23

334 50 6
                                    

"Ada apa, Nin?" tanya Rahajun yang melihat adiknya sedari tadi melamun.

"Ah... Tidak apa, mas."

"Tidak mau cerita?"

"Mas?" panggil Rahanin sedikit tidak yakin.

"Ada apa? Katakanlah. Mas akan dengarkan." bujuk Rahajun.

Sedari pulang kuliah, Rahanin terlihat murung. Entah apa penyebabnya masih belum diketahui.

"Begini..." kata Rahanin seperti akan memulai cerita.

"Ya?"

"Begini..."

"Begini bagaimana?"

"Ah... Sudahlah, mas. Tidak perlu."

"Kenapa?"

"Tidak. Tidak penting." jawab Rahanin seraya beranjak dari meja makan setelah selesai makan malam.

.
.
.

"Baiklah kalau begitu. Hati-hati dijalan. Sampai ketemu dikampus."

"Iya. Kamu juga hati-hati. Jangan kebut kebutan kalau menggunakan motor."

"Iya. Siap ibu negara."

TUT...

"Natae menggunakan motor?" tanya Rahajun setelah Rahanin mematikan telponnya.

"Iya. Mobil Natae ada kendala mesin. Jadi harus masuk bengkel."

"Beruntung hari ini mas berniat mengantarmu. Jika ti-" perkataan Rahajun terpotong oleh Rahanin. Rahanin seperti tahu kemana arah pembicaraan sang kakak.

"Natae tadi juga berniat meminta izin untuk tidak menjemputku, mas. Dia tahu aku tidak boleh dibonceng dengan posisi seperti itu karena kita bukan mahrom."

.
.
.

"Apa kamu akan membelinya?" tanya Jiho yang baru saja muncul.

"Astagfirullah..." kaget Rahanin.

"Pilih salah satu. Aku akan membelinya untukmu."

"Benarkah?" tanya Rahanin berbinar.

"Iya. Bahkan mas bisa langsung membelikan tiga stel sekaligus, jika kamu berniat memakainya untuk ke kampus." kata Jiho sungguh sungguh.

Pasalnya yang sedang dilihat Rahanin dilaptopnya adalah situs belanja online, dengan busana muslim sebagai produknya.

"Mas..." panggil Rahanin.

"Jika tidak mau tidak apa."

"Mas Ji-"

"Pilih salah satu. Aku akan tetap membelinya untukmu."

.
.
.

"Mas Jiho..." sapa Natae mau tidak mau saat melihat Jiho ada disebelahnya sedang melepas sepatu.

"Oh... Hai Tae." sapa balik Jiho enteng.

"Hai juga, mas." jawab Natae canggung.

"Menunggu Rahanin?"

"Iya, mas. Mas juga akan shalat ashar berjama'ah disini?" tanya Natae balik.

"Iya. Lelaki itu shalatnya jama'ah..." kata Jiho sambil menepuk dada "...aih aku lupa, kamu juga laki-laki. Sayang kita beda keyakinan."

Natae hanya mengangguk dan sedikit tersenyum paksa. Pasti mas Jiho tidak akan lepas dari membahas perbedaan. Begitu pikir Natae.

Sejak pembicaraan mereka waktu itu. Kini Jiho tidak lagi memberikan sindiran tak suka tentang hubungannya dengan Rahanin. Tapi langsung diutarakan. Tak lagi mengingatkan, tapi sudah memerintahkan.

Katedral dan IstiqlalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang