25

1K 58 12
                                    

"Apa Rahanin ada didalam?" tanya Natae pada teman satu jurusan Rahanin.

"Oh... Baru saja dia keluar."

"Terima kasih..."

"Apa kalian masih berpacaran?"

"Ya? Ah... Iya kami masih bersama." jawab Natae sedikit tidak ikhlas karena sang penanya menggunakan ekspresi yang dibenci Natae, meremehkan.

"Aku rasa kalian akan putus."

"Apa maksudmu?"

"Rahanin mulai menemukan jalannya. Dia sudah mengenakan hijabnya. Rugi saja jika dia masih berpacaran. Apalagi dengan yang berbeda sepertim--"

"Maaf... Aku akan menyusul Rahanin." sela Natae cepat meninggal teman Rahanin.

.
.
.

"Natae?!" teriak Jiho memanggilnya Natae yang celingukan dikantin.

"Kak Jiho. Apa kabar kak?"

"Baik. Bagaimana denganmu?" ramah Jiho membuat kening Natae berkerut.

'bukankan beberapa waktu ini ka Jiho sedang tidak suka denganku?' batin Natae.

"Hei... Kau baik-baik saja bukan?" tanya Jiho kembali, membuyarkan lamunan Natae.

"Ah... Iya. Aku baik baik saja. Bagaimana denganmu, kak?"

"Alhamdulillah aku juga baik-baik saja."

"Duduklah. Ada yang ingin aku sampaikan padamu." persilahkan Jiho.

"Ta--"

"Kau mencari Rahanin kan?"

"Iya."

"Dia punya pesan untukmu yang dititipkan padaku."

Perkataan Jiho berhasil membuat Natae takut. Apa Rahanin tidak ingin bertemu dengannya sampai harus menitipkan pesan pada Jiho? Begitu pikir Natae.

Sebenarnya tidak masalah juga sih jika Rahanin menitipkan pesan pada temannya untuk disampaikan pada Natae. Tapi kenapa harus Jiho, orang yang belakangan ini sedang berperang argumen dengannya.

"Duduklah dulu."

"Ini kabar baik tentang Rahanin." lanjut Jiho.

.
.
.

"Assalamualaikum..."

"Wa'alaikumsalam mas..."

"Boleh aku masuk?"

Rahanin tidak menjawab, hanya mengangguk mengiyakan. Rahajun memasuki kamar Rahanin tanpa menutup kembali pintunya, membiarkan pintu terbuka.

"Bagaimana hari ini?"

"Alhamdulillah baik mas." jawab Rahanin dengan senyum yang tak bisa dikatakan baik baik saja.

"Need hug?"

Rahanin hanya diam. Tidak menolak ataupun membalas pelukan yang diberikan Rahajun.

"Jiho sudah menceritakan semua. Kamu benar benar memilih keputusan yang tepat. Mas bangga padamu, Nin."

"Menangislah agar kamu lega." instruksi Rahajun pada sang adik yang mulai bergetar karena menahan tangis.

.
.
.

"Mau kemana?" cegat Rudji saat Natae beranjak.

"Aku akan pulang."

"Aku antar."

"Tidak perlu."

"Tak apa biar aku antar."

"Aku bisa pulang sendiri."

"Tidak untuk kali ini. Kau harus pulang bersamaku."

"Aku baik baik saja."

"Benarkah?"

"Ten--"

"Kau tidak baik baik saja, Tae. Dan aku tau itu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Katedral dan IstiqlalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang