9. Dia terluka

476 44 12
                                    

Iqbaal melajukan motornya dengan kecepatan rendah. Matanya mengedar ke kanan-kiri jalan, mencari keberadaan Violin. Sekarang sudah pukul 11 malam, dan kata Tiara, Violin belum sampai di rumah. Di mana gadis itu?

"Nyusahin aja tuh orang!" Gerutunya sebal. Pasalnya, dia sudah hampir satu jam berkeliling, tapi tak kunjung menemukan gadis itu. Ponsel ya di saku celananya bergetar. Dia menepikan motornya lantas bergerak mengangkat telepon yang masuk tanpa melihat siapa yang menelepon.

"Halo" sapanya sarkastis.

[Udah ketemu?] Suara cemas dari Tiara menyahuti di seberang sana.

Iqbaal mengembuskan napas panjang, "belum."

Tiara di seberang sana berdecak lidah, [di mana sih dia] gumamnya, lebih bertanya pada dirinya sendiri.

"Gue mau cari lagi"

[Tolong Bal, temuin dia] ujar Tiara memohon.

Iqbaal hanya bergumam, lalu tanpa permisi mematikan sambungan secara sepihak. Setelah menyimpan kembali ponselnya di saku celana, Iqbaal pun mulai menstater motornya, melajukannya dengan kecepatan rendah. Matanya tak putus mengamati jalanan sekitar yang mulai lengang. Toko-toko sudah pada tutup, mobil-mobil pun sudah sangat jarang yang melintas.

Dari kejauhan, mata Iqbaal terfokus pada seorang gadis yang terduduk di pembatas jembatan, sambil menunduk. Jantung Iqbaal hampir mencelus, itu sepertinya Violin. Cepat-cepat dia menghampirinya, memarkirkan motornya asal dan segera memegang bahu Violin, menahan gadis itu supaya tidak jatuh ke bawah.

"Lo ngapain di sini?!" Bentak Iqbaal marah. Lengannya merebut paksa silet di genggaman Violin. Wajahnya meringis pelan, melihat darah segar mengalir deras di pergelangan tangannya. Apa yang terjadi pada gadis itu hingga melukai dirinya sendiri?

Violin tidak menjawab, wajah sembabnya menatap Iqbaal lekat-lekat. Penglihatannya kabur, sedetik kemudian dia jatuh tak sadarkan diri. Beruntung, Iqbaal masih memegang bahunya. Hingga Violin jatuh tepat menghantam dadanya.

Iqbaal bergerak menggendong Violin, menurunkan gadis itu dari sisi jembatan dengan hati-hati. Dengan hati-hati, dia menghubungi Tiara.

"Bawa mobil cepetan, ke jembatan Lama!" Serunya tegas.

[Oke] Tiara mematikan sambungan secara sepihak. Sementara Iqbaal menyandarkan Violin pada pembatas jembatan, dia bergerak membuka jaket dan kaos putihnya, menyisakan kaos dalamnya. Dengan gerakan tergesa, dia merobek kaos putihnya, melilitkan sebagian kaosnya pada lengan Violin yang terluka. Sementara jaketnya di gunakan untuk menutupi tubuh dingin Violin. Lengan Iqbaal bergerak mengusap wajah Violin, sekarang dia mengerti. Gadis itu benar-benar butuh pertolongan.

Sekitar sepuluh menit kemudian, sebuah mobil berhenti. Tiara turun dari kursi belakang, dia berlari tergesa-gesa mendekati Violin dan Iqbaal.

"Dia gak pa-pa kan?" Tanyanya khawatir.

Iqbaal tidak menjawab, hanya segera mengangkat tubuh Violin, "lu naik duluan!" Perintahnya tegas. Tiara menurut, dia masuk ke kursi belakang, lalu disusul Iqbaal sembari menggendong Violin. Menidurkan gadis itu di pangkuan Tiara.

"Gua ngikutin di belakang" kata Iqbaal.

Tiara mengangguk, lalu mobil Tiara pun melaju di kemudikan oleh supirnya. Sementara Iqbaal mengikuti di belakang bersama motornya.

Kedua kendaraan itu melaju gila-gilaan di jalanan lengang. Sudah sangat larut, tidak ada yang menghalangi jalanan sehingga hanya butuh waktu 15 menit untuk tiba di rumah Violin.

Violin segera di bopong ke dalam rumah. Di tidurkan di kamarnya.

Tiara tak henti menangis melihat darah di lengan Violin yang di lilit oleh kaos putih Iqbaal.

PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang