006

714 181 28
                                    


Rae diperintahkan bersembunyi di dalam almari pakaian sembari menggenggam sebuah pistol laser. Tubuhnya terus gemetar dan kedinginan karena rasa takut. Mual di perutnya juga terus naik level setelah dayanya berkurang drastis—ditambah melewati perjalanan kilat penuh guncangan. Pun duduk meringkuk di dalam spasi sempit dan hanya bisa melihat secuil dunia dari lubang lemari, rasanya ia bisa pingsan kapan saja.

Harapannya cuma satu; ini semua segera berakhir. Jungkook kemudian bisa membuka pintu lemari dengan raut gembira setelah pertarungan di luar usai, kemudian menciuminya dengan penuh kebahagiaan. Alih-alih yang ia dengar adalah raungan penuh sakit kekasihnya.

Tubuhnya langsung menegang dan matanya membelalak terkejut, ia tak bisa lagi menahan air mata yang bergumul di pelupuknya. Lalu satu demi satu tetesnya mulai jatuh dari pipi dan menumpahi senjata hitam di pangkuannya.

🌗

Rae tak yakin sudah beberapa menit berlalu semenjak teriakan pilu Jungkook merobek atmosfer saat sebuah telapak kaki berjalan mendekat. Figurnya menutupi barisan celah yang mengizinkan cahaya masuk ke dalam lemari, membuat isi tatapan Rae hampir menjadi kegelapan total. Kemudian sebuah tangan mendekat, disusul oleh kerit barang lama dan pintu lemari yang terbuka sepenuhnya.

Perlahan kepala Rae mendongak untuk melihat seorang wanita dengan balutan sweater hitam dan jaket koyak yang merunduk ke arahnya; Sia menatap balik, dingin.

Tanpa kalimat apa pun, si peneliti berputar dan kembali berjalan menjauh. Takut-takut Rae menyembulkan kepalanya ke luar lemari untuk mengobservasi keadaan, dan hal pertama yang dilihatnya adalah seorang Jungkook diikat dengan tali bersama enam tabung yang mereka rangkai di mobil.

Netra Rae ingin menangis lagi, tetapi langsung membelalak waktu melihat Sia menampar lelaki yang terkulai di kursi dengan sekuat tenaga. Kemudian si wanita dengan rambut hitam tersebut segera duduk di kursi dua meter dari Jungkook, pula memakan buah berinya.

Bersama kesadaran yang menghampiri Jungkook perlahan, Rae menodongkan pistolnya ke arah Sia.

"Aku tidak akan melakukannya kalau jadi dirimu." Sia mengeluarkan beberapa biji yang masuk ke dalam mulutnya sebelum mengambil buah lain. "Kalau kau membunuhku, kita semua mati. Kau lihat bola alumunium yang terletak di atas nakas?" tanya Sia seraya menunjuk ke dekat jendela di belakangnya dan menunggu agar lawannya dapat melongok untuk melihat barang itu. "Peledak yang sama kuatnya dengan apa yang ada di perut kekasihmu."

"Jangan dengarkan ia," ujar Jungkook lemah. "Aku yakin ia hanya gertakan kosong."

Gelak tawa Sia memecah udara. "Aku sudah mengevakuasi perimeter yang mungkin mendapat efek samping, Jungkook. I have nothing to lose. Seluruh rancangan revisi serta rencana ke depan milikku, apa bila aku mati, akan langsung dikirimkan ke pemilik KATN sehingga tidak ada tanggungan lagi untukku.

"Lebih baik kita semua mati, dibanding milikmu ini kabur; itu baru kalah untukku."

"Rae, just shoot her!"

"Listen to me very carefully, sweetie." Tatapan Sia langsung bertemu dengan pistol yang mengarah pada pelipisnya, namun seolah itu hanya benda tak kasat mata, nada bicaranya sama sekali tak merasa terancam. "Kalau kita mati di sini, kalian juga tak akan berakhir bersama. Jungkook mungkin akan pergi ke after life—kalau Tuhan sesuai kepercayaannya memang ada—dan kau? Kau hanya akan menjadi seenggok besi dan lelehan kulit manusia sintetis."

Jemari Rae kian mengencangkan cengkeramannya pada pistol dan telunjuknya telah berada tepat di depan pelatuknya; rasanya ia baru saja dihina.

"Aku belum selesai bicara. Seandainya Jungkook mati di sini, namanya tak akan dikenang dengan manis oleh dunia; pencipta BAX21 yang menyebabkan tiga kecelakaan, membunuh ketua timnya untuk melindungimu, dan membuat ledakan superior yang merusak hutan—serta bisa jadi membunuh orang. Kalau kalian kabur juga tidak akan hidup dengan tenang, masalah ini bisa menjadi problem internasional; aku yang bio-tech scientist saja sudah bisa meretas sistem kalian, cuma hal kecil bagi tim tech specialist untuk menangkap kalian. Hukumannya juga tidak akan ringan.

"Sementara jika Jungkook dan aku keluar hidup-hidup dari sini, asisten sialanku ini bisa memperbaiki namanya pun mempertanggungjawabkan perilakunya selama beberapa hari terakhir ini. Yang perlu kau lakukan hanya, turunkan senjatamu, matikan sistem dan keluarkan memory board milikmu." Sia menjilat bibirnya sambil berusaha menyembunyikan gemuruh di dadanya. "Kau mencintai, bukan?"

🌗

Meja di depan Rae sudah penuh dengan kulit buah atau bijinya karena ia terus makan dari tadi. Sesekali melirik robot—yang ia tolak untuk publikasian—dengan mata dingin yang sesungguhnya berharap, agar Rae buka suara. Tetapi nihil. Sudah hampir sepuluh menit berlalu dan wanita tersebut cuman termangu menatapi pistolnya.

Rae memejamkan mata frustrasi sebelum mengubah posisi duduknya. Ia bosan bukan main. "'Jeon', kau memanggilnya seperti itu, Rae? So did I when we had sex."

Kedua pasang manik Jungkook dan Rae bersirobok pun membeliak kaget, lalu kembali memandang Sia sarat dengan tanya juga kebencian.

"Kalian per—"

"Ya, begitu," balas Sia acuh tak acuh.

"SIA! Kau tengah memanfaatkan kecemburuan sekarang!?"

"Tentu tidak, Jungkook. Ia akan lebih memilih membunuh kita semua kalau membencimu. Ya, omong-omong kami melakukannya sekali dan itu saat dirimu belum 'terlahir' kok, jadi tidak usah khawatir. Jungkook itu cinta mati padamu." Sia yang tadi mencondongkan tubuh ke arah Rae segera mengedipkan mata, lalu mendesah malas dan main lempar tangkap dengan buah biru di tangannya. "I'm bored. Kalian lama sekali hanya untuk berpikir."

"Then take your fucking self to theater or circus, and forget us!"

"Oh, I will, after you,"—telunjuk wanita itu menunjuk Rae yang masih bersimpuh di depan lemari—"make your damn choice."

"I have."

"Wow, that's great. So what is it?"


🌕🌗🌑

PursuitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang