19

326 46 2
                                    

"Mas Jihop?" kaget Rahanin yang melihat Jiho sudah berdiri didepan mejanya, setelah kelas Rahanin bubar.

"Assalamualaikum..." salam Jiho.

"Wa'alaikumsalam... Ada apa, mas?"

"Kamu ada acara tidak nanti malam?"

"Memangnya kenapa?" tanya balik Rahanin atas pertanyaan Jiho.

"Bisa temani mas ke bandara nanti malam?"

"Mas akan pergi kemana?" kejut Rahanin atas pernyataan Jiho.

"Bukan mas yang akan pergi."

"Lalu?"

"Teman mas yang akan pergi. Dia akan ke Kairo untuk melanjutkan kuliahnya."

"Oh... Apa itu pacar mas Jihop?"

"Astagfirullah... Kamu ini ada ada saja. Dia lelaki. Mana mungkin mas berpacaran dengan lelaki. Lagipun, mas tidak akan pacaran sebelum menikah."

"Ya ya ya... Aku tahu." jawab Rahanin sedikit kesal, karena merasa tersindir dengan kalimat terakhir Jiho.

"Aku akan menjemputmu pukul setengah tujuh. Jangan membuatku menunggu."

"Aish..."

"Ya sudah. Mas pamit dulu, ada kelas sebentar lagi."

"Hm... Baiklah."

"Assalamualaikum..."

"Wa'alaikumsalam..."

.
.
.

"Tunggu..." cegat Natae ketika Rahanin akan turun dari mobil.

"Ada apa?"

"Kita turun bersama. Aku juga akan keluar."

"Kamu mau masuk juga?" tanya Rahanin heran.

"Iya."

"Untuk apa kamu masuk?" tanya Rahanin bingung. Pasalnya kini Rahanin akan masuk ke masjid untuk menunaikan ibadah shalat ashar yang tidak sempat dilakukan di kampus tadi.

Mendengar pertanyaan Rahanin, dahi Natae jadi bekerkerut. Bingung, mungkin.

"Ah... Maaf, Tae. Maksudku, apa yang akan kamu lakukan didalam sana nanti?" lanjut Rahanin setelah melihat ekspresi Natae.

"Tidak apa. Aku hanya ikut masuk sampai ke halamannya saja. Aku akan membeli makanan untuk makan siang kita, sementara kamu shalat di dalam nanti." jawab Natae seraya tersenyum lembut pada Rahanin.

"Ah... Maafkan aku. Aku ti-"

"Tidak apa. Jangan merasa bersalah seperti itu." selah Natae cepat sebelum Rahanin melanjutkan kalimatnya.

.
.
.

Seperti malam malam sebelumnya. Ketika Jungki mendapatkan tugas yang tidak dia mengerti, dia akan datang kerumah Rahajun. Jungki akan meminta Rahajun mengajarinya.

Awalnya awal  mungkin Jungki sungkan untuk meminta diajari Rahajun. Tapi lama kelamaan dia menjadi tidak lagi sungkan. Justru sekarang sudah menjadi kebiasaan. Bahkan saking seringnya, ibu Rahajun menyebut Jungki sebagai adik Rahajun. Bukan adik dari Yongki.

"Begini?" ujar Jungki menyodorkan layar laptopnya kearah Rahajun untuk menunjukkan hasil kerjanya.

"Nah... Ini baru benar." respon Rahajun setelah meneliti tugas Jungki.

"Alhamdulillah... Akhirnya selesai juga." syukur Jungki setelah sebelumnya banyak memperbaiki bagian bagian yang salah pada tugasnya.

"Assalamualaikum..." suara seseorang yang langsung masuk dan duduk dihadapan keduanya tanpa dipersilahkan terlebih dahulu, karena kini Rahajun dan Jungki sedang berada diruang tamu rumah keluarga Rahajun.

Katedral dan IstiqlalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang