DIRGAN

84 3 0
                                    

Cowok tengil itu bernama Dirgan Aksa Narendra. Dia merupakan senior Nala disekolahnya. Dia dikenal dingin tetapi sangat jail apabila ia merasa sepi dan bingung mau melakukan apa.

“Dimaafkan.”

Ya itu jawaban singkat yang diberikan Nala untuk Dirgan. Sedangkan Gita masih terpaku tanpa kedip menatap Dirgan.

“Ngapain masih disini?”

Dirga hanya menatapnya lekat

“Oh, minta dibayar? Kalo ngga ikhlas mending ngga usah, lagian gue ngga minta.”

“I just wanted to get your name.”

Nala berdiri dan menarik tangan Gita untuk segera meninggalkan kantin tanpa menjawab Dirgan.

“Anjirrr, bakso gue belum abisssss.”
Ujar Gita dengan nada yang dibuat-buat 

“Diem deh ntar gue beliin.”

Gita masih terbayang-banyak dengan cowok tampan, tinggi, beralis tebal dengan tatapan yang mengintimidasi tadi.

“Eh, Nal. Tadi siapa sih ganteng banget.” Tanya Gita dengan mata yang seolah membayangkan wajah cowok tadi.

“Lo udah tau namanya kan tadi? Atau lo congek?”

“Sialan emang tuh mulut, maksud gue itu siapa kok kenal elu? Gimana ceritanya?”

Nala pun menceritakan kejadian dia bertemu dengan Dirgan. Cowok songong yang membuatnya kesal saat di kantin tadi.

“Yahhh, kasiaannn.”

“Gue ngga butuh belas kasih lo.” Balas Nala.

“Yee yang gue maksut abang Dirgan tercinta bukan elo, pasti kena sedih kena semprot mulut pedas.”

Ucapan itu dihadiahi sebuah pukulan kecil di kepala Gita.

“Buset, kekerasan inimah.”

Akhirnya jam pelajaran telah usai. Nala dan Gita pun bersama menuju gerbang sekolah.

“Nal, gue pulang dulu ya udah dijemput noh.”
“Iya hati hati lo dijalan.” Gita membalas dengan lambaian tangan.

Nala melanjutkan langkahnya, namun tangannya ditarik oleh seseorang. Ya benar dia Dirgan, cowok songong yang membuat harinya kesal.

“Kita pulang bareng, ikut gue.”

Dirgan menarik tangan Nala menuju parkiran sekolah, Nala mengelak

“Apaan sih lo, narik narik. Lepasin!.”
“Ayo naik, gue emang ngga bawa helm lagi. Ntar lewat jalan tikus aja.”

Dan dengan terpaksa Nala mengikuti perintah Dirgan. Dalam perjalanan mereka saling terpaku diam tanpa ada yang membuka pembicaraan. Jalanan lumayan lenggang sehingga mereka tidak terjebak dalam kemacetan.

“Eh kenapa lurus? Rumah gue belok sana tadi.” Nala membuka pembicaraan dengan melontarkan pertanyaan itu.

“Gue laper dan lo harus nemenin gue makan.”
“Seenak jidat lo, kutil” Dirgan terkekeh mendengar umpatan dari Nala
“Gue dengar ya wahai Nala.”

Dan Nala hanya mengalihkan pandangannya ke jalan yang mereka lalui.

Warteg, ya inilah yang dituju Dirga. Dari sini Nala tau Dirga adalah orang yang penuh kesederhanaan. Dia cukup kagum melihat Dirga yang tanpa gengsi memasuki warung makan itu. Tidak seperti remaja kebanyakan yang memilih tempat makan yang High Class.

“Sorry cuma makan ditempat ini, tapi tenang aja disini bersih. Lo ngga akan langsung mati keracunan.” Ujar Dirga dengan kekehannya.

“Apaan sih lo, lo pikir gue anti makan beginian? Justru yang gini mah enak, murah dan mengenyangkan.” Mereka pun tertawa bersama.

“Oh iya bagi kontak lo dong!”
Dirgan memintanya pada Nala sembari menyerahkan ponselnya.

“Dih buat apaan sih? Gapenting.” Saut Nala dengan nada juteknya.

“Ya itu ngga penting. Tapi itu berlaku sebelum kita ketemu. Sekarang lo adalah hal terindah yang harus ku miliki, Nal.” Ujar Dirgan dengan senyum seringainya.

“Alahhhh bucin lo. Tidur aja masih ileran.”

Dirgan hanya tertawa mendengar celotehan absurd dari mulut Nala itu.  Mereka menghabiskan makanan masing-masing dan segera beranjak pulang karena hari makin sore.

“Thankyou lo udah nganter gua pulang.”
Ucapan terimakasih itu terlontar dari mulut dengan senyum manis yang diberikan Nala.

“Nah gitu dong senyum, jutek mulu dari awal ketemu. Iya sama-sama ya, Sayang.” Ejek cowok itu padanya.
Ya itu jadi kebiasaan Dirga sekarang membuat Nala kesal.

“Apaan sih lo annoying banget. Buru pulang sana.”

Dirgan hanya tertawa dan kemudian meninggalkan gadis itu.

DIRGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang