11. Dava

653 38 14
                                    

Iqbaal menghentikan motornya di depan rumah Steffi. Sekarang pukul 8 malam, di tangannya ada gorengan yang sengaja ia beli untuk Steffi.
Perlahan, Iqbaal meraih ponselnya, mengetikkan pesan untuk Steffi.

Aku di depan.

Tak lebih dari tiga menit setelah pesannya terkirim, pintu rumah Steffi terbuka, menampakkan gadis cantik yang kini berlari kecil menghampirinya.

"Hai!" Sapa Steffi riang

Iqbaal tersenyum manis, bergerak mengusap-usap kepala Steffi, "udah malem aja masih cantik ya Steff?" Kata Iqbaal menggoda.

"Apaan sih! Masuk yuk," ajak Steffi. Lalu keduanya melangkah memasuki pekarangan rumah Steffi. "Kita di luar aja ya? Mama sama Ayah lagi ada acara di luar, gak ada orang di dalem" kata Steffi.

Iqbaal mengangguk mengerti. Ia terduduk di bangku depan rumah Steffi, gorengan yang di bawanya di simpan di atas meja.

"Tumben malem-malem ke sini, ada apa?" Tanya Steffi.

"Gak ada apa-apa, kangen aja"

Steffi terkekeh pelan, "kok kangen? Padahal tadi ketemu di sekolah"

"Kurang."

Steffi hanya mendecih pelan, tapi tak urung ia pun tersenyum setiap kali kata-kata manis keluar dari mulut Iqbaal.
"Bal," Iqbaal hanya bergumam pelan menyahutinya, tapi perhatian sepenuhnya terfokus pada Steffi.

"Kamu tau Dava?" Tanya Steffi hati-hati.

Iqbaal terdiam beberapa saat, keningnya berkerut, mengingat-ingat nama yang baru saja Steffi sebutkan, "Dava siapa?"

"Temen les aku, yang waktu itu salaman sama kamu."

Iqbaal berpikir sejenak lantas mengangguk, "oh iya. Kenapa?"

"Udah berapa hari ini, dia sms aku terus" kata Steffi sembari mengembuskan napas panjang, "beberapa kali dia ngajak aku jalan. Bahkan kalo pulang les, dia suka ngajak aku pulang bareng, kalo kamu gak jemput" ujar Steffi lagi.

Dada Iqbaal seketika terasa sesak, "kamu suka sama dia?"

"Ihh! Enggaklah, aku cerita sama kamu supaya kamu gak salah paham! Aku juga gak mau kamu tau masalah ini dari orang lain, makanya aku cerita duluan!" Jengkel Steffi.

Iqbaal terkekeh hambar, "iya-iya becanda. Terus gimana? Kamu bales?"

Steffi menggeleng, "gak pernah aku bales. Takut kamu cemburu"

Iqbaal kembali merasa rongga dadanya di penuhi rasa sesak, hingga membuat sistem pernapasannya seolah tersedak, "kamu boleh bales."

"Kamu gak cemburu?"

"Asal tau batasan"

Steffi tersenyum dan mengangguk paham. Setelah itu hening, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai tiba-tiba saja sebuah motor berhenti di depan pagar Steffi. Keduanya menoleh bersamaan.

"Itu Dava," kata Steffi pelan.

"Biar aku yang samperin," kata Iqbaal. Ia beranjak bangkit, melangkah santai mendekati lelaki yang kini berdiri di depan pagar rumah Steffi. Steffi pun mengikutinya, berdiri tepat di samping Iqbaal.

"Mau apa?" Tanya Iqbaal datar.

Dava menyunggingkan senyum tipis, "ngajak Steffi jalan, tapi ada cowoknya ya?" Tanya Dava, suaranya bersahabat, tapi wajahnya seolah meremehkan.

"Steffi udah punya pacar, harusnya lo tau diri, ngajak cewek orang jalan itu cuma dilakuin sama pecundang" ujar Iqbaal sarkastis.

"Oh gitu, thanks udah ngasih tau" kata Dava tengil.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang