Chapter 2

133 51 68
                                    


Min Yirae's~Pov

Pernahkah kalian merasakan Jatuh Cinta? Aku yakin ketika kamu merasakan perasaan itu. Hatimu akan berdetak lebih cepat, satu pandangan mu terfokus untuknya, waktu luangmu akan seluruhnya kamu berikan untuknya.

Yaa, begitu yang aku rasakan saat ini. Jatuh cintaku bukan kepada seseorang layaknya anak muda zaman sekarang. melainkan, jatuh cintaku kepada alunan Indah piano yang membuat hatiku berdebar cukup keras. Aku dapat merasakan sensasi yang nyaman ketika jari ini memijitnya. Auraku, pesonaku terkumpul tatkala aku memainkan piano itu,  itu yang dikatakan Yoongi oppa. 

Kalian pasti menganggapku gila? Ya aku memang tergila-gila dengan alunan musik itu. Terserahlah, mungkin kalian tidak mengerti maksudku. Abaikan saja hahaha...

Teringat, aku selalu memainkan piano saat aku kecil dulu bersama Yoongi Oppa, kami tertawa bersama, bermain piano bersama sampai lupa akan waktu. Aku bernyanyi dengan diiringi piano yang dimainkan oleh Yoongi Oppa. Sampai dulu aku bercita-cita ingin menjadi Pianist terkenal.

Terkadang, kami selaku mencuri waktu untuk memainkan piano, bersembunyi ketika memainkannya, kami tahu appa tidak menyukai aktifitas kami yang berlebihan jika kami sudah berada dihadapan piano. Appa akan sangat marah jika mengetahui kami memainkan piano yang sudah Appa simpan di Gudang.

Aku dan Yoongi Oppa sama-sama menyukai alat musik, salah satunya adalah jenis Piano. Aku selalu menyukai permainan Yoongi Oppa ketika jarinya yang Indah memijit setiap Tuts piano, tangannya lihai, oppa selalu memejamkan matanya ketika memainkan piano. Terlihat dari pandanganku bahwa dia sangat menikmati dan meresapi setiap suara yang terdengar dari Tuts piano. Dia merasakan jatuh Cinta dengan piano saat itu, sama halnya dengan perasaan yang aku alami sekarang ini.

Tetapi dengan adanya Piano, Hubungan Appa dan Oppa merenggang. Aku selalu melihat mereka bertengkar, mempermasalahkan keinganan mereka yang bertolak belakang, sampai pada akhirnya Yoongi Oppa memutuskan untuk pergi dari rumah bersama mimpinya yang selama ini ia pendam.

Setelah kepergian Oppa , hari-hari ku menjadi sulit, aku tidak bebas memainkan Piano sesuka hati. Waktu ku dihabiskan oleh belajar, belajar, dan belajar. Belum lagi aku menjadi korban sasaran keegoisan Appa yang memaksaku untuk masuk ke Jurusan Manajemen Bisnis ketika aku hendak memasuki dunia perkuliahan. Aku tahu maksud Appa memaksaku untuk masuk ke jurusan yang Appa pilih, itu guna agar aku menjadi penerus bisnis Appa yang sudah lama ia bangun. Tak habis pikir, Appa memaksakan kehendak yang sama sekali aku tidak terima. Bagaimana mungkin anak gadisnya ia paksa untuk suatu keegoisan yang tentunya bukan sesuai dengan Kriteriaku. Ini semakin membuatku muak, aku tidak bisa menggapai cita-citaku, mengikuti jejak Yoongi Oppa Yang sekarang sukses menjadi Producer sekaligus Rapper itu. Terkadang aku iri dengannya. Aaah bukan, maksudku aku benar-benar iri dengannya, berjalan sesuai dengan keinginannya, menikmati waktu dengan sentuhan piano, dan tentunya bisa menghirup udara bebas tanpa kehadiran Appa disampingnya.

Aku duduk dengan tumpukan buku dihadapanku, aku menggaruk kepalaku dengan kasar sambil mendesah tak karuan.

Ini sungguh menyiksaku!

Aku harus belajar tentang ilmu Manajemen pemasaran, manajemen bisnis, manajemen perkantoran, Akuntansi. Ayolaah apapun itu, semakin membuatku pusing. Aku berharap ada seseorang yang menolongku dari jerumusan jurang neraka ini, Yoongi Oppa? Eomma? siapapun itu bantu aku dari kesengsaraan ini hiks... T_T

Alunan musik piano Choplin, memenuhi indera pendengaranku, kupakai Headphone untuk mendengarkannya agar tidak terdengar pula oleh Appa di bawah sana. Kupaksakan diri untuk membaca tumpukan buku yang membuatku pusing itu.

Tok Tok Tok!

Ketukan pintu itu sangat familiar bagiku, ketukan tiga kali yang terdengar lembut dan tidak memaksa. sudah kupastikan bahwa itu adalah Eomma. Kutarik gagang pintu itu, dan kubiarkan Eomma membututiku dari belakang.

"Kau sedang belajar?" Tanyanya sambil duduk ditepian ranjangku.

Aku menganggukan kepala, lalu duduk di kursi belajar yang berhadapan dengan Eomma.

"Akhir pekan ini kau tidak sibukkan sayang?"

"Eoh, Waegeureh Eomma?"
(Iya, kenapa?)

"Kalau begitu, kau bisa mengantarkan bekal untuk oppa mu ke Apartementnya? Eomma tidak bisa mengantarkannya kebetulan Eomma harus pergi ke Busan menemani Appa mu untuk perjalanan Bisnis."

"Nee, arraseoyo."

(Baiklah, aku mengerti)

Yo~kalimat formal, digunakan untuk kalimat yang lebih sopan.

"Kapan Eomma pergi ke Busan?"

"Besok pagi sayang."

"Lamakah di sana?"

"Aigooo, wae ? Kau takut sendirian?" Eomma tertawa.

Aku mengerucutkan bibirku, bukan takut dengan kesenderian. hanya saja aku benci situasi seperti itu. Aku benci sendiri, aku benci kejenuhan, itu membuatku muak. Lebih membuatku muak daripada harus berlama-lama membaca komik.

"Tenang saja sayang, kau bisa pergi mengunjungi oppa mu jika kau merasa bosan."

Aku melebarkan pandanganku kearah Eomma. "Apa itu boleh?" tanyaku dengan nada tidak percaya.

Eomma tersenyum kepadaku. "Tentu saja boleh sayang, Eemma tidak pernah melarangmu untuk menemuinya."

"Lalu bagaimana dengan appa ?"

Eemma menarik nafasnya dengan kasar.

"Terkecuali dengan Appa mu. Dia memang keras kepala, sama sepertimu dan juga oppa mu. Sepertinya di keluarga ini hanya Eomma yang berkepala dingin, dan itu terkadang membuat Eomma pusing tujuh keliling harus menghadapi kalian semua." Eomma mencubit ujung hidungku dengan gemas lalu tersenyum.

"Sudahlah jangan membahas ini, kau boleh menemui oppa mu. Tapi, kau harus pandai berbohong ketika sewaktu-waktu appa mu nanti tahu dan menanyakan soal kepergianmu menemui Oppa Mu ini, Yaksok? " (janji).

Aku menganggukan kepalaku, dan melingkari jari kelingkingku ke jari kelingking milik Eomma.

Assaa!! kalau begitu, aku bisa puas bermain piano di studio oppa.

.........
TBC

Makasih udah mau baca FF ini :*

U're Mellody 사랑태 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang