Nadir

116 5 0
                                    

(Juni, 2018)

Dua hari lagi liburan akan berakhir. Setelah bersepakat dengan ayah dan ibu. Terutama berdamai dengan rasa takutnya. Abel memutuskan untuk pindah di sekolah SMA N 1 Poso. Yang terletak tak jauh dari rumah tempat tinggalnya. Segala peralatan tempur untuk sekolah sudah disiapkannya, di susun rapi pada meja belajarnya, bersama buku-buku bacaan yang terlentang dan tersusun rapi. Meja belajar itu berada tepat samping kiri tempat tidurnya. Terlihat 3 buku bacaan koleksi Abel yang dibelinya sebulan sekali, selama 3 bulan terakhir. Semuanya telah selesai ia baca, hingga Abel memutuskan untuk mencari buku bacaan baru. Yang ingin ia baca saat tugas sekolah tidak mengganggu dan ibu tidak lagi mengoceh saat pekerjaan rumah telah selasai dibereskan.

Kebetulan di Lapangan Sintuwu Maroso- yang menjadi tempat masyarakat Poso untuk menghabiskan malam -sedang mengadakan pentas seni. Beberapa event terbuka dilakukan di sana, mulai dari pegelaran musik, pembacaan puisi, drama dan banyak lagi. Banyak juga stand-stand yang menjual berbagai aksesoris, salah satunya adalah bazar buku. Hingga kita bisa mendapatkan buku-buku dijual murah di sana. Dan bazar bukulah yang menjadi daya tarik buat Abel ingin menghabiskan malam minggu-nya di Lapangan Sintuwu Maroso. Abel pun mulai memberanikan untuk keluar rumah sendiri dan izin pamit kepada ibunya.

"Bu, Abel mau keluar dulu yah?" tanya abel pada ibunya yang sedang memasak untuk ayah yang sedikit lagi pulang.

"Mau ke mana bel?" tanya ibu sambil memainkan spatulanya pada wajan penggorengan.

"Ke Lapangan Sintuwu Maroso Bu. Mumpung ada event dan Abel juga ingin mencari buku di sana." jawab abel menjelaskan.

"Oh, iyaiya Bel. Tapi jangan pulang kemalaman yah." Tegas ibu.

"Iya bu, jam 10 Abel pasti pulang." jawab Abel menenangkan.

Abel pun mulai menuju pintu keluar, pintu yang bergandengan dan sebelah tertutup dan sebelahnya terbuka. Menaiki motor matik berwarna biru, yang merupakan warna kesukaannya. Motor itu merupakan hadiah dari ayahnya saat telak berusia 17 tahun dan diberikan setelah sehari SIM Abel keluar.

Setelah mengendarai sepeda motor selama 15 menit, sampailah Abel di Lapangan Sintuwu Maroso. Abel tertegun. Sembari memarkir motor, Abel terus memerhatikan pemandangan air mancur yang disediakan gratis di lapangan tersebut.

Abel pun mulai berjalan, mencari stand bazar buku yang ia lihat saat asik berselancar di layar hp nya. Iya! Dia tahu bahwa ada sebuah bazar buku saat sedang membuka akun facebooknya. Dari akun yang tak dikenalnya, namun menjadi teman facebooknya. Mencari stand tersebut untuk menemukan buku bacaan, entah judulnya apa. Dia hanya ingin buku yang mampu mengunggah niat bacanya.

Dari kejauhan, berjarak 3 stand. Abel melihat stand yang ia cari, terhimpit di antara stand lukisan dan stand yang menjual aksesoris mulai dari gelang, cincin dan kalung yang dapat dituliskan nama sendiri. Abel pun mulai melangkah menuju stand tersebut. Sesekali memeriksa handpone nya --mungkin saja ada pesan. Di lihatnya berbagai macam buku, bersama 4 orang yang sedang sibuk mencari buku. Di depannya terdapat meja kasir, yang di tempati oleh seorang wanita berjilbab merah yang sedang asik bermain dengan gadgetnya sambil senyum-senyum geli.

"Mungkin pacarnya lagi sedang gombal." pikir Abel.
"Ah, buat apa juga aku pikirin dia?" Timpal logika Abel yang sedang berdebat dengan dirinya yang merasa aneh melihat seseorang yang senyum-senyum dengan gadget.

Abel pun mulai melangkahkan kakinya ke arah kanan, sebab stand buku tersebut di pajang berbagai macam buku di sisi kiri dan kanan stand dengan lemari yang terbuat dari kayu jati berwarna coklat yang dilumuri tiner. Sementara bagian tengah terletak sebuah meja berkaki pendek namun berbentuk persegi sekitar ukuran 1x1 m dan di letakkan berbagai buku dengan susunan yang rapi. Abel mulai memperhatikan bagian sebelah kiri, melihat ke atas untuk mencari buku-buku yang bisa mengunggah gairah bacanya. Namun tak ditemukan buku yang ia cari, sebab di bagian tersebut semua di isi dengan kumpulan buku-buku puisi dari para penyair terkenal. Mulai dari buku Sapardi Djoko Damono, Joko Pinorbu, Agus Noer, Chairil Anwar dan lain sebagainya dengan berbagai judul buku karya mereka. Tapi matanya sempat tertujuh dan merasa aneh dengan judul dari buku Chairil Anwar yang berjudul Binatang Jalang. Abel merasa penasaran dengan judul tersebut, namun karena Abel bukan pecinta buku-buku puisi. Dia hanya melihat sepintas lalu berjalan mencari buku dengan genre novel. Baik sisi kiri dan kanan tak ditemuinya, hingga ia mencoba mencari di bagian tengah.

"Dunia Sophie?" gumam abel.

Dia penasaran dengan buku tersebut, mulai dari covernya yang bergambar anak kecil pada kegelapan dan juga judulnya. Hingga diambillah buku tersebut.

"Kak, buku ini berapa harganya?" tanya Abel pada wanita yang senyum semakin lebar pada gadgetnya.
"Kak?" Panggil Abel lagi dengan suara yang agak keras dari sebelumnya.

"Oh, yayaya dek. Kenapa?" jawab wanita dengan kaget namun dengan mata tetap fokus pada gadgetnya.

"Buku ini berapa?" tanya Abel seraya mengangkat buku tersebut.

"Oh, buku itu 50 ribu dek." jawab wanita tersebut.

"Saya ambil buku ini kak." kata Abel sambil menuju wanita tersebut.

Abel pun mulai mengeluarkan uangnya yang ia dapatkan dari hasil tabungan uang jajannya.

"Ini kak!" Sambil menjulurkan tangan yang menggepal uang Rp. 50.000.
"Makasih kak." kata Abel.

"Iya sama-sama." kata wanita itu yang masih tetap senyum-senyum bersama gadgetnya.

Abel mulai melangkah keluar, ingin segera pulang agar dapat membaca buku yang baru ia beli. Namun dari kejauhan ia mendengar seseorang yang sedang membacakan puisi pada panggung event tersebut. Sebenarnya ia merasa biasa dengan setiap puisi yang ia dengar, namun kali ini ia merasa berbeda. Sebab orang itu sedang membacakan puisi dari Chairil Anwar yang berjudul "Aku". Dan tepat pada bait, "Aku ini binatang jalang", telinga Abel menangkap suara itu. Hingga ia terdiam dan menolekkan pandangannya ke belakang tempat panggung tersebut. Dilihatnya seorang lelaki yang kira-kira seumaran dengannya, memegang selembar kertas pada tangan kanannya. Dan sebuah mikrofon tepat di dekat mulutnya. Abel pun ingin mendengar lanjutan bait tersebut. Dilihatlah jam tangan yang berada pada tangan kanannya,

"Bolehlah, masih jam 9 lewat 23." gumam Abel yang masih ingin menetap.

Abel pun berlari menuju panggung tersebut agar suara yang di dengarnya bisa kelihatan jelas sumber suaranya.

"Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi!

Karya Chairil Anwar, tahun 1945. Terima kasih." Ucap si pembaca puisi.

Suara itu berasal dari seorang lelaki yang sedang mengikuti kontes baca puisi, Abel hanya bisa bertepuk tangan saat mendengar puisi yang telah selesai dibaca. Abel sangat terpukau dengan penampilan laki-laki tersebut. Selain terpukau dengan gaya pembawaan si pembaca yang mampu menghipnoptis para penonton, Abel juga terpukau dengan puisi yang dibacakannya. Hingga mengundang rasa penasaran Abel akan maksud isi puisi tersebut. Sampai akhirnya Abel kembali pada stand tersebut, dengan niat membeli buku yang tadinya mencuri sedikit pandangannya.

Dicarinya, tak ditemui buku yang ia liat tadi.
"Kak, buku chairil anwar masih ada?" tanya Abel.

"Sudah habis dek, buku terakhir tadi."

Abel sangat menyesal melewatkan buku yang ia lihat tadi. Jam pun sudah mengutuk agar Abel segera pulang untuk menepati janji pada ibunya.

Kisah Cinta Dua Tuhan [ Wattys2019 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang