Gabriel berjalan dengan cepat menuju ruangan di sebuah rumah mewah, wajahnya bisa dibilang wajah siap membunuh orang, tangannya menggenggam sebuah amplop coklat.
"Selamat datang tuan muda" Sapa pelayan yang berdiri di depan pintu kamar.
"Kakek ada?" tanya Gabriel
"Ada tuan muda, saya akan laporkan kepada tuan kalo tuan muda mau bertemu" katanya basa basi
"Lama... minggir!!!" Gabriel mendorong pelayan itu.
"Tapi tuan bilang...." pelayan itu hanya bisa berdiri melihat tuan mudanya dengan wajah amarah memasuki kamar tuan besar.
"Kakek... apa maksud surat ini" tanya Gabriel dengan nada tinggi.
Kemarahannya tidak membuat dia sadar bukan hanya ada mereka berdua di dalam kamar.
"Gabriel sejak kapan kamu gak sopan seperti ini, apa gak lihat kakek sedang ada tamu" suara kakek pelan tapi tajam.
"Semenjak kakek seenaknya membuat warisan konyol seperti ini, apa maksudnya coba" Gabriel melempar amplop coklat di meja yang berada didepan kakeknya.
"Demi kebaikan kamu, sampai kapan kamu bersenang - senang, sampai kapan kamu hidup bebas dengan wanita - wanita murahan yang hanya menginginkan uang kamu" masih dengan nada pelan kakek berbicara dengan cucu satu - satunya itu.
"Tapi tidak dengan menikahkan aku dengan wanita asing yang orangnya saja aku belum kenal"
"Nah kebetulan, ini dia wanita yang kelak akan menjadi istri kamu"
Gabriel memperhatikan wanita yang sedang duduk membelakanginya, wanita yang mempunyai rambut panjang.
"Jadi ini wanita yang kakek pilihkan, aku ingin tau bagaimana bentuk dan rupa wanita yang kelak akan membuat aku susah, wanita yang akan membuat kebebasanku hilang untuk meniduri gadis - gadis di club malam"
"Nak Zahra, ini kakek kenalkan kamu dengan cucu kakek satu - satunya dan juga calon suami kamu" kakek berkata lembut kewanita yang Gabriel dengar bernama Zahra.
Wanita itu berbalik dan Gabriel terkejut melihat wajah wanita yang kelak menjadi istrinya.
"Astaga... kakek mau menikahkan aku dengan wanita buruk rupa seperti ini?" Gabriel tidak percaya melihat wanita yang dijodohkan dengannya mempunyai muka cacat seperti bekas terbakar.
"Iya.."Jawab kakek dengan tenang
"Gak salah dan gak ngaca apa?" Gabriel memperlihatkan wajah benci dan jijik.
"Hai aku Zahra.. calon istrimu" Zahra merentangkan tangannya untuk menyalami Gabriel dan Gabriel menghalau tangan wanita itu.
"Jangan harap aku mau menikahi wanita buruk rupa sepertimu"
Gabriel meninggalkan kamar kakeknya dan pergi dengan membanting pintu sekuat tenaganya.
"Jangan diambil hati perkataan anak itu, dia lupa siapa yang membuat kamu seperti ini"
"Kakek sudahlah tidak apa-apa, aku sudah biasa diejek dan dihina"
"Kamu wanita baik, seandainya dia bisa lebih membuka pintu hatinya"