Setiap kampus memiliki it girl tersendiri.
Terkadang, tidak hanya it girl, beberapa kampus memiliki that perfect girl.
Apapun alasannya—prestasi, kecantikan, popularitas, atau bahkan ketiganya—setiap kampus memiliki it girl. Di manapun itu dan seperti apapun bentuknya.
Tanpa pengecualian kampusku.
Sebelumnya, ia adalah it girl di High School yang sama denganku. Kemudian, ia adalah it girl di kampus yang sama denganku. Ia junior, tepat satu tahun di bawahku. Minimnya universitas di Brockville membuatku tak heran jika kami berakhir dalam kampus yang sama. Semua tahu ia adalah it girl. Sejak High School hingga Universitas.
Terkadang, ia tidak hanya menjadi pembicaraan dalam sekolah dan kampus. Ia adalah pembicaraan kota. Hampir semua penghuni Brockville mengenalnya —meskipun mayoritas penduduk Brockville memang saling mengenal satu sama lain. Mereka hanya tidak sering membicarakan satu sama lain. Jadi, ketika it girl muncul dengan tampilan yang berbeda—kemeja lengan panjang yang terlalu besar di tubuhnya dan sepasang jeans biru dengan model kuno—semua orang mulai berbicara.
Beberapa bertanya-tanya: apa itu benar-benar it girl? ada apa dengan pakaiannya? Kejutan macam apa yang sedang direncanakannya? Apa yang merasukinya? Tidak hanya bicara. Cemohan juga terdengar dari beberapa orang.
"It was ten days later that we all knew the reason," ujarku. Tak peduli seberapa bencinya aku menceritakan hal yang sama, beberapa dari kami berhak tau secercah tentang ceritanya. Bukan untuk mengahakimi, tapi sekadar meredakan bisikan yang semakin menjadi.
Aku menceritakan kisahnya karena aku tidak tahan dengan pertanyaan demi pertanyaan yang terus beterbangan, takut jika pertanyaan itu sampai ke telinganya. Bagaimanapun, ia berhak mendapatkan kedamaian setelah apa yang ia lalui.
Ia berhak mendapatkan kedamaian setelah menghindar untuk mencari kedamaian.
It girl sudah kembali. Setelah satu tahun penuh menghilang dari Brockville, kini ia kembali.
Dengan pakaian yang membalut penuh seluruh tubuhnya, it girl kembali setelah satu tahun tidak terdengar kabarnya. Rumor mengatakan ia mengikuti terapi inap setelah tragedi yang menimpanya. Selama satu tahun penuh, tidak ada tanda-tanda kehidupan dari kediamannya. Ia dan keluarganya menghilang begitu saja.
"Dan, apa alasannya?" tanya BamBam, penasaran. Aku memandang tiga laki-laki di hadapanku. Mahasiswa baru yang umumnya baru pindah ke Brockville. Aku tak terkejut. Jika itu aku, aku mungkin akan bertanya-tanya.
Aku memang sengaja bercerita, tapi bukan berarti aku akan menceritakan keseluruhan yang terjadi. Sambil menarik napas, aku berkata. "Lebih baik kalian tahu intinya: tragedi menimpanya, ia menghilang, dan sekarang ia kembali."
"Tragedi macam apa?" lanjut BamBam.
"A big one," jawabku. "Lebih baik tidak dibicarakan. Nothing's good by talking about it. Coba untuk memahami perasaannya."
BamBam membuka mulutnya, tidak diragukan lagi bahwa ia tidak senang dengan jawaban yang kuberikan. Namun, sebelum bisa ia bersuara, temannya menyela. "Sudahlah. Ini bukan urusan kita," katanya. Aku tidak ingat namanya—was it Gyu Geom? Yu Gyeom? Atau Kyu Geom—tapi caranya bicara seolah-olah ia kecewa dengan jawabanku. "Jika tidak ada hal baik yang muncul dari mengetahui, lebih baik tidak tahu."
"Lebih bagus lagi jika tidak ikut campur," kata mahasiswa baru lainnya. Aku ingat namanya: Young Jae. Aku tak tahu pasti siapa yang Young Jae maksud dengan tidak ikut campur. Di telingaku, ia terdengar seperti mengatakan: "lebih bagus lagi jika tidak menyebarkan tragedi orang lain, itu bukan urusanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HER [got7; redvelvet]
FanfictionIt takes one moment to create tragedy, And yet, It takes thousand of moments to forget it. Peringatan konten; not recommended for children.