Harapan yang Park Jimin gaungkan sejak usianya legal hanya ada satu; ia ingin memiliki pasangan hidup yang bisa mengayominya dengan tulus.Yang mana artinya, ia butuh seorang alpha untuk melengkapi sisi lain dirinya yang omega.
Potongan puzzle yang akan sulit sekali ditemukan karena omega pria masih dipandang sebelah mata.
Lantas Kim Taehyung datang secara tiba-tiba. Bersikap baik, lembut, dan memancarkan getaran rasa teramat jelas padanya. Bagai sebuah paket lengkap di saat Jimin memutuskan untuk tidak mengharapkan apapun lagi yang tidak mungkin untuk ia dapatkan.
Apakah semua ini hanya tumpukan emosinya saja? Ia sefrustasi itu, sampai berharap banyak kepada Kim Taehyung?
-
"Jimin," Taehyung menangkup kedua tangannya, "maaf udah buat lo nangis terus hari ini, ya." Punggung tangan Jimin diusap, berulang kala mereka duduk berhadapan di sofa ruang depan. "Gue kira enggak bakal sampe kayak gini... tapi gue emang harus ngejelasin ke elo juga, sih."
Jimin merasai dorongan yang membuatnya ingin balas menenangkan Taehyung, ia merasa cemas mendapati sikap canggung Taehyung padanya. Ia hanya... tidak suka. Menahan gejolak itu, Jimin mengulum bibirnya sambil berdeham pelan. "Oke, gue dengerin," ujarnya.
"Kayak yang lo udah tau, setiap alpha punya insting lebih terasah, terkhusus juga rasa posesif... buat ngelindungin apapun yang mereka sayangi." Taehyung menelan ludah, lalu menatap Jimin dengan gugup. Getar di maniknya membuat Jimin balas menggenggam tangan Taehyung. "Sejak tau gender kedua dulu, gue gak pernah ngerasain yang kayak gitu, Jimin.
"Tertarik sama orang lain, tentu pernah. Tapi ya cuma sekedar suka doang. Gak sampe yang bikin gue pengen bareng terus sama orang itu. Pengen lindungin dan jaga dia... enggak pernah."
Terpaku, Jimin fokus pada manik cokelat Taehyung yang menyorot yakin padanya. Ada kilatan emosi di sana yang membuat hatinya berdebar samar. Jantungnya bereskalasi kala Taehyung bilang, "dan gue ngerasain itu semua... waktu gue ngeliat lo.
"Seminggu lalu sekitar jam makan siang, gue liat lo pas lagi survei apartemen ini. Lo pasti gak lihat karena posisi kita emang jauhan. Surprisingly... liat lo jalan ngebut di lobi aja bikin gue deg-degan. Parah." Senyum Taehyung yang terukir malah memperparah degup jantung Jimin. "Padahal cuma liat lo dari samping. Sebentar, lagi.
"Tapi dalam waktu sesingkat itu gue tau, kalo lo mungkin orang yang tepat buat gue."
"Serius, Taehyung?" Mata Jimin membeliak, ada semu kemerahan di kedua pipinya mendengar pernyataan Taehyung barusan. Padahal seminggu ke belakang ia terburu kembali ke apartemen karena dompet dan ponselnya tertinggal. Ih, maluuu! Pantas saja ia tidak punya gambaran apa-apa sewaktu Taehyung menyinggung soal pertemuan tidak disengaja.
"Serius." Bariton Taehyung menekankan. "Maaf ya, Jim..., kalo tingkah gue dari tadi bikin lo ga nyaman. Maaf banget tapi ini susah gue tahan. Naluri mungkin, ya."
Ia hanya mengerjap gugup, tak abai pada rona kemerahan yang juga mewarnai pipi Taehyung. Telinga Jimin rasanya tuli karena hanya mampu mendengar degup jantungnya yang meningkat. Lalu Taehyung mengangkat senyum, ragu sekaligus canggung namun membuat hatinya menghangat.
"Sekarang giliran lo... apa lo tau kenapa lo tiba-tiba nangis terus dari tadi?"
Sayang sekali Jimin juga tak mengetahui alasan pastinya. "Gue juga enggak tau." Ia menggeleng. "Mungkin karena harapan gue buat punya pasangan udah kandas dari lama, ya... Mungkin juga gue mau heat makanya sensitif begini. Eh tapi, belom waktunya lagi kok."
Benak Jimin berlarian. Tapi seingatnya, ia tidak pernah menangis sebanyak ini meskipun sedang sensitif parah. "Tapi enggak tau juga sih karena apanya... biar omega, gue gak cengeng kok. Tapi Tae, gue ngerasa familier banget sama elo. Banget. Mungkin karena naluri juga ya?"
"Bisa jadi. Mungkin juga karena kita emang ditakdirkan buat bareng?" Taehyung mengerling jail dengan gelak tawa pelan. "Mungkin di kehidupan yang sebelum-sebelumnya juga udah bareng, makanya lo ngerasa gitu."
"Jadi lo beneran percaya reinkarnasi, Kim Taehyung? Di zaman sekarang?" Jimin menatap tak habis pikir pada Taehyung yang malah, makin melebarkan senyuman.
"Iyalah! Ini buktinya, kita, orang asing tapi ngerasa klop banget. Kurang apa coba, Jimin?" Taehyung mengusak rambutnya sampai amat berantakan, kekehannya menggelitik sampai membuat Jimin tertawa juga.
Tapi, mungkinkah itu benar? Karena rasanya tak cukup masuk akal. Jimin mengerjap, tertegun sejenak karena tenggelam pada senyuman Taehyung. Ia membalas senyum. "Makasih udah datang ke hidup gue ya, Taehyung."
Sorot lembut di mata Kim Taehyung tidak berubah. Taehyung menarik kepalanya, membenturkan hidung ke rambutnya karena Jimin merasai usakkan di sana. Suara Taehyung mengalun, hangat, sampai ke hatinya.
"Makasih balik, Park Jimin. Maaf gue baru datang sekarang. Jadi... mau coba jalanin sama gue?"
-oOo-

KAMU SEDANG MEMBACA
dear [VMIN]
FanfictionJimin jarang percaya mitos, rumor dan kisah klasik tempo dulu; semisal jatuh hati pada tetangga yang tinggal di sebelahmu. Pun, berjodoh kembali dengan orang yang pernah memilikimu di masa lalu. Tapi, siapa yang tahu? [Start: 161118, Finished: 06021...