5

121 24 2
                                    

Seminggu.

Kazella mendapat skors selama seminggu karena diduga mencoba mencelakai Hazel.

Saat pelajaran sedang berlangsung, Miss Carryn datang, dan memberi tahu bahwa Madam Zeola menantinya.

"Kepala sekolah menunggumu, Kazella" ucapnya ringan sebelum mengangguk kepada guru matematika Kazella yang sedang mengajar, Sir Grey.

Sesampainya disana, setelah memberi tahukan hukuman yang harus di jalaninya, wajah Kazella langsung murung. Gadis itu menundukkan kepalanya. Namun, gadis cantik itu tetap mencoba rendah hati dengan menerima segala hal yang tidak menyenangkan menimpanya.

"Maafkan saya, Ma'am. Maafkan saya juga, Hazel".

Bukan kesalahan Kazella memang.

Tapi, kesaksian dari lima orang anak buah Hazel tentu mengalahkan kejujuran dari Kazella yang hanya seorang diri.

Kazella juga tidak dapat menyalahkan Pangeran Dareld. Kazella tidak tega. Itu masalahnya.

Maka, selama perjalanan pulang kerumah Kazella berjalan dengan pelan dan murung. Dareld melompat keluar dari dalam tas gadis itu, kemudian berjalan disebelahnya, masih dalam wujud landaknya.

Dareld memperhatikan raut wajah Kazella dari bawah, kemudian pemuda itu melihat kesekitarnya. Sepi. Maka dia berhenti berjalan dan berubah menjadi manusia lagi.

Kazella sama sekali tidak menyadari seluruh gerak gerik Dareld, dan menjadi begitu terkejut saat mendapati Dareld di sebelahnya, berusaha mensejajarkan langkah.

"Ada apa dengan wajahmu itu?" tanya Dareld.

"Tidak apa-apa, kok, pangeran" jawab Kazella.

Tapi, Dareld sangat pandai dalam memahami keadaan. Dia tahu, ada yang tidak beres disini.

"Katakan saja, aku akan membantumu." ucap Dareld tegas.

Kazella mengalihkan pandangannya pada pemuda disebelahnya. Kemudian gadis itu tersenyum lembut. Sesuatu, dalam diri Dareld terasa menghangat. Rasanya menyenangkan menikmati senyuman gadis itu. Dareld terpaku pada senyum Kazella.

"Aku mendapat skors. Tapi, itu tak apa-apa." Kazella mencoba jujur.

Dareld tidak paham, apa itu skors? Maka pemuda itu menanyakannya.

"Itu... Um.. Itu adalah masa liburan yang diberikan sekolah, maka, selama seminggu aku tidak akan masuk ke sekolah." Kazella mencoba menjelaskan.

"Lalu, mengapa kau murung? Eh, apakah 'sekolah' itu ada hubungannya dengan tempat yang kau tempati tadi? Yang ada banyak kursi dan meja, tapi terlihat begitu bewarna" Dareld mencoba mengingat tata ruangan yang sempat dilihatnya tadi.

Kazella terkekeh. "Iya, itu namanya gedung sekolah, pangeran". Raut wajah Dareld terlihat antusias, "ceritakan padaku segala hal tentang tempat tadi, dan apa yang kau lakukan disana! Kumohon!!" pintanya, Kazella tersenyum semakin manis. "Tentu, asal Pangeran berjanji, akan menceritakan tentang diri Pangeran," ucapnya "bagaimana?" sambung Kazella, sama antusiasnya. "Baiklah, akan kuceritakan setelah kau selesai. Tapi, sebelum kau mulai bercerita, dapatkah kau berjanji hanya memanggil namaku saja, tidak perlu dengan 'pangeran' juga." ucap Dareld. Kazella agak ragu, bukankah itu sangat tidak sopan?

Namun, akhirnya dia mengangguk. "Baiklah, aku akan bercerita".

Kazella menjelaskan tentang sekolahnya hingga Dareld paham. Dareld tahu tentang belajar, namun, di dimensinya, kalau belajar, dia selalu sendiri. Akan ada seorang guru. Hanya satu. Dan Dareld belajar dalam ruangan di istana yang tidak dihiasi apapun. Tidak ada siapapun selain dirinya dan gurunya. Dareld juga tidak pernah melihat buku yang cover depannya menurutnya, sangat unik dan berwarna. Buku-buku kerajaan terlihat sama saja, bewarna merah, biru atau coklat, tanpa gambar bewarna-warni, beberapa buku hanya bergambar beberapa lambang saja. Kazella berjanji akan memberinya beberapa buku untuk dibaca nanti.

"sepertinya, suasana sekolahmu itu sangat menyenangkan ya. Sayang sekali kau harus berlibur sementara waktu." Kazella hanya tersenyum simpul. "Sekarang giliranmu pangeran, ah, maksudku... Dareld" ucap Kazella. Namun segera disambungnya ucapannya, "ah, nanti saja. Kita sudah hampir sampai. Maukah kau berubah wujud lagi? Nanti, saat berada di kamarku kau boleh berubah lagi." maka Dareld pun segera berubah menjadi landak dan diangkat masuk kedalam tas gadis itu.

Saat sampai dirumahnya, Kazella merasa sangat terkejut. Seisi rumahnya berantakan. Banyak bungkus makanan ringan berserakan di lantai, ada beberapa botol minuman keras di atas meja. Ada beberapa puntung rokok juga di lantai rumahnya. Namun, itu tak seberapa dengan perasaan marah bercampur takut Kazella, saat melihat pakaian dalam dan baju serta rok, yang dia yakini bukan miliknya atau mendiang ibunya berserakan mulai dari  depan sofa hingga berakhir di depan pintu kamar ayahnya.

Dengan langkah kaki bergetar, Kazella melangkah pelan menuju kamar ayahnya. Tangan gadis itu bergetar saat ingin menyentuh gagang pintu dan rasanya jantungnya berhenti dan isi perutnya ingin keluar saat dia mendengar suara berisik dari dalam kamar Harold, kemudian terdengar teriakan seorang perempuan kemudian disusul gelak tawanya. Sesaat hening, sebelum suara-suara yang tak diinginkan Kazella terdengar dengan begitu jelas.

Wajahnya pucat pasi, air mata menggenang di pelupuk matanya. Hatinya pilu, namun dia masih terus berharap ini tak sesuai pikirannya.

Ayahnya sangat mencintai ibunya. Kazella rela menjadi samsak pukulan ayahnya jika dia sedang merindukan mendiang istrinya.

Kazella rela harus di pukuli asalkan...

Asalkan Harold tidak mengkhianati ibunya.

Tangan Kazella akhirnya memutar gagang pintu kamar Harold, namun, apa yang dilihat gadis itu benar-benar bukan harapannya.

Kazella mundur, air matanya menjadi sangat deras. Gadis itu berteriak sangat kencang sebelum melempar vas bunga yang berada didekatnya kearah pintu kamar Harold.

Dunianya yang hancur. Kini, semakin hancur.

***

Kazella menangis terisak-isak dan tak dapat berhenti.

Setelah melempar vas bunga itu dan mengejutkan Harold serta perempuan yang dibawanya, Kazella berlari pergi menjauh dari rumah.

Kakinya berlari kearah hutan dan berlari ke dalam hutan, sangat jauh. Kazella berhenti disebuah pohon dan jatuh terduduk. Gadis itu menangis dengan pilu, meraung-raung.

Sudah setengah jam, Kazella masih terus menangis. Dan selama itu pula, Dareld duduk di belakang pohon tempat Kazella menangis. Pemuda itu sudah berubah sejak Kazella sampai di perbatasan hutan. Dareld melompat dari dalam tas Kazella karena merasa terganggu dengan guncangan didalam tas, kemudian pemuda itu berubah menjadi wujud manusianya dan mengikuti Kazella.

Ada yang mengganggu pikirannya. Ini adalah hutan yang diselimuti kekuatan Vella. Lalu, mengapa Dareld bisa menjadi manusia?

Tapi pemuda itu tak ingin memikirkannya saat ini. Sejak tadi hingga sekarang, Dareld hanya fokus pada suara tangisan Kazella yang seolah menjadi pisau dan menusuk hatinya.

Mengapa dia juga merasa pilu?

Kazella masih tidak berhenti menangis saat merasakan sesuatu yang kokoh menariknya pelan. Kazella pasrah saja saat tangan Dareld menarik gadis itu kedalam dekapannya.

Dareld membiarkan Kazella menangis dalam pelukannya. Dareld memang tidak paham, tapi dia yakin, ini yang harus dan sangat dibutuhkan Kazella.

Setengah jam setelahnya Kazella jatuh tertidur dalam pelukan Dareld. Pemuda itu merasakan gerak nafas Kazella yang teratur. Dan seolah menjadi alunan musik menenangkan, Dareld pun ikut tertidur sambil memeluk erat gadis yang entah sejak kapan, diakui oleh Dareld, mencuri hatinya.

To be continued.

DenrhomichTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang