai balasan dan kembali pura-pura sibuk dengan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik
Teen FictionIni mungkin cerita tentang kita; kita yang sering merasa bimbang untuk melangkah, meski hanya selangkah, kita yang berusaha memahami perasaan orang lain, tapi tidak dengan perasaan sendiri, kita yang sering menunda untuk jujur, hingga akhirnya berte...