16. Aroma

1.1K 204 9
                                    

Pipi dan ujung hidung memerah karena udara dingin yang menerpanya. Rambutnya tampak berantakan karena ulah dari angin yang menerpanya. Namun di sisi lain, senyum lebar dan binaran di matanya memberi tahu betapa bahagianya gadis itu.

“Seharusnya aku memastikan kau hangat,” gumam Mattheo seraya menarik gadis itu ke dalam dekapan hangatnya. Mereka telah kembali ke rumah dan gadis itu tidak berhenti untuk tersenyum.

“Trims. Kau bisa membuatkanku cokelat hangat dan akan kupastikan aku akan memujamu.”

Matt terkekeh. Menangkup wajah Sabrina dan berusaha membuat gadis itu menghangat. Suhu tubuhnya memang lebih tinggi dari manusia biasa. Cukup hangat namun tidak sampai membakar kulit Sabrina.

“Merasa lebih baik?” tanyanya lembut.

Sabrina mengangguk. Memejamkan matanya sekejap sembari menyerap kehangatan Mattheo. Jika bisa, dia ingin bermanja di dalam dekapannya. Seolah dirinya adalah kucing kecil yang bergelung di dekapan Mattheo. Sabrina tahu bahwa pikirannya benar-benar konyol dan memalukan, tetapi memang itulah yang dia pikirkan sejak bertemu dengan pria di depannya. Pria yang selalu membuatnya merasa nyaman dan aman.

“Ada apa?” tanya Sabrina ketika Mattheo dengan gerakan cepat menarik tubuh Sabrina ke belakangnya. Satu lengannya merentang sepanjang tubuh Sabrina sementara tangan lainnya berperan menjadi tameng.

Sabrina melihat dari sudut matanya ketika netra biru Mattheo berubah-ubah menjadi keemasan dan kembali ke warna biru dalam beberapa detik. Dia menggeram keras. Membuat Sabrina mulai khawatir jika saja ada musuh yang mendekat.

Oh tidak. Kumohon jangan sekarang ketika dirinya baru saja merasa teramat bahagia.

Harapan Sabrina sepertinya terkabul karena tubuh Mattheo berangsur kembali menjadi rileks dan lengannya menarik Sabrina ke dalam pelukannya.

“Keluarlah dan jangan berani untuk telanjang!” hardik Mattheo yang ditanggapi dengan suara kekehan yang akrab di telinga Sabrina. Sosok Coleen David, rogue pengembara yang menyatakan dirinya adalah satu-satunya murid Mattheo lalu muncul. Celananya tampak compang-camping dengan kaos dalam berwarna putih yang tampak kusam.

“Coleen!” teriak Sabrina senang. Dia melepaskan diri dari pelukan Mattheo, menyambut kedatangan Coleen dan ingin memeluknya sebelum tubuh Coleen terhuyung mundur.

“Eerr Sabi, kau mungkin senang melihatku. Tetapi aku benar-benar tidak ingin berurusan dengan Mate posesifmu itu,” keluh Coleen dengan raut wajahnya yang menyebalkan.

Sabrina meringis. Berniat mundur dan menemukan tubuh besar Matt dengan tangannya yang melingkar di pinggangnya. Coleen benar. Karena kemudian, Coleen tampak meringis ketika netra biru lautan milik Mattheo menatapnya tajam.

“Tidak ada ucapan selamat datang untukku, Master?” ujar Coleen dengan mata berseri-seri. Dia tampak puas terhadap diri sendiri dan jelas-jelas mengharap pujian dari sang master karena tugas pertamanya diselesaikan dengan baik. Misi penyelamatan Pheony jelas berjalan lancar dan empat bersaudara itu sudah baik-baik saja. Coleen harap mereka telah berada di The Ground saat ini. Melaporkan apa yang mereka alami kepada The Honorable Betesda Alexis merupakan pilihan yang bijak meski pun Coleen yakin, sang master tidak akan mau terseret dalam masalah yang menimpa The Ground di masa depan. Tetapi...

“Bagus karena kau sudah datang. Kita akan berpindah dalam berapa hari.”

“Aye Captain!” balas Coleen masih terlihat senang. Dia masih menunggu Mattheo mengatakan hal lainnya ketika sang master berbalik dengan membawa Sabrina di sisinya.

“Uhm, Matt,” cicit Sabrina dengan kepala yang masih menatap ke belakangnya. Dia bisa melihat bagaimana Coleen yang menghela napas panjang sebelum menyusul mereka. “Apakah kau tidak ingin mengatakan sesuatu kepada Coleen?”

The Other HalfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang