Part 2 (Kebaikan Hati)

2K 286 120
                                    

Sreettt

Pisau lipat dibuka, kemudian bilah tajam dibawa keatas permukaan kulit putih membalut nadi. Dinginnya pisau menyentuh kulit, siap memotong nadi keunguan. Sekujur tubuh gemetaran, dari ujung kaki sampai kepala. Walau begitu, wajah manis tetap terefleksi kosong. Ekspresi yang selalu orang-orang yang ingin bunuh diri pasang, seolah tak takut akan kematian namun tubuh memperlihatkan kebenaran dengan begitu jelas. Manusia itu, walau enggan untuk hidup tetapi sebenarnya matipun terlalu takut untuk dihadapi.

"Kenapa tak kunjung mengirisnya? Apa kau butuh bantuan?"

Klaaangg

Suara dingin menyentak, membuat pisau pada tangan jatuh tanpa bisa ditahan. Suara nyaring mengikuti, saat bilah bertemu dengan permukaan lantai. Pemuda mungil dengan cepat menoleh, melihat siapa pemilik suara yang baru saja mengejutkannya. Sebelumnya dia berpikir tidak ada satupun orang yang berada diatap sekolah, ketika sekarang jam pelajaran tengah berlangsung. Namun ternyata satu orang lain yang membolos, justru menemukannya dalam situasi seperti saat ini.

"Siapa kau?!"

"Apa itu begitu penting sekarang? Bukankah mengiris pergelangan tanganmu jauh lebih penting dari itu semua, bukan?"

Tak terpengaruh oleh tanya sedikitpun, pemuda pucat justru semakin mendekat. Berjalan dengan langkah ringan, namun berbalas langkah mundur yang dia lakukan. Pemuda mungil itu-Kim Ryeowook, tak sadar telah menggambil langkah mundur yang begitu banyak. Sehingga kini dia terpojok, terjepit antara tembok disamping pintu atap dengan sosok pemuda pucat yang terus mendesaknya dengan langkah.

Greepp

Bilah pisau pada lantai diambil, kemudian digenggam erat pada tangan. Ryeowook tak pernah sekalipun, melepas tatapan dari pergerakan-pergerakan kecil yang dilakukan. Dia mengikuti dengan setia, pergerakan pemuda pucat yang kini telah berdiri menjulang tepat dihadapan. Menyelam kedalam kedua mata sewarna lelehan coklat, Ryeowook tak menemukan apapun. Terkecuali jurang dalam tak berdasar, terlalu gelap dan dalam sampai dia seakan tak melihat ujungnya.

"Kau membutuhkan ini, untuk melakukan kembali niat awalmu."

Ryeowook menggeleng takut, saat bilah pisau terulur tepat dihadapan. Niatan awal berubah menjadi ketakutan, ketika pemuda justru tak berniat menghentikan. Ryeowook berulang kali melakukan semua ini, namun selalu urung karena beberapa orang dengan cepat menggagalkan prilaku tanpa berpikir dua kali. Sehingga sampai saat ini, Kim Ryeowook yang selalu ingin bunuh diri nyatanya masih berdiri kokoh disini dengan keinginan untuk mengulang niatan.

"Tidak, jauhkan itu dariku!!"

"Kenapa? Bukankah itu yang ingin kau lakukan tadi?"

Ryeowook yang dengan sengaja menghindari tempat ramai untuk menjalankan rencana, justru berharap satu dua orang datang menolong. Menjauhkan pemuda pucat berbahaya, yang kini seolah tengah mengancam nyawa yang sebelumnya berniat untuk dihilangkan oleh kedua tangan sendiri. Ryeowook tahu dia berlaku begitu pengecut, ketika mengharapkan nyawa tak pernah terlepas dari tubuh barang sekalipun. Sehingga kini dia terpejam, dengan sebaris kalimat diserukan.

"Tidak, aku tidak ingin mati!-" Ya, Kim Ryeowook sebenarnya begitu takut mati.

"-Tapi aku tidak ingin hidup dengan menyedihkan seperti ini. Para orang dewasa begitu mengerikan, mereka bahkan tak sekalipun ragu untuk menyakitiku. Wanita itu memukulku, namun berlaku begitu berkebalikan jika di depan Appa. Aku yang tak dapat melawan, harus pasrah diinjak oleh wanita jalang itu. Aku ingin mati, namun aku takut menghadapinya."

Namun dia juga tak ingin hidup dengan cara yang menyedihkan seperti selama ini. Diperlakukan begitu kejam oleh wanita yang merebut posisi Ibu-nya setelah sang Eomma meninggal. Memukuli secara membabi buta, seolah Ryeowook bukan makhluk hidup yang merasakan sakit. Tak terhitung berapa banyak tulangnya yang patah, berapa banyak kulitnya yang terkelupas, bahkan berapa banyak benang yang menjahit robekan luka pada tubuh mungilnya. Kim Ryeowook telah merasakan berbagai rasa sakit dari semua luka yang didapat, tetapi kematian tetap saja begitu menakutkan untuk dia jemput.

Dust (Sequel Wall)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang