3. Dynamite Attack

6K 550 11
                                    

REVISED

Andre tak akan pernah menyangka bahwa berita kepulangannya ke Indonesia bisa terendus oleh sang adik. Dia belum sempat memberi kabar kepulangannya pada seseorang yang kemarin sempat merindukannya dan juga dia sengaja mengambil jam malam agar sesampainya di Indonesia bertepatan dengan jam adiknya kuliah. Dia juga tidak tahu bagaimana adiknya bisa mengetahui bahwa dia akan pulang. Ketika kakinya menapaki gate 3 arrival badar udara kenamaan Indonesia, sosok adiknya lah yang pertama kali terlihat di pelupuk matanya. Oh ini tak akan pernah mudah, batinnya mendesah lelah.

"Hai" sapa Andre canggung. Bayangkan saja kau sudah tidak pernah bertemu dengan bagian keluargamu selama 4 tahun, kemudian suatu waktu bertemu kembali. Untuk ukuran seorang lelaki jelas canggung adalah hal wajar apalagi untuk memulai komunikasi kembali. Meskipun itu adikmu.

Tanpa balasan apapun, Bian─adiknya─langsung menyeretnya keluar dari arrival gate menuju satu-satunya toilet terdekat. Mereka bahkan melupakan semua bawaan Andre.

Setelahnya dengan serangan mendadak Bian langsung mencium Andre kasar. Inilah satu alasan yang membuatnya tak pernah bisa lagi tinggal di Indonesia, tak bisa lagi berdekatan dengan anggota keluarganya. Dia takut menjadi pendosa kembali. Dia sudah benar hidup di Barcelona meskipun disana hanyalah seorang upik abu, well at least he's not a sinner anymore.

He's used not to be a straight man. Dia punya cerita terlarang dengan adiknya. Jika kau menanyakan apakah orang tuanya tahu? Tidak. Tidak ada satu anggota keluarga pun yang tahu tentang dosanya. Namun itu dulu. Dia yang sekarang menjadi lebih baik dalam memaknai hidup. Dia coba untuk memperbaiki segala yang salah dalam hidupnya, memperbaiki bagian dari jiwanya yang meleset, terlebih orientasinya. Keinginan ini mulai timbul ketika dia baru di tempatkan di sebuah biro kunstruksi dimana rekan kerjanya rata-rata sudah cukup berumur dan berumah tangga. Dari sanalah keinginan untuk hidup normal semakin melesat tinggi. Seperti rekan kerjanya yang lain, dia juga ingin berbagi cerita tentang masakan istri yang buruk, tentang keharusan begadang untuk mengganti popok anak, keharusan mengingat tanggal-tanggal tertentu─seperti tanggal pernikahan, ulang tahun anak, ulang tahun istri─dia juga ingin merasakan bermain papan catur bersama mertua atau repotnya menghadiri pertemuan wali murid, dan masih banyak hal lainnya yang sering Andre dengar. Dari sentilan cerita itulah dia mempunyai niat yang kuat untuk memiliki keluarganya sendiri. Dia juga ingin memiliki penerus yang kemudian akan ia ceritakan perjalanannya mengarungi kerasnya hidup.

Ciuman itu berlangsung lama dengan Andre yang tak membalas sama sekali. Kedua tautan itu tiba-tiba terlepas saat dirasa seseorang memasuki toilet─yang membuat Andre keheranan adalah seorang wanita yang memergokinya─jelas ia heran karena yang saat ini disinggahinya bukan toilet wanita namun toilet pria. Bagaimana bisa seorang wanita masuk ke toilet pria. Rasa heran tersebut dihiraukannya karena saat ini yang paling utama adalah menghindari adiknya yang gila. Tuhan sudah berkehendak untuk dia memenangkan jackpot dan ia tak akan begitu mudah mengabaikannya. Hal pertama yang dilakukan Andre adalah berakting. Dia tersenyum pada wanita itu meskipun reaksi yang didapatinya adalah ekspresi terkejut si wanita yang masih sama seperti beberapa sekon yang lalu ketika dia menjumpai hal tak wajar ini.

Andre melangkah pasti ke arah sang wanita, kemudian memeluknya sembari berbisik "tolong bantu saya keluar dari sini dan lupakan semua yang terjadi." Andre tahu wanita yang berada di dalam dekapannya ini masih shock. Terbukti dengan gerak pasif pada tubuhnya yang membeku dan sama sekali tak ada pergerakan sedikitpun. Jelas saja ini bukanlah luar negeri. Ini adalah Indonesia dimana hal-hal semacam itu─yang baru saja dijumpainya─pasti masih tabu untuk ditemui dan dimengerti. Wanita berpengalaman sekalipun pasti juga akan shock melihatnya dan Andre tak menampik itu.

"Kamu sudah nunggu lama ya? Yok kita pulang." Ucap Andre dramatis karena tak sabar ingin segera keluar dari neraka ini. Langsung saja dia menggeret si saksi tanpa mempedulikan tatapan tajam adiknya.

***

"Stop! Kenapa kamu bawa saya kesini?" Resa protes setelah sekian langkah berjalan bergandengan tangan dengan Andre. Rupanya kesadaran telah kembali pada raganya yang gersang.

"Kita perlu bicara." Jawab si lelaki sambil lalu.

"Tidak... tidak... tidak perlu. Saya akan tutup mulut kalau itu yang kamu mau. Saya akan benar-benar tidak pernah mengalami kejadian apapun meskipun dynamite baru saja datang tapi saya akan bersumpah jika itu yang kamu mau" Jawab Resa meracau.

"Oke just 10 minutes and done." Si lelaki masih memaksa dan menarik sebelah tangan Resa, membawanya ke salah satu outlet coffee terkenal yang masih berada di kawasan Soeta.

Kini mereka duduk berhadapan di salah satu meja yang berada di ujung agar tidak mengundang rasa penasaran khalayak apabila mereka berbicara keras. Lima menit sudah mereka habiskan hanya untuk berdiam diri bagai mengheningkan cipta saat upacara sedang berlangsung. Andre si empunya maksud justru malah bingung sendiri harus memulainya dari mana.

"Saya Andre" ucap si lelaki sambil mengulurkan tangan kanannya.

"Saya Resa" masih diliputi rasa canggung namun tidak menolak jabatan tangan si pemilik nama Andre.

"Kerja atau kuliah?" Tanya Andre

"Kerja."

"Dimana?"

Awalnya Resa ragu untuk menjawab. Dia takut sesuatu yang buruk terjadi padanya setelah dia menyebutkan identitasnya. Layaknya adegan dalam drama thriller yang ia tonton, si pemain mulai mendapatkan teror dimanapun dia berada ketika dia menyebutkan identitasnya. Bisa jadi itu akan dialaminya karena Resa merupakan saksi kunci dari sebuah adegan tidak menyenangkan. Bisa jadi pula setelah ini dia akan diganggu atau yang paling parah dia akan dimutilasi kemudian jasadnya akan dipotong menjadi 8 bagian untuk kemudian dimakan biawak yang ada di Labuhan Bajo. Oke stop. Imajinasi Resa sudah keterlaluan. Maka untuk mencari aman dia menjawab dengan ambigu, "di TK." Simple and clear.

How smart are you, Resa! pujinya dalam hati. Jawaban itu sudah bisa menjawab pertanyaan si gay tadi kan. Sebetulnya tidak ada yang salah dengan jawabannya. Dia tidak berbohong mengenai pekerjaannya. Dia memang bekerja di TK namun Resa tak akan sespesifik itu untuk menyebutkan instansinya atau bisa jadi teror akan datang menghampirinya.

"Oh... a teacher?" Resa mengangguk, selebihnya dia menunduk. Dia tak berani menatap si lawan bicara. Dia takut akan mendapatkan tatapan tajam ala psikopat dalam film Blind. Padahal Andre sedari tadi hanya memberikan tatapan biasa yang sering ia gunakan untuk bernegosisasi bersama kliennya.

"I think it was 10 minutes. So I must go now."

Resa buru-buru berdiri dan siap melangkah pergi dari sini. Setelah ini dia akan tidur nyenyak dan melupakan kesialannya hari ini. Setelah ini juga dia akan mensugesti dirinya bahwa hari ini tidak terjadi apapun. Semua berjalan seperti biasanya kecuali fakta bahwa kekasihnya sudah hilang. Namun baru beberapa langkah ia menuju satu-satunya pintu coffee shop─pintu yang akan membebaskannya dari kekacauan─seruan dari suara yang sama dari seseorang yang baru saja memperkenalkan dirinya pada Resa membuatnya menghentikan langkah. Demi Tuhan dia tidak berniat berhenti. Ini semua karna syaraf reflek sialannya. Kenapa pula manusia harus punya 3 sistem syaraf. Kenapa tidak kita hilangkan saja syaraf reflek dari muka bumi ini.

"Resa, saya tahu setelah ini hidupmu tak akan sama. Jangan ragu untuk menghubungi saya." Andre mendekat untuk menyisipkan sebuah kartu nama pada sling bag berlabelkan Dior. Resa bertingkah seolah tak peduli dan mengabaikannya, namun jujur dalam hatinya dia sedikit takut. Bayangan film thriler Land and Order yang ditontonnya dengan Jasmin minggu lalu mulai merebak dalam otaknya. Demi apapun dia tak siap dengan segala bentuk perubahan dalam hidupnya.

Enjoy reading and happy weekend

Abnormal-Blow: Hello KiddoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang