Hwang Eunbi, anak brutal si pembuat masalah yang selalu masuk ke dalam daftar hitam guru konseling. Kelakuannya selalu membuat semua guru pening, sang ketua kelas dan wali kelas hanya bisa angkat tangan mengatasinya.
Berpakaian seenaknya, tidak pernah membawa buku pelajaran, membolos dan tidak pernah memperhatikkan kelas. Percaya atau tidak, kelas 2.3 sudah mengganti wali kelas karena tak tahan mengurus Eunbi.
Sebenarnya ia lebih suka dengan nama Hwang Sinb, dari pada menggunakkan nama sesuai akta kelahiran. Sinb selalu menulis nama kesukaannya itu di setiap ujiam ataupun angkat yang berhubungan dengan berkas sekolah.
Dan saat ini, pukul 7 pagi ia masih berbaring di tempat tidur dengan piyama dan penutup mata. Ketukkan pintu tak ia gubris sejak sejam lalu, begitulah kebiasaannya di pagi hari.
Alarm berdering, Sinb bangun dari ranjangnya dan mulai bersiap. Dari awal ia memang berniat masuk terlambat hari ini, lagipula dengan sikap begitu tak ada yang bisa menahannya.
"Agashi, kau bisa telat jika baru bangun begini" ujar salah satu pelayan setelah Sinb keluar dengan dasi yang tak terpasang rapi, "jangan mengaturku, dan sebaiknya jangan antar ke sekolah.. katakan itu paka Tuan Jang, aku mau pergi sendiri"
"Geundae agashi..."
"Jangan bersikap sok baik padaku" ketus Sinb mulai meninggalkan kediamannya yang cukup mewah. Terbilang sangat luas untuk anak yang hanya hidup dengan seorang ibu, ah.. jangan lupa 5 pelayan wanita dan 3 pelayan pria serta 3 supir yang selalu sigap dalam keadaan apapun.
Tapi anehnya Sinb tidak pernah menggunakan segala fasilitas yang sudah tersedia, dengan gaya layaknya anak badung, ia lebih suka pergi sendiri dari pada bersama supir.
Sebuah motor besar, melintas membuat genangan air terciprat ke arahnya dan Sinb bisa menebak jelas siapa pemilik motor merah itu. Orang yang akan selalu jadi musuh abadinya dimanapun berada, tak lain adalah teman sekolahnya sendiri. Sinb mengepalkan tangan, ia akan menghabisi anak itu saat jam istirahat.
Setelah menaiki bus selama dua puluh menit, akhirnya ia sampai dan telah menginjakkan kaki di depan gerbang bangunan dengan pagar yang cukup tinggi. Sinb mengikat rambutnya, melemparkan tas ransel ke atas hingga masuk ke dalam area sekolah, mengambil ancang-ancang dan mulai melompati dinding yang cukup tinggi.
Ini adalah kegiatan sehari-harinya, dengan santai ia melambaikan tangan pada kamera pengawas yang mengawasinya. "Annyeonghasseo" Sinb membungkuk dan tertawa remeh pada lensa yang langsung terhubung ke ruang konseling.
"Ahh.. ini baru menyenangkan, berjalan dalam keadaan sepi begini. Aku tidak perlu melihat siswi kecentilan itu" gumamnya melepaskan ikat rambut dan membuang susu pisangnya yang sudah tandas.
"Hakseng!" Panggil seseorang dari belakang, "weo?"
"Perhatikan sampahmu, kau tidak membuangnya dengan benar" komen pria yang tidak ia kenal tersebut, "pegawai baru? Atau tukang bersih-bersih yang baru?"
"Ne?"
"Aku sudah telat" Sinb kembali berjalan dengan bersiul meninggalkan pria aneh itu.
Pintu terbuka, para siswa terdiam sejenak karena mengira orang yang masuk kelas adalah seorang guru. "Lanjutkan" Ujar Sinb tersenyum dan membuat kelas kembali ramai.
Sinb memfokuskan pandanganya pada siswa yang duduk tepat di bangkunya, menutup sebelah mata dan akhirnya ia melayangkan tas punggung sesuai sasaran. Mengenai siswa dengan hoodie abu-abu yang membuatnya terlihat seperti anak penyakitan.
"Aish!" Keluh siswa itu, "mwo? Pergi! Ini tempatku!"
"Sejak kapan ini jadi tempatmu?"