Bukit Sebagai Saksi

177 8 1
                                    

.
.
.

Jika kehadiranku hanya membuatmu tidak nyaman.
Lebih baik aku pergi.

~NindyAnatash

.
.
.

***

Nindy menatap punggung ibunya yang sedang berjalan menuju dapur.

"Mah, lucu gak?" Nindy menunjukan boneka doraemon yang sedari tadi dirinya genggam erat.

Meika membalikan badannya. Melihat putri semata wayangnya yang sedang tersenyum lebar, "Lucu, kamu beli dimana?"

"Nindy gak beli,"

"Ada yang ngasih?" Tanya Meika lalu mengambil boneka doraemon dari tangan putrinya.

Nindy diam. Ia bingung harus menjawab apa.

"Dari mana?"

"Iya ada yang ngasih," Jujur Nindy.

"Cowok?"

"Ng-eh iya,"

"Kamu punya pacar?" Goda Meika setelah melihat pipi putrinya memerah.

Nindy terkejut dengan perkataan ibunya, "Apa sih mah? Nggak kok!"

Nindy berjalan meninggalkan Meika di dapur.

"Tadi ada yang ke sini! Nyariin kamu, tapi kamunya di kamer. Cowok loh!" Teriak Meika berhasil membuat Nindy kembali menghampirinya.

"Siapa?"

"Mana mamah tau. Mamah cuma bilang kamunya lagi gak ada di rumah,"

Nindy melongo. "Kok mamah bilang gitu?"

"Mamah udah panggil kamu! Kamu gak nyahut."

"Ya kan bisa samperin Nindy ke kamer," Kesal Nindy memajukan bibirnya.

Meika berjalan mengambil secangkir teh hangat, "Udahlah, dianya juga udah pergi. Tapi pacar kamu ganteng loh!"

"Mamah,,, Nindy gak punya pacar. Lagian siapa juga yang ke sini."

"Anaknya tinggi, agak putih. Senyumnya manis banget!"

"Apa sih, mamah alay!"

"Tapi bener loh,"

'Ian? Kalau Ozan gak mungkin,'

"Gak tau akh!"

Nindy berjalan meninggalkan Meika. Lalu mengambil ponselnya dan membuka aplikasi Line. Mengirim beberapa pesan kepada Ian. Namun Ian menjawab bukan dirinya yang ke rumah Nindy, lalu siapa?

***

"Ozan, makan dulu!" Teriak Elisa dari dapur, setelah mengetahui putranya datang.

Ozan memasuki kamarnya. Tak menghiraukan panggilan ibunya.

"Ozan?!" Panggil Elisa sekali lagi. Tapi tetap saja Ozan cuekan.

Ozan membanting tas nya sembarangan. Menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, lalu menatap layar ponselnya.

Tak lama, suara mesin mobil terdengar semakin mendekat. Seorang lelaki tua memasuki kamar Ozan.

"Kamu belum makan? Makan dulu!" Perintah lelaki itu.

"Gak usah sok perhatian,"

Me and Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang