5

729 83 5
                                    

"Assalamualaikum..." salam Rahajun memasuki rumahnya.

"Wa'alaikumsalam..." jawab Rahanin menyalami tangan sang kakak.

"Sudah di beli bahan bahan yang aku minta, mas?"

"Sudah. Oh iya, mas membeli lebih banyak. Mas mengundang Jungki untuk makan malam bersama kita."

"Jungki?"

"Adik Yongki. Te-" penjelasan Rahajun terhenti saat Rahanin mengingat sesuatu.

"Astagfirullah... Aku lupa, mas. Hehehe..." ingat Rahanin cengengesan.

"Aishh... Kamu ini. Masih muda sudah mudah lupa."

"Maklum lah, mas. Kan baru tadi pagi kita bertemu."

.
.
.

"Assalamualaikum Rahanin Mariyam." salam pemuda pada Rahanin.

"Wa'alaikumsalam mas Jiho Pindra." Rahanin menjawab salam sepupunya.

"Cerah sekali wajahmu hari ini."

"Haruslah, mas."

"Rupanya Natae memiliki peran sangat besar di hidupmu, Nin."

"Hehehe... Mas Jihop tahu saja."

Rahanin telah bercerita, jika hubungan dirinya dan Natae sudah membaik. Jiho yang sebenarnya tidak suka akan hubungan keduanya, merasa senang saat Natae menjauhi Rahanin. Jiho pikir Natae akan memutuskan hubungannya dengan Rahanin.

Bukan Jiho jahat. Hanya saja hubungan antara Natae dan Rahanin itu tidak seharusnya terjalin. Mereka berbeda. Lagi, agama mereka tidak sama. Memang siapa yang rela jika keluarganya tidak mendapat hal yang semestinya. Begitu pikir Jiho.

"Rahanin..." panggil Jiho yang nampak serius.

"Iya, mas?" jawab Rahanin mengalihkan perhatiannya dari ponsel, menatap Jiho.

"Boleh mas bertanya?"

"Iya, boleh. Memang mas mau bertanya apa?"

"Mungkin kamu akan dengan mudah menjawabnya. Tapi mas yakin, ini tidak semudah itu jika kamu memikirkannya matang matang."

"Kenapa mas Jihop berkata seperti itu? Apa yang ingin mas Jihop tanyakan sebenarnya?" khawatir Rahanin.

"Tentang Natae."

"Sebegitu penting kah dia untuk dirimu?" lanjut Jiho.

"Ten-" jawaban Rahanin terpotong saat Jiho mengatakan "Mas ingin kamu memikirkan jawabannya dengan matang."

"Pikirkan dengan matang jawabannya, bukan untuk kamu menjawab dengan benar pertanyaan dari mas. Tapi agar kamu dapat menemukan jawaban untuk dirimu sendiri." lanjut Jiho dengan raut yang masih serius.

"Maksud mas Jihop apa sebenarnya?"

"Mas yakin, kamu mengerti. Bahkan sangat mengerti maksud perkataan mas."

.
.
.

"Wa'alaikumsalam..."

"Astagfirullah... Assalamualaikum, mas. Maaf, Rahanin melamun tadi, sampai lupa mengucapkan salam." kaget Rahanin saat memasuki rumah dengan melamun.

"Apa yang kamu pikirkan? Apa kamu miliki banyak tugas, sampai membuatmu pulang lebih larut dari biasanya, dan melamun seperti ini?"

"Begitulah, mas"

"Begitu, bagaimana? Kamu tidak ingin bercerita pada mas, Nin?" tanya Rahajun, yang hanya dijawab gelengan dari Rahanin sambil tersenyum.

"Rahanin kekamar dulu ya, mas. Mau mandi dulu." pamit Rahanin melenggang memasuki kamarnya.

Katedral dan IstiqlalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang