7

480 75 0
                                    

"Terima kasih, yah. An-" perkataan Rahanin terhenti saat mendengar ayahnya berguman.

"Banyak juga." guman sang ayah melihat mahasiswi yang berlalu lalang.

"Ada apa, yah?"

"Tidak apa. Hanya saja banyak temanmu yang tidak mengenakan hijab."

"Tapi tidak sedikit juga yang berhijab. Bahkan berpakaian sesuai syariat. Subhanallah..." puji sang ayah pada mahasiswi berhijab yang berlalu lalang.

.
.
.

"Pagi, Nin"

"Pagi juga, Tae."

"Mengerjakan tugas ya?"

"Tidak. Hanya melihat situs belanja online."

Rahanin dan Natae. Kemarin mereka terlihat seperti akan kacau, dengan masalah besar. Tapi sekarang mereka terlihat baik-baik saja.

Terlihat baik-baik saja, bukan berarti mereka benar baik-baik saja. Hanya saja, keduanya memilih untuk tidak membesarkan masalah.

Kemarin, Rahanin meminta Natae untuk tidak merendahkan diri sendiri lagi, juga meminta Natae tidak minder ketika bertemu sang ayah. Natae mencoba untuk menyanggupinya, meski permintaan Rahanin cukup berat untuk dilakukannya.

Begitu juga Natae, dia meminta Rahanin untuk tidak menutup nutupi sesuatu darinya. Rahanin pun setuju. Rahanin menceritakan perihal sang ayah yang sebenarnya memiliki sikap hangat. Entah mengapa berubah dingin pada Natae. Perihal Jiho yang memberikannya pertanyaan mudah namun sulit. Ah... Bagaimana itu?

"Kamu ingin membeli itu?" tanya Natae melihat laptop Rahanin, yang menampilkan berbagai macam baju muslim dari salah satu situs belanja online.

"Tidak tahu."

.
.
.

"Mas?"

"Hm..."

"Mas Jun?"

"Hmm...."

"Mas Rahajuuunnnnn...." panggil Rahanin panjang.

"Apa?"

"Mau tanya."

"Katakan." perintah Rahajun menatap sang adik.

"Begini..... Tadi."

"Apa?"

"Ayah..."

"Ada apa dengan ayah?" tanya Rahajun mulai penasaran.

"Ayah melihat, dikampusku banyak mahasiswi yang memakai hijab."

"Lalu?"

"Ayah memuji mereka, dan aku merasa tersindir. Apa aku harus berhijab?" tanya Rahanin takut menundukkan kepalanya.

Keluarga Rahanin memang seorang muslim yang cukup taat, apalagi sang ayah. Tapi, ayah Rahanin tidak pernah memaksa Rahanin mengenakan hijab.

Ayah Rahanin ingin agar sang anak mengenakan hijab atas kemauannya sendiri, kesadarannya sendiri, bukan karena paksaan. Meski sebenarnya tidak dosa jika seorang ayah memaksa anak gadisnya untuk berhijab, karena itu memang kewajiban.

"Rahanin..."  panggil Rahajun seraya mengelus punggung sang adik, membuat Rahanin menatap kearahnya.

"Berhijab itu kewajiban setiap muslimah." tutur Rahajun.

"Iya, mas. Rahanin tahu."

"Selangkah anak perempuan keluar dari rumah tanpa menutup aurat, maka selangkah juga ayahnya itu hampir ke Neraka."

Katedral dan IstiqlalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang