Dear Hujan

200 13 1
                                    

.
.
.

'Saat hujan datang mengguyur seisi Bumi, saat itu kau memberiku sebuah kisah. Tentang aku dan dia. Saat dia menolak seorang gadis, hanya demi mengantarku pulang.'

Terima kasih hujan.

.
.
.

***

Sudah satu minggu berlalu sejak Ian menyatakan perasaannya kepada Nindy. Namun belum ada jawaban dari gadis itu. Nindy bahkan seperti tidak memikirkannya. Ia seperti acuh, layaknya tidak ada yang berbeda dengan sikap Ian yang selalu memberi kode agar Nindy memberikannya kepastian.

Pagi itu, hari Kamis, semua murid kelas 9.1 pergi ke lapangan. Jadwal pelajaran olahraga tercantum di mading, pada hari Kamis pagi. Dengan partner setia yaitu kelas 9.4.

Nindy menginjakan kaki di daerah lapangan bola. Tak terlihat tanda-tanda keberadaan pak Amad. Mungkin beliau tidak hadir. Nindy lalu duduk di sisi lapangan. Melihat teman-temannya yang sibuk dengan kesibukannya masing-masing.

Satu menit, dua menit, lima menit, sepuluh menit, lima belas menit, pak Amad tak kunjung datang. Hanya terlihat Ozan saja yang sedang mengintruksikan semua murid kelas 9.1 dan 9.4 agar berkumpul di tengah lapangan.

Mau tidak mau, Nindy beranjak dari duduknya dan menghampiri Citra dan Sesil yang sudah berkumpul di tengah lapangan.

"Maaf sebelumnya, gue dapat informasi dari bu Nani, kalau istrinya pak Amad sakit. Dan sekarang sedang di rawat di rumah sakit. Pak Amad pun harus mendampingi istrinya. Maka dari itu, beliau tidak dapat hadir untuk mengajar kita kali ini, gue da-"

"Yeeayyyy!!!!" Sorak sorai murid pun menggema sampai penjuru lapangan. Saking bahagianya bahwa tiga jam pelajaran kosong yang dapat digunakan untuk bersantai dan main-main.

"GUE NGOMONG BELUM SELESAI!!!" Semua murid hening. Menatap ke arah Ozan dengan tatapan yang kembali serius. "Gue dan guru-guru semua, termasuk pak Amad berharap kalian mau mendoakan bu Tia agar lekas sembuh," Lanjut Ozan dengan nada suara yang kembali tenang.

"Kalau keadaan bu Tia belum stabil, pak Amad gak akan ngajar donk?" Celoteh salah satu murid 9.4.

"Kemungkinan besar ya gitu," Sahut Ozan.

"Ya udah, biarin aja bu Tia sakit. Biar pak Amad gak ngajar kita lagi. Ya gak guys??!!" Heboh salah seorang murid perempuan yang mendapat dukungan penuh dari yang lainnya.

"Ssttt!!" Sahut Ozan menenangkan yang lainnya. "Karena beliau, futsal Tuban maju, berprestsi, membanggakan sekolah. Masa kalian seneng kalau beliau berduka. Gak ngotak!!" Cetus Ozan penuh penekanan.

"Anak emasnya mah iyalah. Lah kita, bisa apa atuh!!"

"Alay lo!"

Akhirnya, Ozan memberi aba-aba agar kegiatan olahraga kali ini sesuai dengan keinginan masing-masing siswa. Asalkan, tidak ada yang keluar dari daerah lapangan. Semua siswa bersorak senang. Mereka menyebar sesuai keinginannya.

Ada yang memilih untuk duduk santai, bergosip, membaca buku, dan mengadakan pertandingan antar kelas. Seperti futsal putra antara kelas 9.1 dan 9.4, juga basket putri antara kelas 9.1 dan 9.4. Itu semua telah di sepakati oleh kedua kelas.

Nindy duduk di sisi lapangan. Badannya terasa kurang segar hari ini. Ntah apa yang sedang terjadi pada tubuhnya. Yang jelas, dunia terasa berputar terlalu cepat.

Me and Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang