Bersamanya

257 17 0
                                    

.
.
.

Kebersamaan tak selalu hadir untuk selamanya.
Ada saatnya,
perpisahan harus datang untuk menjemput...

.
.
.

***

"Bener kata Ozan, lo itu serakah!"

"Lo egois! Gak mikirin perasaan orang lain!"

"Lo cuma mikirin diri lo sendiri!"

"Bahkan lo gak mikirin gimana nantinya persahabatan Ian sama Ozan. Lo itu egoiisss!!!" Bentak Sesil untuk ke sekian kalinya.

Kinan hanya diam tak bergeming. Perasaannya hancur saat itu, terlebih lagi, saat mengingat kejadian satu tahun yang lalu.

"Udahlah Sil, itu kan udah berlalu. Sekarang, gimana caranya kita bikin Ian sama Ozan akur lagi!" Nindy menengahi perdebatan antara Kinan dan Sesil.

"Mereka susah buat akur lagi! Lo gak mikir apa, mereka tuh udah kayak air dan api! Udah saling mematikan!" Cerocos Sesil sok serius.

"Tapi gak salah kan, kalau kita berusaha?" Balas Nindy lembut.

"Kinan bakal bantu. Gimana pun caranya, Kinan bakalan berusah buat bikin kak Ian sama kak Ozan akur lagi." Kinan angkat bicara.

"Kayak yang sanggup aja lo!" Sesil meremehkan.

"Sesil udah!"

***

Nindy dan Sesil segera menuju ke kelas karena sudah mendengar bel masuk berbunyi. Pelajaran selanjutnya adalah pelajarannya bu Ani, salah satu guru killer di Tuban.

Untung saja, saat sampai di kelas, bu Ani belum masuk. Cepat-cepat Nindy dan Sesil duduk di kursinya masing-masing.

"Kalian abis dari mana? Tadi bu Ani kesini sebentar, cuma ngasih tugas doank. Untung aja gak liat ke bangku kalian yang kosong!" Cerocos Citra yang duduk di bangku samping Sesil.

"Ada perlu sebentar. Ada tugas apa tadi?" Jawab Nindy mengatur nafas karena tadi sempat berlari.

"Buka bukunya halaman 54. Terus rangkum sampe halaman 70. Yang lengkap, kalau bu Ani kesini lagi, harus udah selesai." Jelas Citra sambil membuka bukunya.

"Oh iya, terus itu soal-soal yang ada di halaman 71 nya kerjain. Sekian terima kasih.." Lanjut Citra.

"Sama-sama." Balas Nindy sambil tertawa kecil.


Bel istirahat kedua berbunyi tepat pada pukul 12.00. Semua murid keluar kelas dan segera menuju ke masjid untuk melaksanakan shalat zuhur. Terkecuali Nindy!

Hari itu, ia tidak shalat karena,.. Ya biasalah namanya juga perempuan. Ada saatnya dimana sebulan sekali mereka tidak bisa beribadah.

Nindy memilih jalan-jalan mengelilingi lingkungan sekolah sendiri. Matanya melihat kagum pada lingkungan yang bisa dibilang bersih.

Matanya tertuju pada sebuah taman yang dipenuhi tumbuhan yang hijau. Sudah satu bulan ia bersekolah di Tunas Bangsa, tapi baru kali ini ia mengetahui ada tempat yang begitu indahnya.

Ia melangkahkan kakinya dan menginjak hamparan rumput yang hijau. Suasana taman sepi, hanya ada ia dan tukang kebun yang sedang memotongi rumput-rumput liar yang tumbuh di sembarang tempat. Mungkin karena semua murid sedang berada di masjid.

Me and Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang