Chapter 02: Kasus Triple

7.9K 1.5K 326
                                    

Chapter 02 - Kasus Triple

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 02 - Kasus Triple

***

<<< POV Hadish >>>

...

Dari lapangan gue berjalan dengan langkah melebar. Gue ambil kotak kemas yang ternyata sudah dirapikan oleh beberapa siswa.

Gila. Beberapa rencana yang sudah gue siapkan untuk memulai hari pertama kerja ikutan berantakan sepagi ini. Segera gue menuju ruang BK yang masih harus melewati beberapa koridor kelas. Sial, sial. Gue ngerasa malu juga dong dengan kejadian tadi. Maksudnya, gue sudah meniatkan dari awal harus membuat citra ramah ke peserta didik yang ada di sekolah ini. Tapi dua bocah itu yang membikin citra gue, mungkin, sedikit buram. Setidaknya gue tidak sampai menjotos mereka atau gue dipecat di hari pertama masuk kerja.

Begitu masuk ruang BK gue tidak lantas memberesi barang bawaan gue ke meja. Tapi berkacak pinggang dan menarik napas dalam-dalam. Barulah ketika terdengar ada tiga anak yang masuk; Atarik, Roman dan ... gue nggak ngerti kenapa cewek itu juga ikutan masuk ke sini.

Gue mengarahkan jari telunjuk ke pintu ruang khusus konseling. Memberi isyarat supaya mereka bertiga masuk ke dalam sana. Kantor kami memiliki pembagian ruang. Ada ruang tamu, ruang administrasi yang cukup luas berisi tiga meja untuk gue, Apey, dan Bu Tantri. Lalu yang satu itu, ruang konseling yang paling nyaman, privasi, dan dikelilingi dinding kaca kedap suara.

Gue lihat sebentar masih ada sitegang di antara mereka meski tanpa pergerakan yang membuat gue harus bertindak lagi. Apey masuk saat gue sedang memindahkan barang-barang dari kotak kemas ke meja. Masih sangat menyayangkan kucing keramik yang sudah tidak berbentuk lagi.

"Saya sudah diceritakan semuanya oleh beberapa siswa yang melihat. Mereka mana?" tanya Apey.

Gue berusaha tersenyum. Nggak mau menampakkan wajah emosi gue di depannya. "Tidak apa-apa. Sarapan untuk konselor baru."

"Tapi nggak ada yang ... itu sampai pecah?" dia menunjuk kucing keramik.

Gue mengangkat bahu.

Lalu Apey masuk ke dalam ruang konseling. Entah hendak membicarakan apa. Tapi gue rasa itu serius. Meski kelihatannya Apey masih berusaha menunjukkan wajah bersahabat pada mereka bertiga.

Dari pada kepikiran terus, gue lantas menuntaskan semua yang ada di kotak kemas. Untung laptop gue taruh di dalam tas selempang. Kalau sampai ada di sana juga, gue nggak akan sebiasa ini seandainya benda itu ikut hancur dan gue nggak bisa main gim lagi.

Bel penanda jam pertama berbunyi. Bu Tantri baru masuk ke kantor BK.

"Bagaimana Bu?" tanya gue.

"Anak-anak itu mana?" dia malah langsung bertanya balik.

Gue menoleh ke arah ruang konseling.

Beliau menghela napas.

SchoolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang