Berdamai dengan Rasa

41 5 0
                                    

Jika kamu bertanya, apakah aku pernah terluka? Maka jawabnya adalah iya ... aku pernah terluka dan kecewa.

Saat itu aku mengenal sesosok perempuan tangguh yang menjalani kehidupan penuh dengan air mata. Ia bercerita banyak hal tentang luka, nestapa, tangisan dan masalah hidup yang tanpa mampu dihindarinya. Kami berbagi cerita.

Aku bercerita tentang pendidikanku, ilmu yang aku perjuangkan. Sesekali bercerita tentang ayahku yang selalu memarahi ibu dan pastinya memukulku. Aku juga bercerita tentang saudaraku yang sempat ingin bunuh diri karena broken home yang menyesakkan.

Perempuan itu mendukungku, memberiku semangat dan nasihat. Kami saling bertukar luka dan tawa.

Hingga pada akhirnya aku jatuh cinta padanya, merasa nyaman jika berdua dengannya. Penuh harap agar ia menjadi teman bercerita dan sahabat dalam menjalani hidup. Namun, aku ditolak mentah-mentah.

"Maaf, aku hanya menganggapmu tak lebih sekedar teman dan sahabat. Aku tak bisa menerimamu sebagai kekasihku," ucapnya sore itu di suatu chat.

Aku hanya bertanya kenapa ....

Kenapa ia seolah memberi harapan, jika pada ujungnya aku harus melupakan. Mengapa membuat nyaman dalam kebersamaan kalau hubungan ini hanya sebuah peraahabatan. Ataukah karena aku yang terlalu bebal dalam membawa perasaan. Entahlah.

"Ada banyak persahabatan yang rusak hanya karena perasaan,"

Ya ... aku setuju sekali, tapi tak bisa menerima secepat itu. Aku terpuruk karena cinta yang kandas, aku tersesat jauh dari perjalanan yang mengerikan. Lebih banyak melamun daripada memperlancar hafalan qur'anku. Akhirnya aku dikeluarkan dari sekolahku, sedangkan dia tak tahu apa-apa tentang sakit dan patah hatiku.

Aku tahu, melupakan tak pernah bisa secepat yang kita pinta. Merelakan tak semudah yang kita sangka. Melepaskan pun perlu proses yang panjang agar kita berhati-hati dalam rasa.

Beberapa bulan kemudian, aku bisa melupakan dia. Tak ada lagi perasaan itu. Hilang sudah rindu itu. Serta sesak di dada pun sudah pergi melangkah. Ya ... aku sukses berdamai dengan cinta.

Namun, aku takut jatuh cinta lagi. Aku tak berani menambatkan hati kepada siapa pun, dan itu terjadi bertahun-tahun.

Lalu kaudatang, berbagi kisah, bercerita luka dan masa lalu. Hingga pada akhirnya kau mengungkapkan cinta padaku. Saat itu aku tak bisa mencintaimu.

Namun, kini aku jatuh cinta berat kepadamu. Lalu kau tega mengatakan bahwa kau tak pernah mencintaiku karena tak mampu melupakannya.

Satu kata untukmu, Thanks You karena sudah mempermainkan perasaanku. Ternyata kau tak jauh beda dengannya si YN.

*Demi Kamu

Membunuh LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang